Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

11,9 Trilyun untuk Membeli 12 Pesawat Tempur, Etiskah?

8 Januari 2024   13:33 Diperbarui: 8 Januari 2024   14:20 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mirage-2005. Gambar: liputan6.com

Salah satu isu penting yang diangkat dalam debat semalam adalah tentang pertahanan. 31 Januari 2023, kementerian pertahanan menandatangani kontrak jual beli 12 pesawat tempur bekas merek Mirage-2005 dari angkatan udara Qatar. 

Katanya, pesawat tempur ini masih layak pakai untuk setidaknya 20 tahun kedepan. Nilai kontrak pembelian termasuk pelatihan pilot selama tiga tahun.

11.9 trilyun bukanlah angka kecil. Pembelian pesawat tempur Mirrage disinyalir untuk mengisi kekosongan sambil menunggu kedatangan Dassault Rafale yang tiba pada 2026.

Kalau 11.9 trilyun dialokasikan untuk kesejahteraan masyarakat, tentu dampaknya lebih besar dan banyak hal yang bisa dilakukan dalam kurun waktu satu tahun.

Jika mau berhitung, penggunaan pesawat tempur hanya sesekali. Keberadaannya memang penting untuk mempertahankan kedaulatan Indonesia. 

Disisi lain, Indonesia masih kekurangan ahli cyber yang tidak kalah penting untuk pertahanan gempuran asing. Kalau saja uang itu dipakai untuk mengupgrade sumber daya manusia ke level expert, maka manfaatnya berlipat ganda. 

Kita tahu, Indonesia masih kekurangan sumber daya manusia dalam hal cyber. Padahal perang cyber dampaknya lebih besar dan masif. Penggunaan teknologi dalam pertahanan tidak boleh disepelekan.

Bayangkan jika ada 100 orang anak Indonesia dikirim untuk belajar tetang aerospace, lalu diwajibkan pulang untuk membangun negeri. Banyak hal yang bisa dihasilkan. 

Logika sederhana, kampus Georgia Institute of Technology menawarkan program The Georgia Institute of Technology's Daniel Guggenheim School of Aerospace Engineering dengan biaya kuliah 30-40 ribu Dolar/tahun.

Artinya, dalam kurs Rupiah setara dengan 620 juta. Ditambah biaya hidup perbulan 30 juta, maka hitungan kasarnya 1 milyar/tahun. Kalau menyekolahkan 1 orang di Strata 1 selama 4 tahun, total dana 4 milyar Rupiah. Untuk S-2 anggaplah 2 milyar/orang.

Jadi, 11.9 trilyun itu cukup untuk menyekolahkan 11 orang selama dua tahun di Amerika. Selain kuliah, mereka bisa menguasai banyak hal lain dalam dunia aerospace. 

Ketika kembali ke Indonesia, ilmu mereka langsung diaplikasikan untuk membangun pesawat tempur sendiri. Jelas ini butuh investasi besar, tapi dampaknya juga besar. 10-20 tahun kedepan, Indonesia tidak lagi bergantung ke negara lain. 

Ambil contoh seperti Turki yang kini bangkit memproduksi drone buatan dalam negeri, mobil tank, dan beberapa senjata yang diakui asing. 

"With its success in producing high-quality weapons systems for its own military, Turkey has advanced to exporting weapons systems to other countries." [cited]

Turki berhasil mengangkat derajat negaranya ke level tertinggi. Senjata berkualitas buatan mereka sudah diekspor ke negara lain. Mereka sadar akan kebutuhan masa depan dan belajar dari masa lalu.

Indonesia belum terlambat untuk menuju kesana. Anak bangsa ini cerdas dan diakui dunia. Banyak expert Indonesia yang menetap di luar negeri, posisinya bukan kaleng-kaleng. Mereka jauh dihargai disana karena kecerdasan.

11.9 trilyun untuk investasi memperdalam dunia pesawat tempur jelas lebih bermakna. Visi kedepan jangan lagi sebagai negara konsumer, tapi rubah menjadi produsen. 

Turki saja mampu melakukannya, kenapa Indonesia tidak. Pertanyaannya, mau selalu diatur asing atau memilih untuk mengatur asing?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun