Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kapal yang Tenggelam

29 Juli 2023   10:20 Diperbarui: 29 Juli 2023   10:34 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kapal yang tenggelam|freepik.com

Di dunia ini setiap orang punya pilihan. Setiap pilihan memiliki konsekuensi tersendiri. Hal kecil sekalipun, jika dirutinkan, akan membuahkan hasil. 

Apakah mereka yang pintar lebih unggul dari orang yang konsisten?

Coba amati orang-orang di sekitar kita. Perhatikan bagaimana perilaku orang pintar dan bandingkan dengan mereka yang konsisten melakukan hal-hal kecil. 

Orang pintar bisa jadi cepat puas dengan apa yang sudah mereka raih, sehingga kemungkinan untuk berusaha lebih terperangkap dalam pola pikir yang menjatuhkan.

Tentu saja ini tidak berlaku pada semua orang pintar!

Saya hanya ingin memberi contoh bagaimana efek konsistensi pada seseorang. Mereka yang konsisten melakukan hal-hal kecil akan perlahan mengungguli orang-orang pintar.

Konsisten adalah kemampuan melakukan satu hal terus menerus dengan disiplin diri yang tinggi. Misalnya, kita ambil contoh sederhana, MENULIS.

Walaupun secara katagori menulis di Kompasiana ditentukan oleh poin yang dicapai, konsisten menulis setiap hari memberi dampak positif lebih besar.

Makanya, ada penulis yang baru bergabung di Kompasiana bisa meraih poin lebih besar karena konsisten menulis 2-3 artikel per hari. Kita tentunya sedang tidak berbicara tentang bobot tulisan, tapi lebih pada kemauan untuk menulis setiap hari, terlepas dari jenis tulisan yang dhasilkan.

Kualitas itu bisa diperbaiki perlahan hari demi hari dengan konsisten menulis. Tanpa disiplin yang kuat, tentu saja seseorang tidak mampu membangun konsistensi.

Apakah di Kompasiana tidak ada orang pintar? BANYAK! saya sangat yakin.

Tapi, ketika berbicara konsisten menulis, kepintaran bukanlah variabel yang penting. Untuk menjadi orang pintar, ada tahapan yang dilalui, yaitu dengan belajar.

Pertanyaannya, adakah orang yang berhasil pintar dengan bermalas-malasan?  saya rasa hampir mustahil! Walaupun untuk menjadi pintar kita tidak harus ke sekolah, konsisten untuk belajar secara mandiri adalah kunci utama. 

Sekarang, coba kita lihat dalam konteks bisnis, siapa yang lebih berani mengambil resiko, orang pintar atau orang yang konsisten?

Para pelaku usaha, sebagian besarnya, berasal dari golongan yang tidak berpendidikan. Secara formal mereka memang tidak mengenyam pendidikan formal, tapi pada kenyataannya mereka lebih unggul ketika berbisnis.

Orang pintar seringkali berpikir melampaui akal sehatnya, sehingga mereka banyak menganalisa namun tidak berani mengambil resiko. Akhirnya, secara teori mereka memang 'benar', akan tetapi tidak lebih unggul dari mereka yang berani mengambil tindakan.

Dari banyak buku berlebel New York Times Best-Selling Author, saya menemui satu kesamaan dari hampir semua penulis. Mereka yang berhasil membangun perusahaan besar adalah orang-orang tanpa gelar sarjana, bahkan tidak pernah menamatkan sekolah.

Di balik semua keberhasilan yang berhasil diraih, disiplin diri yang kuat dengan konsisten belajar dari pengalaman adalah sebuah proses pembelajaran.

Maknanya, jika orang pintar lebih memahami teori dari banyak buku, mereka yang terjun langsung ke lapangan lebih menguasai kasus demi kasus dalam konteks berbeda. 

Jadi, kepintaran seseorang dari hasil pendidikan formal tidak serta merta menjadikan mereka orang sukses. Bahkan, di banyak kasus, mereka berada pada level bawah karena condong berada di titik aman.

Sebagai contoh, tidak sedikit profesor yang secara gelar akademik berada di level teratas, namun pada praktiknya jauh tertinggal dari orang-orang yang berkontribusi langsung di lapangan. 

Guru honorer sebagai contoh, mereka jauh lebih memahami konteks permasalahan di lapangan ketimbang orang-orang yang hanya berjibaku pada teori-teori pendidikan berlandaskan buku. 

Dalam hal teori memang mereka unggul, tapi secara kontribusi belum tentu. Apalagi, banyak profesor-profesor yang sebenarnya hanya mengejar gelar akademik untuk tujuan tunjangan.

Belum lagi hasil tulisan yang kadangkala berasal dari karya orang lain. Ya, begitulah realitanya. Orang-orang yang konsisten dalam satu hal dengan disiplin diri yang kuat akan jauh lebih unggul dari orang pintar sekalipun. 

Oleh karena itu, jangan cepat puas dengan ilmu yang dimiliki. Dari setiap tindakan ada hasil akhir yang didapat. Hal-hal simpel yang diulangi terus menerus secara konsisten akan membuahkan hasil besar di kemudian hari.

Jangan tertipu dengan cara instan yang seringkali hanya ilusi semata. Cara pintas atau pintu belakang memberi kepuasaan sesaat tapi penyesalan seuumur hidup.

Ada yang ingin cepat kaya, lalu memilih jalan pintas dengan berlaku curang. Pada suatu masa, perilaku curang akan terbongkar dan tumpukan kekayaan lenyap seketika. 

Ada yang mau cepat naik jabatan, lalu memanipulasi karya. Gelar didapat dan tunjangan diperoleh. Tapi ingat, suatu ketika kebenaran akan menerangi kecurangan. 

Ada yang ingin tenar, lalu membuat sensasi tanpa pikir panjang. Alhasil, kepercayaan orang hilang akan dirinya karena sebab perilaku diluar kewajaran.

Semua tindakan ada konsekuensi. Semua hasil akhir ditentukan oleh sebuah keputusan. Setiap keputusan akan melahirkan kemenangan atau penyesalan.

Cara instan dan jalan pintas terbuka lebar, mudah untuk dilakukan. Tapi ingat, yang mudah didapat akan mudah dilepaskan. Konsisten pada kebenaran itu sulit, apalagi hasilnya itu tidak instan. Konsisten untuk belajar itu tidak mudah, karena menuntut kesabaran tinggi.

Seorang pendaki tidak bisa mencapai puncak dengan tidak bergerak. Setiap usaha menentukan hasil, walaupun cara orang berjuang bisa berbeda-beda, namun tujuan tetap sama. 

Konsisten pada hal-hal kecil merupakan pintu untuk meraih sesuatu yang besar. Cara instan sering membutakan hati dan menyesatkan nalar. 

Sebuah kapal bisa melewati gelombang yang besar bukan karena ukurannya, melainkan rentetan proses mengarungi lautan. Seorang nahkoda kapal boleh saja tinggi secara ilmu, namun tanpa pengalaman berlayar ia akan tenggelam dalam satu keputusan instan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun