Pagi ini saya menambah wawasan tentang peran Artificial Intelligence (AI) dalam dunia pendidikan. Saya menonton kanal YouTube milik Helmy Yahya yang menghadirkan bintang tamu muda asal Indonesia tamatan Standford University, California, AS.
Anak muda ini bernama Davyn dan baru berumur 22 tahun. Dalam diskusinya dengan Helmy Yahya selama 43 menit, saya bisa menangkap bagaimana kemungkinan AI mempercepat kerja guru, jika dipergunakan dengan tepat dan bijaksana.Â
Pada kenyataannya, banyak yang juga khawatir jika AI akan mengambil alih peran guru dan dampak negatif diprediksi lebih besar. Tentu saja itu benar, tergantung dari sisi mana kita melihat dan opini mana yang menjadi landasan berpijak.Â
AI yang dikenal dengan kecerdasan buatan memiliki sisi positif yang perlu dipahami cara kerjanya. Misalnya, pemanfaatan AI sangat mungkin diaplikasikan dalam hal percepatan penguasaan materi bagi siswa dan juga pemangkasan biaya pendidikan.
Kita sadari bahwa Indonesia berada di urutan 6 terbawah merujuk pada skor Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2018. Penilaian PISA ini menitikberatkan pada tiga hal, yaitu Matematika, Membaca dan Sains.Â
Dari hasil PISA 2018, nilai rata-rata kemampuan membaca siswa Indonesia menurun ke angka 371. Padahal, nilai rata-rata membaca siswa Indonesia berada di angka 402 pada hasil skor PISA tahun 2009.
Berdasarkan penilaian Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), Kelemahan pada bidang membaca terjadi pada kemampuan menyatukan kalimat harfiah pada jenis teks yang panjang dan membuat kesimpulan sederhana.Â
Setidaknya, menurut OEDC ada 27% siswa Indonesia berada pada tingkat kompetensi B1, dimana pada level ini siswa hanya mampu menyelesaikan jenis teks termudah dengan mengambil kesimpulan sederhana dari sebuah teks umum.
Jika kita melihat fakta di lapangan, skor hasil membaca ini boleh dikatakan relevan dengan konteks saat ini. Contoh terkecil adalah betapa mudahnya berita HOAXS tersebar karena kemampuan membaca yang masih sangat rendah di kalangan remaja aktif di media sosial, terkhusus pada kemampuan mengambil kesimpulan.Â
Pemanfaatan AI di Dunia Pendidikan
Beberapa tahun ke depan, dunia pendidikan akan mengalami turbulensi. Kehadiran AI di banyak sektor semestinya tidak dipahami sebagai musuh yang perlu dihindari.
Ketika COVID 19 melanda dunia, istilah learning loss muncul ke permukaan. Penelitian membuktikan bahwa siswa di dunia kehilangan kesempatan belajar akibat pemberhentiaan proses belajar mengajar.
Akibatnya, daya tangkap siswa menurun dan kemampuan memahami materi juga memburuk. Jelas ini bukan tanpa alasan, waktu jeda belajar yang telalu lama membuat otak lebih sulit menghubungkan materi lama dan materi baru.
Hal yang sama sebenarnya terjadi di proses belajar mengajar secara normal. Banyak guru yang mungkin tidak menyadari bahwa efektifitas dan efisiensi belajar sangat ditentukan oleh cara mengajar dan pola belajar.
Sebagai contoh, di banyak sekolah proses belajar mengajar masih mengarahkan siswa untuk mengerjakan latihan secara mandiri, atau mudah dipahami dengan sistem textbook oriented. Artinya, guru menugaskan siswa untuk mengerjakan latihan dalam kurun waktu tertentu.
Pola ini membuat proses belajar tidak efektif karena siswa hanya sekedar menghabiskan waktu. Selain itu, output dari tugas seringkali tidak diserap siswa dengan efisien. Ringkasnya, guru tidak mengarahkan siswa untuk mampu menganalisa soal dan menganalisa kendala yang mungkin dihadapi siswa saat mengerjakan tipe soal tertentu.
Alhasil, persentase proses belajar mengajar yang efektif boleh jadi masih sangat kurang. Efektif disini bermakna siswa benar-benar mendapat manfaat dari kehadiran di dalam kelas selama berinteraksi dengan guru berbeda.
Jadi, inti dari pendidikan adalah bukan sekedar hadir ke sekolah dan di kemudian hari menerima rapor. Lebih jauh dari itu, pertanyaan yang harus diajukan adalah, apa yang didapat siswa dari total waktu yang dihabiskan di sekolah setiap hari?
Learning loss adalah ancaman serius dalam lingkup pendidikan dewasa ini. Terlebih saat pengaruh smartphone yang mencuri waktu belajar siswa di dalam ruang kelas. Tingkat fokus dan konsentrasi belajar siswa menurun dan pemahaman materi belajar semakin memburuk.
Lalu, bagaimana peran AI untuk menunjang efisiensi belajar di sekolah?
Dalam konteks pendidikan, AI sangat mungkin mempercepat proses belajar dengan memangkas materi yang tidak relevan dikaitkan dengan kebutuhan lapangan kerja.Â
Misalnya, algoritma AI bisa didesain untuk menciptakan materi ajar yang jauh lebih singkat dan padat secara isi. Ini bermakna, proses belajar mengajar tidak lagi hanya sekedar duduk berjam-jam di ruang kelas tanpa target.
Intinya, bagaimana pemahaman siswa akan materi belajar ditingkatkan, dianalisa dan disingkronisasi dengan kebutuhan pada sektor tertentu.Â
Penggunaan AI untuk persiapan bahan ajar dapat mempermudah guru untuk fokus pada efektifitas pengajaran. Guru tidak lagi menyibukkan diri pada hal yang bersifat administratif, namun berpikir untuk menyederhanakan bahan ajar dan mempermudah siswa untuk menyerap materi.
Dalam konteks literasi, bagaimana seorang guru mampu menghadirkan proses belajar yang jauh lebih menyenangkan pada setiap siswa. Untuk itu, AI bisa digunakan untuk mencari solusi pasti akan ketimpangan kemampuan membaca di kalangan siswa.
Karena AI dapat membaca data dan menganalisa kompleksitas masalah, materi ajar cukup difokuskan pada hal-hal yang relevan saja. Cara ini bukan hanya mempercepat kinerja guru untuk persiapan belajar mengajar, namun juga penggunaan materi ajar bervariasi untuk peningkatan pemahaman siswa.
Siswa bisa dikelompokkan berdasarkan level literasi yang dikuasai, kemudian diarahkan untuk membangun kemampuan membaca secara bertahap dengan jenis materi bacaan yang terlebih dahulu dikalkulasi, dianalisa, lalu disesuaikan.
Selanjutnya, guru secara berkala meninjau dan memantau sejauh mana efektifitas materi pada kemampuan literasi siswa. Ringkasnya, tujuan belajar bukan sekedar penilaian angka, tapi fokus pada output berupa kemampuan berpikir kritis dan lugas.Â
AI untuk Pendidikan Lebih Murah
Tidak dapat dipungkiri bahwa biaya pendidikan saat ini jauh lebih tinggi ketimbang 10 tahun yang lalu. Akses pendidikan berkualitas hanya terbuka bagi mereka yang mampu.
Kehadiran AI memungkinkan akses pendidikan terbuka lebar bagi siapa saja. Sekolah tidak lagi menjadi gerbang utama masuknya ilmu ke otak siswa.
Menurut Davyn yang juga CEO MASA AI sebagai perusahaan solusi AI pertama  di Indonesia, biaya pendidikan bisa dipangkas di bawah kendali AI.Â
Misalnya, bagi siswa yang sedang mempersiapkan ujian tertentu, mereka tidak perlu lagi terikat pada Bimbingan Belajar (BIMBEL) untuk pendalaman materi.Â
Kedepan, dengan peran AI, materi belajar bisa diselaraskan dan dibuat sesederhana mungkin merujuk pada tipe ujian. Oleh karenanya, efisiensi belajar mampu dikalkulasi dan ditingkatkan dalam waktu yang relatif singkat.
Secara teori, belajar 3 tahun di sekolah untuk pemahaman materi yang banyak tidak efisien secara output. Pemanfaatan AI dapat memangkas waktu belajar dan jenis bahan belajar dengan pemahaman lebih baik.
Sederhananya, buat apa menghabiskan waktu 6 tahun di bangku SMP dan SMA, namun secara kualitas output keilmuan tidak lebih baik dari mereka yang tidak bersekolah.
Ini bukan bermakna aktivitas belajar di sekolah tidak bermakna, namun bagaimana keefektifan belajar dan produktifitas keilmuan tidak lagi diukur dari selembar ijazah di sekolah.
Dalam konteks persiapan ujian, peran AI bukan hanya mempersingkat durasi belajar tapi juga mengeliminasi materi belajar yang tidak relevan dan menurunkan tingkat stres siswa ketika berhadapan dengan jenis ujian yang relatif sulit.
Jika waktu belajar bisa dipersingkat dan materi belajar fokus pada inti saja, bukankah biaya BIMBEL jauh lebih murah kedepannya. Satu hal lagi, waktu belajar dan tempat belajar tidak lagi tersekat ruangan dan jadwal guru.
Siswa dimana saja tinggal membuat akun virtual yang didalamnya sudah ditanamkan AI. Lalu, mereka diarahkan untu memasukkan data pribadi dan menjawab pertanyaan dengan jujur.
Kemudian, AI akan menganalisa tingkat kemampuan siswa dan memberi saran durasi belajar dan materi yang relevan. Biaya belajar sangat mungkin disesuaikan dengan kebutuhan siswa.Â
Berikutnya, siswa menyesuaikan waktu belajar dan mengikuti proses belajar dengan komunikasi dua arah. Siswa dapat secara langsung belajar memahami materi yang diperlukan dan mencari solusi tepat sasaran saat menghadapi kendala.
Nah, kehadiran AI sebaiknya dimanfaatkan untuk membantu guru menyederhanakan materi ajar dan menganalisa solusi akan proses belajar yang lebih efektif terfokus pada output.
Mekanisme belajar sudah seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan dan kompleksitas dunia kerja. Jika AI diibaratkan sebuah jembatan, maka peran AI jelas mengarahkan akses dan output anak didik yang lebih unggul.
Guru sampai kapan pun tidak dapat digantikan oleh mesin, namun dengan AI guru mampu menghasilkan proses pembelajaran yang terfokus pada target akurat.
Peran guru akan lebih bermakna untuk membangun kesadaran peserta didik akan kegunaan ilmu. Guru yang mampu menghadirkan kenyamanan belajar akan mampu menghasilkan output terbaik.Â
Kesan belajar akan menetap lama dalam memori siswa dan kenangan belajar bersama guru tidak akan bisa digantikan oleh AI. Â
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H