Negara kerap disandingkan dengan budaya yang melekat di dalamnya. Di Jepang misalnya, nilai kebersihan dan disiplin sangat mudah tergambarkan oleh individu warga negara.Â
Etos kerja warga Jepang pun tidak diragukan. Mereka sangat produktif dalam bekerja. Tidak heran, istilah dalam bahasa Jepang seperti Kaizen memberi ilustrasi tentang bagaimana pola pikir mereka.
Namun, di balik etos kerja yang sangat tinggi, Jepang juga dikenal dengan tingkat bunuh diri tertinggi pula. Budaya malu yang melekat pada masyarakat Jepang memberi dua sisi kehidupan dalam koteks budaya.
Tulisan ini sebenarnya muncul dari satu pertanyaan yang diajukan ke saya oleh seorang kakek yang sedang menjemput cucunya di sekolah.
"Kenapa orang Jepang bisa disiplin dan sangat bersih?"
Itulah pertanyaan yang ditimpakan ke saya. Sontak, saya mengeluarkan satu kata, "BUDAYA"
Lalu, diskusi panjang terjadi di selah-selah waktu kosong sambil menunggu buah hati.Â
Saya menyadari bahwa Jepang memang terkenal dengan budaya disiplin. Apakah kebersihan merupakan produk budaya? sekilas tergambarkan demikian. Jika masyarakat Jepang tidak disiplin, mungkin negara mereka tidak dikenal dengan kebersihan.
Ketika dulu belajar di Taipei, saya juga menyaksikan bagaimana masyarakat disana sangat disiplin dalam hal kebersihan. Mobil sampah yang datang tinggal membunyikan sirine khasnya, lalu masyarakat sekitar datang mengantarkan sampah satu persatu untuk dipungut petugas.
Taiwan secara tidak langsung merefleksikan nilai kedisiplinan yang sama layaknya masyarakat Jepang. Saat berkeliling di kota Taipei, sangat jarang saya menemukan tong sampah dalam jarak dekat.Â
Ajaibnya, tidak ada sampah yang bertebaran di jalan-jalan. Semua terlihat bersih dan begitu teratur. Saya takjub! ini karena disiplin yang melekat pada budaya. Ada rasa malu ketika membuang sampah sembarangan. Jadi, ini bukan tanggung jawab kolektif, tapi individu.
"Kenapa orang Indonesia tidak bisa disiplin" ? pertanyaan kedua dilontarkan sang kakek.
Waduh, saya melihat jam dan berharap anak-anak segera keluar agar tidak larut panjang dalam diskusi ini.Â
"KULTUR" ujar saya kepada sang kakek.
"Tapi orang Indonesia bisa disiplin di negara orang" balasnya mendebat argumen saya.Â
Dalam batin saya berkata, pasti bakalan panjang pembahasannya. Semoga bel segera berbunyi. hehe.
Saya kembali berargumen bahwa itu benar, orang Indonesia memang bisa disiplin di negara orang, tapi sulit konsisten di negara sendiri. Ini membuktikan bahwa kedisiplinan tidak bisa diterapkan tanpa aturan yang tegas dan benar-benar dijalankan.
Jepang bisa sebersih itu karena peraturan dan kebijakan dijalankan dan dipatuhi. Intinya, pemerintah benar-benar menjalankan aturan tanpa membeda-bedakan pelaku. Siapa saja harus dihukum jika melanggar.Â
Bagaimana dengan Indonesia? kita tahu kepada siapa hukum berpihak. Membangun kedisiplinan di Indonesia bukan sesuatu yang mudah. Aturan kerap hanya maklumat tertulis yang tidak memberi efek jera pada pelaku.
Maka tidak heran, sampah dibuang di sungai, di sudut jalan, atau di got karena kesadaran untuk menjaga kebersihan belum terbentuk pada semua individu. Terlebih lagi, nilai kebersihan tidak dibangun dari nilai kedisiplinan dalam keluarga.Â
Nah, dengan nilai kediplinan yang tinggi, lantas kenapa masyarakat Jepang mudah untuk bunuh diri?
Di Jepang, kasus bunuh diri pada tahun 2022 mencapai angka 22 ribu, meningkat 4% dari tahun sebelumnya. Faktor ekonomi berada di urutan ketiga.Â
Uniknya, sejak 1980 kasus bunuh diri pada anak sekolah terekam meningkat. Disinyalir, pola hidup masyarakat Jepang yang tidak aktif berbaur menyebabkan mereka sangat sedikit menghabiskan waktu untuk bercakap-cakap antar sesama.
Walaupun secara data, masalah kesehatan menjadi penyebab utama kasus bunuh diri di Jepang. Kesendirian dan tuntutan hidup yang semakin berat, membuat mereka lebih gampang stres.
Berbeda dengan Indonesia yang sangat aktif berbaur dalam masyarakat, dorongan bunuh diri di Indonesia jelas berbeda. Artinya, Jepang dengan etos kerja tinggi tidak serta merta membawa efek positif 100% dalam hidup.
Indonesia yang boleh jadi tidak terlalu disiplin dalam hal kerja memiliki sisi keakraban yang jauh lebih tinggi dari Jepang. Budaya gotong royong dan saling menolong memberi gambaran utuh akan nilai yang dianut oleh keseluruhan masyarakat Indonesia.Â
Ya, nilai disiplin di Indonesia memang belum sepenuhnya berhasil diterapkan oleh individu. Nilai hidup dalam keluarga yang diwariskan ke anak menjadi tolak ukur kedisiplinan yang dibawa serta dalam lini kehidupan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H