Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Sepucuk Memori di Kampung Halaman

30 April 2023   18:19 Diperbarui: 30 April 2023   18:24 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memori masih kecil perlahan menuju sebuah gubuk kecil kawasan persawahan. Disana terdapat sebuah kolam yang ditempati banyak ikan. Ya, sekitar 25 tahun yang lalu saat ikan masih bebas bermain di persawahan, suasana kampung halaman begitu mengasikkan.

Teringat ketika masa liburan sekolah, orang tua membawa kami ke kampung halaman. Pada masa tanam padi, kami terbiasa untuk ikut ke pematang sawah menikmati segarnya udara dan kebebasan bermain.

Pancingan yang terbuat dari batang kedondong sengaja disiapkan. Ikan-ikan gabus sangat mudah terdeteksi di dalam sawah. Anak-anak di perkampungan memang terkenal lihai memancing ikan saat musim tanam datang. 

Sebuah gubuk kecil yang dipakai untuk tempat peristirahatan petani, di sampingnya mudah ditemukan kolam berukuran kecil. Disana, kami saling bertukar pancingan untuk mencoba keberuntungan.

Ikan-ikan masa itu sangat bebas bermain. Habitatnya hampir merata di penjuru sawah.  Pemakaian pupuk pertanian tidak sampai membuat ikan teler dan malas menyapa. 

Terkadang, pancing-pancing sengaja ditancapkan di pematang sawah. Keesokan harinya, puluhan ikan siap dipanen untuk dimasak menggunakan minyak kelapa. 

Minyak sawit kala itu belum menyapa penduduk di perkampungan. Kelapa tua diproses sehingga menghasilkan minyak kelapa murni yang sehat dikonsumsi. 

Penyakit diabetes dan asam urat tidak pernah terdengar, apalagi kanker, stroke dan sejenisnya. Semua yang dikonsumsi hampir boleh dikatakan menyehatkan tubuh. Dari sayuran hingga buah segar hasil berkebun. 

Mobil pribadi masih masuk katagori kendaraan mewah. Sepeda motor pun hanya beberapa saja. Akhirnya, berjalan kaki menjadi sebuah kebiasaan penduduk kampung ketika saling mengunjungi. 

Suasana kampung halaman begitu indah dan tentram. Kelapa muda segar masih bebas dipetik di pekarangan rumah. Hampir tidak ada orang yang menjual kelapa muda saat itu. Jika mau, ya tinggal petik saja sepuasnya.

Nenek memiliki mesin penggilingan padi yang lumayan besar. Seingat saya, hanya ada dua atau tiga penggilingan padi sekecamatan kala itu. Salah satu kegiatan yang paling menyenangkan adalah menjemput padi-padi penduduk ke rumah-rumah menggunakan mobil pickup. 

Melihat tumpukan karung padi di setiap rumah penduduk, menyaksikan satu per satu karung besar memenuhi bagian belakang mobil. Saya dan beberapa lainnya duduk di belakang dan mencium aromi padi yang masih segar di sepanjang perjalanan.

Proses penggilingan padi sampai menghasilkan beras menjadi tontonan masa kecil yang sangat memberi bekas. 

Keseruan menyaksikan sekam padi berterbangan menumpuk seperti gunung kecil sungguh tidak pernah bisa ditukar dengan permainan pada jenis smartphone manapun. 

Suasana kampung halaman kini sudah tak sama lagi. Ikan-ikan segar jarang dijumpai menghiasi persawahan. Mungkin mereka sudah terusik dan mulai mencari tempat tinggal baru yang lebih sehat.

Penyakit yang dulunya tak pernah didengar, kini menyapa penduduk. Keberadaan sepeda motor membuat pergerakan berkurang, ditambah pemakaian pupuk kimia dimana-mana. 

"kalau tidak pakai pupuk kimia, hasil panen berkurang" begitulah kepercayaan mayoritas. Entahlah! yang jelas serangan hama semakin beragam, membuat petani kalang kabut. 

Seingat saya, dulu para petani masih bermodal kepercayaan mengikuti tradisi bercocok tanam yang diwarisi turun temurun. Mungkin saja keberkahan sudah berkurang karena mahkluk hidup lain banyak yang tersiksa akibat keserakahan. 

Hasil alam sudah tidak lagi mencukupi kebutuhan atau kebutuhan yang sudah melampaui batas? sulit untuk menjawabnya! yang jelas, alam kelihatan tidak bersahabat lagi; cuaca bertambah panas, air mulai berkurang, sampai kasih sayang antar sesama pun perlahan menghilang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun