Kasus korupsi Menkominfo yang kini sedang ditangani negara menyisakan banyak misteri. Sesuatu yang seharusnya tidak terjadi malah memperkeruh keadaan. Uniknya lagi, Menkominfo tersangka menjadi guyonan publik dimana-mana.
Indonesia memang dikenal dengan kasus korupsi. Setiap tahun, ada saja wajah baru yang menghiasi televisi karena dugaan korupsi. Wajah boleh berganti, tapi penyelewengan dana negara masih sangat mudah terjadi.
Korupsi tumbuh subur di Indonesia
Kalau boleh berkata jujur, kasus demi kasus berkaitan dengan korupsi hanya perkara siapa dan dimana. Tidak heran, masyarakat sudah menjadikan kasus korupsi sebagai candaan sehari-hari.
Makanya, pergantian menteri identik dengan permasalahan. Jika di negara lain seorang menteri mundur karena tidak sanggup, di Indonesia posisi menteri mudah menjadi lahan basah yang bisa menjerat siapa saja.
Seharusnya seorang menteri yang diamanahkan sebuah posisi memiliki integritas dan kapasitas. Presiden boleh saja menunjuk perwakilan partai, namun selidiki latar belakang sebelum menduduki jabatan penting.
Artinya, seseorang yang kemungkinan layak mengisi posisi kosong harus siap secara kapasitas dan mampu menjaga integritas. Jadi, ini bukan hanya perkara tunjuk menunjuk.
Jika perlu, calon menteri yang dicalonkan harus mengikuti fit and proper test secara terbuka. Misalnya, ada tiga calon kuat mewakili partai tertentu, buka nama ke publik dan wajibkan kandidat untuk memaparkan visi misi ke publik.
Intinya, pergantian menteri jangan sampai terkesan sebagai 'balas budi'. Artinya, siapapun orangnya harus melalui tahap seleksi, uji kelayakan, dan uji visi dan misi.
Unsur balas budi menyebabkan korupsi merajalela di Indonesia. Bangku kosong tidak seharusnya dipercayakan pada mereka yang tidak amanah. Â Walaupun secara kemampuan layak, bukan berarti siap mengisi kekosongan.
Menteri harus memiliki visi yang jelas dan terarah. Misalnya, Menkominfo memiliki target jelas dalam satu tahun ke depan. Apa saja contohnya? akses jaringan internet terhubung ke seluruh desa, keamanan internet terjamin, biaya akses internet termurah di Asia.Â
Kenapa target harus jelas? karena Indonesia ini luas dan harus terhubung dengan target cepat. Kalau tender proyek BTS 4G saja bisa dengan mudah dikorupsi, gimana mau terhubung cepat?
Makanya, jabatan menteri jangan dipergunakan untuk uji coba. Calon-calon menteri seharusnya diisi orang cerdas, terbukti secara kapasitas, dan siap memimpin dengan intergritas.
Dimana dan bagaimana cara mendapatkan calon cerdas? ya, seleksi dengan ketat dan jangan pakai sistem tunjuk. Buka secara terang terangan ke publik siapa saja calon, latar belakang, dan sediakan ruang untuk memaparkan visi misi.
Masyarakat sekarang sudah cerdas menilai. Ruang publik memang seharusnya dipergunakan untuk transfer informasi. Stasiun televisi perlu disponsori untuk menyebarluaskan kecerdasan berupa uji kelayakan visi misi calon menteri.
Siapa pun berhak menyalonkan diri, terlepas latar belakang partai politik atau kepakaran. Kalau tidak seperti ini, maka sulit menebak kemana arah kemajuan bernegara. Bukankah akses informasi harus terbuka?
Mempersempit arus korupsi
Apapun jabatannya, semua posisi rawan terjadi korupsi. Apalagi, dengan sistem tender milyaran atau bahkan trilyunan, niat buruk mudah hinggap pasa siapa saja.
Mengubah sistem tender secara terbuka mungkin saja bisa mempersempit niat pelaku. Misalnya, semua proyek berupa tender wajib dipublikasi ke publik selama 1-2 minggu pada website kementerian terkait, lalu biarkan publik menilai.
Berikan waktu 1-2 minggu bagi publik untuk meninjau, menganalisa, dan memberi saran. Pada tahap selanjutnya, saran dan pendapat bermanfaat dipertimbangkan oleh tim ahli kementerian sebelum keputusan akhir dibuat.
Intinya, proses tender uang negara jangan dibuat tertutup untuk kalangan kementerian saja. Publik harus dibuat cerdas dengan keterbukaan informasi. Di luar sana, ada anak bangsa yang cerdas dan mampu menganalisa. Manfaatkan teknologi untuk kemajuan bangsa secara terukur dan efisien.
Arus korupsi akan tetap mengalir deras manakala sistem informasi sengaja ditutup. Kalau publik sudah memiliki akses untuk melihat kerja para menteri, bukankah akan jelas terlihat mana yang pintar dan mana yang punya kapasitas bekerja?
Pertanyaannya, beranikah Kominfo membuka akses informasi ke publik ? jika tidak, berarti ada sesuatu yang disembunyikan dengan tujuan-tujuan tertentu.
Kalau negara tidak punya uang untuk membiayai pendidikan setiap warga negara, maka cara paling simpel adalah membuka ruang bagi publik untuk mengakses informasi yang baik-baik.
Cara untuk cerdas jangan ditutupi, tapi dibuka selebar-lebarnya. Menkominfo harus cerdas bekerja untuk kepentingan rakyat, bukan mempersempit informasi yang selayaknya perlu dikonsumsi.
Kalau korupsi sudah sewajarnya dipublikasi, bukan ditutupi. Apakah mungkin jaringan internet dinikmati masyarakat pelosok dengan infrastruktur BTS yang cacat? ya, tanyakan saja kominfo.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H