Semakin sering seseorang melatih mendengar dan menonton video bahasa asing, maka otak akan menyimpan input dan memindahkannya pada pikiran bawah sadar seiring intensitas pemakaian bahasa tersebut bertambah.Â
Input yang diperoleh secara tidak formal dengan menonton memberi dampak lebih besar ketimbang belajar bahasa dalam kelas dengan cara ikut kursus. Kenapa? karena motivasinya beda, hasilnya juga pasti beda.
Saya merasakannya ketika belajar bahasa Inggris dan Mandarin. Dengan memperbanyak input dari tontonan, kemampuan berbahasa lebih terasah dan fleksibel.
Sebenarnya, seseorang yang sudah menguasai sedikitnya dua bahasa akan lebih mudah belajar bahasa ketiga. Mayoritas orang Indonesia menguasai dua bahasa: Indonesia dan bahasa daerah.Â
Tidak heran, orang Indonesia sejatinya jauh lebih mudah untuk menguasai bahasa asing jika memang punya motivasi tinggi untuk menguasai bahasa tersebut.Â
Mereka yang sudah menguasai dua bahasa sejak kecil memiliki kecendrungan lebih cepat beradaptasi dengan bahasa ketiga, keempat atau kelima. Terlepas dari kemungkinan mempertahankannya dalam waktu lama saat dewasa.Â
Perlu diingat, belajar bahasa asing di waktu kecil efeknya tidak sama dengan orang dewasa. Hal ini disebabkan ada bagian otak yang memang berfungsi dominan untuk menangkap aksen.
Orang dewasa tidak lagi memilik keistimewaan layaknya anak kecil yang belajar bahasa. Makanya, anak kecil lebih cepat menguasai bahasa asing dibandingkan orang dewasa.Â
Meskipun demikian, kemampuan berbahasa di waktu kecil tidak lantas menjamin seseorang mampu menyimpan apa yang sudah dikuasai sampai dewasa.Â
Banyak anak kecil yang pernah belajar bahasa Inggris di negara berbahasa Inggris, namun ketika kembali ke Indonesia gagal mempertahankan kemampuan berbahasa mereka.Â
Tentu banyak faktor yang mempengaruhi hilangnya kemampuan berbahasa asing seseorang. Jarang menggunakannya dan tidak lagi aktif menerima input membuat otak menghapus apa yang sudah perah disimpan secara perlahan.