Toko minuman dan makanan bertebaran dimana-mana. Ragam jenis makanan dan minuman menjadi konsumsi remaja dan anak muda. Sebaliknya, rentetan toko buku tutup menjadi kabar menyedihkan.
Apakah nafsu makan generasi sekarang lebih besar dari hasrat membaca?
Pengaruh E-Book
Munculnya E-book menawarkan cara baru menikmati buku. Selain lebih murah, mengoleksi E-book juga lebih efisien dalam banyak hal. Kalau buku versi hardcopy membutuhkan lemari penyimpan, membeli buku versi E-book tidak begitu merepotkan.
Bagi sebagian orang, menyimpan ratusan koleksi buku via smartphone atau gadget jauh lebih memudahkan saat berpergian. Pastinya, hal ini tidak berlaku bagi semua orang.
Tanpa kita sadari, kemudahan yang ditawarkan banyak aplikasi membawa efek negatif bagi banyak toko buku. Faktanya, satu per satu toko buku tutup karena banyak orang mulai berlaih pada E-book.
Tidak ada yang salah dengan hadirnya teknologi. Disatu sisi banyak hal lebih mudah, akan tetapi pengalaman menikmati buku juga berubah dengan cepat.
Saya sendiri juga menikmati buku E-book saat berpindah dari satu lokasi ke lokasi lain. Namun, saya menyadari keberadaan buku fisik jauh lebih berkesan dan membawa pengalaman membaca lebih jauh.
Membaca via gadget atau laptop terkadang memiliki keterbatasan tersendiri. Contohnya, sensasi membalikkan halaman buku tidak bisa dinikmati, belum lagi aroma kertas yang meninggalkan kesan pada memori.
Singkatnya, buku fisik selayaknya tidak semuanya berubah ke format E-book. Menikmati membaca sambil memegang buku jelas tidak sama seperti memegang gadget.Â
Inovasi Toko Buku
Sudah saatnya toko buku memberikan kesan berbeda pada pengunjung. Tanpa inovasi dan adaptasi dengan perubahan arus informasi, toko buku tidak mustahil tenggelam dikerus zaman.Â
Kita melihat bagaimana teknologi memberi dampak pada banyak aspek kehidupan. Pola makan, minum dan interaksi fisik berubah drastis sejak hadirnya smartphone.Â
Bagaimana dengan toko buku?
Tidak banyak toko buku yang berani total berinovasi. Akibatnya, berjualan buku tidak lagi menjadi pekerjaan menjanjikan.Â
Toko buku besar seperti Gramedia adalah contoh pengecualian. Selain faktor investasi besar, inovasi berbelanja buku menjadi aspek penunjang kenapa Gramedia masih bertahan.
Sayangnya, tidak semua toko buku mampu berinovasi karena dana terbatas dan ide yang mentok. Minat beli buku fisik yang semakin berkurang menjadikan profit anjlok bagi sebagian toko buku.
Lantas, mungkinkah toko buku bertahan dibawah gempuran gaya hidup saat ini?
Strategi penjualan buku hendaknya dirubah mengikuti gaya hidup. Misalnya, toko buku bisa mengubah konsep toko memadukan kesan membeli buku sambil menikmati makanan dan minuman.
Contoh lain adalah dengan membangun kerjasama antar jenis toko berbeda. Toko buku yang identik dengan rak dan ruang berjalan yang sempit bisa didesain berbeda sejalan perkembangan tren gaya hidup.
Memadukan konsep berbelanja buku sambil santai dengan menikmati minuman kekinian bisa menjadi alternatif.Â
Jadi, ruangan dan penempatan buku mungkin saja tidak semuanya dipajang dengan rak besar. Ruang terbuka disertai taman kecil menjadi daya tarik pengunjung yang ingin melepas penat sambil mencari buku baru.
Toko buku juga perlu menghadirkan jenis buku yag lebih up to date. Sebagai pendukung, sertakan website untuk memajang jenis buku beserta harga kepada calon pembeli.
Jika perlu, berikan doorprize menarik setiap bulannya bagi pengunjung yang beruntung. doorprize boleh saja berupa buku berbentuk E-book atau buku fisik yang tidak lagi berada di daftar pencarian.
Nah, toko buku juga harus pandai-pandai menggaet kaum ibu-ibu yang rajin membawa anak. Berikan hadiah berupa balon atau mainan bagi pengunjung yang membawa anak. Bukankah itu tidak memerlukan modal besar?
Intinya, berikan kesan menarik ketika orang datang berbelanja buku. Khusus untuk buku anak, rajin-rajinlah memberi paket gratis bagi pengnjung yang rutin berbelanja buku anak.
Dengan gaya jualan buku yang menarik bagi anak-anak, otomatis lebih banyak orang tua yang datang membawa anak. Jika kesan yang membekas berakhir positif, profit toko buku juga meningkat perlahan.Â
Cobalah mengubah konsep tema buku, target pasar dan mekanisme jualan dengan pendekatan ramah anak. Terkadang, orang malas berkunjung bukan karena koleksi buku yang terbatas, tapi karena senyuman penjual yang terkesan begitu mahal.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI