Bioskop dibagi menjadi empat kelompok umur: 5-10 tahun, 10-15 tahun dan 16-25, serta 26-40. Tujuannya adalah, mengklasifikasi jenis tontonon berdasarkan kesiapan umur dan unsur pendidikan yang diperoleh.
Dengan begitu, pelaku usaha bioskop tidak boleh lagi menyatukan penonton dan diharuskan untuk menyeleksi jenis tontonan yang layak sesuai umur.
Kedepannya, orang tua tidak perlu khawatir jika harus membolehkan anak ke bioskop dan memilih tontonan. Harga tiket pun dibuat berbeda, semakin mendidik tontonan, maka semakin murah tiket bioskop.
Kalau perlu, pemerintah memberi subsidi pada tontonan anak yang mendidik dan membantu pelaku usaha untuk menyediakan tontonan edukasi.Â
Kalau sudah begini, semua merasa terbantu. Orang tua tidak cemas lagi untuk membiarkan anak ke bioskop dan semua orang akan mampu mengakses tontotan yang mendidik.Â
Nah, kenapa pemerintah selalu fokus pada keuntungan negara, sementara lupa untuk mendidik generasi?
Ya, mungkin saja pemerintah memilih cara instan untuk menambah kas negara. Padahal, banyak cara lain yang efektif dan kreatif untuk diterapkan.
Apa contoh lain? artis-artis papan atas dan para influencer dikumpulkan untuk diajak untuk membuat tontotan yang edukatif. Ajak mereka untuk tidak sekedar membuat konten hiburan, tapi dorong untuk berkolaborasi mendidik anak-anak bangsa melalui tontonan mendidik.
Apakah negara mampu melakukannya?
Kalau meminjam frasa bang Adrian, saya hakkulyakin pemerintah bisa mempolopori terciptanya tontonan yang lebih berkelas da memiliki nilai moral tinggi.
Pertanyaannya, pemerintah mau fokus pada uang besar melalui pajak atau bergerak serius mendidik generasi masa depan melalui standarisasi tontotan?