Isu kondisi jalan yang parah menyebabkan gangguan pada banyak aspek. Di tingkat masyarakat, kehilangan nyawa sudah sering terjadi. Bahkan, demi mengingatkan yang lain, batang pisang ada yang sampai berbuah tumbuh di lobang jalan.
Saya mencoba berpikir serius dalam konteks bisnis. Jika saja jalan radius 3 kilometer memiliki 60 lobang, maka ada 60 batang pisang yang bisa tumbuh dan berbuah dengan sehat. Bukankah ini jalan pintas berbisbis dengan cermat?
Bayangkan saja. 1 tandan pisang bisa dihargai setidaknya 50 ribu. Artinya, dalam 3 km jalan rusak bisa diperoleh keuntungan 6 juta dari 60 tandan pisang. Menjanjikan, bukan?
Iya, itu jika ingin berpikir positif dan rasional. Bisa saja pejabat berpikir untuk memajukan kabupaten atau desa dengan konsep bisnis pisang dari lobang jalan. Hitung-hitung tidak perlu modal besar, kotoran lembu juga gratis di banyak sudut jalan.Â
Nah, sekarang coba kita berpikir negatif sedikit saja. Hitung-hitung untuk membantu pejabat juga.Â
Kalau saja setiap jalan provinsi, kabupaten, kota dan desa dibangun dengan asas manfaat dan saling menjaga, mungkinkan sumber dana berasal dari satu pintu?
Yang menjadi masalah di banyak tempat adalah saling tunjuk menunjuk tanggung jawab karena klasifikasi jalan yang berbeda. Artinya, saat jalan nasional rusak, ekspektasi perbaikan dari pusat.Â
Sayangnya, anggaran dari pusat tidak serta merta bisa diproses cepat. Ada rangkaian proses yang harus diikuti. Lalu, ketika jalan kabupaten rusak, anggaran daerah tidak mencukupi. Kemana harus dicari?Â
Dalam kasus seperti ini, haruskah menunggu kedatangan presiden dulu baru otak bekerja untuk mencari solusi?
Lucunya lagi, saat pejabat sudah kalang kabut memperbaiki jalan dengan harapan presiden merasa nyaman berkunjung, eh malah presidennya cari jalan rusak.Â
Apa yang terjadi setelahnya? tentu saja menjadi bahan candaan banyak orang. Ada yang menganggap kualitas pejabat bak tamatan SD.Â