Jumat tadi khatib memberikan pesan tentang memaknai puasa. Tingkatan puasa itu ada tiga: Puasanya orang awam, puasanya orang khusus, dan terakhir, puasanya orang terkhusus.
Puasa Orang Awam
Puasa orang awam dimaknai dengan sekedar menahan lapar dan dahaga semata. Golongan ini termasuk golong paling besar dari tiga katagori di atas.Â
Bagi orang awam, pemahaman puasa hanya berkisar menghindari makan minum dan menjauhi yang membatalkan puasa, termasuk diantaranya menjaga kemaluan untuk tidak berhubungan badan bagi yang sudah bekeluarga.Â
Sayangnya, golongan ini jarang memerhatikan hasrat nafsu yang meraung dalam badan. Sehingga, banyak pahala puasa yang sirna begitu saja bersebab membicarakan orang lain, menyakiti, atau bahkan mendhalimi orang lain saat berpuasa.Â
Akhirnya, puasa hanyalah sekedar puasa. Inti dari puasa tidak didapat dan keutamaan berpuasa tidak dipahami dengan baik. Seringnya, pahala puasa lenyap begitu saja pada orang awam.
Alasan utamanya yaitu kekurangan ilmu tentang puasa dan cara berpuasa yang benar baik secara syariat ataupun hakikat.Â
Puasa Orang Khusus
Puasa pada golongan ini identik dengan menahan anggota tubuh berbuat maksiat. Anggota tubuh disini bermakna semuanya: mulut, hidung, mata, telinga, kaki, dll.
Intinya, jika orang awam hanya menghindari mulut agar tidak makan dan minum, golongan khusus benar-benar memperhatikan gerak gerik tubuh.Â
Menjaga tangan dari mengambil yang bukan haknya, menjaga kaki agar tidak melangkah ke tempat yang buruk, menutupi telinga agar tidak mendengar pembicaraan jelek, bahkan menjaga mata untuk tidak melihat yang dilarang.Â
Makna puasa pada golongan khusus tidak sekedar menahan lapar dan haus. Mereka mengutamakan untuk memelihara diri dari perbuatan yang dapat membatalkan puasa.
Golongan khusus ini adalah orang-orang shaleh yang berilmu. Ilmu yang mereka miliki menuntun mereka yang mampu berpuasa pada level yang berbeda dari orang awam.Â
Bagi orang shaleh, menu berbuka bukanlah hal penting, kenikmatan berpuasa mereka dapat dari menghindari diri dari segala macam maksiat apapun itu.Â
Puasa Orang Terkhusus
Untuk tingkatan paling atas ini levelnya sangat sulit. Kenapa? karena puasanya golongan ini bukan hanya menjaga lapar dan dahaga, menghindari maksiat, namun juga menjaga hati agar selaku terpaut dengan Allah.Â
Tidak sama seperti dua tingkatan sebelumnya, puasanya orang terkhusus lebih mengedepankan pada mengingat Allah dimana pun. Mereka, tidak terikat hati dengan dunia dan lebih memilih untuk selalu berzikir (mengingat) kepada Allah dalam keadaan apapun.
Sangat sedikit orang yang mampu bergerak pada level ini. Biasanya, mereka yang berhasil meraih tingkatan puasa pada level ini memiliki hati yang bersih dan pastinya mempunyai ilmu tentang cara berpuasa dengan benar, baik secara lahiriyah atau bathiniah.Â
Ya, kita mungkin bisa mengukur diri sudah pada level yang mana saat ini. Jawabannya ada pada diri kita masing-masing. Apakah masih sekedar berpuasa untuk menahan lapar, atau sudah pada tingkat kedua.
Alangkah lebih bijaksana jika kita setidaknya mencoba untuk masuk pada level kedua, yaitu membangun kebiasaan puasa dengan menjaga segala anggota tubuh dari perbuatan yang dapat menghilangkan pahala puasa.Â
Pahala puasa bisa saja hilang jika kita tidak memahami mana perbedaan antara yang membatalkan puasa dan yang menghilangkan puasa.Â
Saya masih teringat pesan khatib di atas mimbar tadi bahwa puasanya orang awam lebih mudah menghilangkan kadar pahala karena kurangnya ilmu tentang berpuasa.Â
Diantara yang bisa menghilangkan pahala puasa adalah, bergosip, melihat aurat lawan jenis, berasumsi buruk pada orang lain, dan juga berbuat dhalim dengan berkata-kata yang menyakitkan hati orang lain.
Semoga saja kita tidak masuk kedalamnya dan berusaha untuk untuk naik tingkatan menjadi golongan orang yang puasanya diterima oleh Allah, sekurang-kurangnya level puasanya orang khusus.Â
[Masykur]Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H