Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Memahami Konsep Proactive untuk Membangun Bisnis yang Kuat

20 Maret 2023   15:23 Diperbarui: 22 Maret 2023   11:04 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proactive dalam berbisnis | freepik.com

Sebuah perencanaan bisnis yang matang secara tidak langsung akan menjamin profit jangka panjang. Membangun bisnis haruslah tepat secara waktu dan akurat membaca pasar.

Dua hal ini saling bekerja beriringan. Mari kita ambil satu contoh sederhana. Jika di suatu tempat sedang dilaksanakan lari maraton, disana akan ada peluang bisnis.

Namun, sebuah peluang hanya mampu dibaca oleh orang yang jeli melihat keadaan. Misalnya, ada dua orang yang hendak menjual produk mereka. Si A berencana menjual donat dan si B memilih jualan jus jeruk manis. 

Kedua produk ini memiliki kemungkinan dibeli oleh para pelari. Meskipun demikian, jika berbicara dari sudut pandang keakuratan penjualan, maka jus jeruk manis mampu menghilangkan gerah pelari. 

Tapi, tunggu dulu! ada satu faktor lagi yang harus dipertimbangkan, yaitu waktu. Ketika berbicara tentang waktu, ini erat kaitannya dengan tempat. 

Menjual jus jeruk manis setelah para pelari lelah tentu lebih menyakinkan. Maknanya, tempat area berjualan juga harus benar-benar dianalisa lebih awal agar kemungkinan produk dibeli lebih besar. 

Sama halnya dengan si A yang ingin berjualan donat, waktu yang paling tepat pastinya bukan saat pelari sedang menuju finish line. Artinya, potensi pasar sejalan dengan timing yang baik.

Nah, kejelian membaca peluang adalah awal datangya ide bisnis. Secara simpelnya, untuk berbisnis ada tiga hal yang harus dilihat, target pasar, jenis produk/jasa, dan mekanisme pembayaran. 

Selama tiga hal di atas tersedia, peluang bisnis jelas ada. Contoh paling sederhana, dulu saat Covid menyapa, peluang berjualan masker sangat menggiurkan. Pasarnya ada, peluang bisnis tercipta dan keutungan didapat.

Sayangnya, seiring Covid mereda, penjualan masker menurun karena faktor permintaan yang berkurang. Persis sama seperti permintaan hand sanitiser yang gila-gilaan.

Awalnya, peluang bisnis masker dan sejenisnya sangat menguntungkan. Ada pihak yang sangat diuntungkan, tapi sebagian mengambil kesempatan dengan melipatgandakan harga. 

Pola bisnis seperti ini sangat tidak dianjurkan. Bisnis yang condong fokus pada profit, biasanya lebih cepat melengser dari pasar. Bisnis yang bertahan lama adalah mereka yang Proactive. 

Proactive dan defensive dalam berbisnis

Proactive dalam pembahasan tulisan ini bermakna memberi jawaban sebelum pelanggan meminta. Banyak bisnis yang tidak memikirkan ini, akhirnya mereka bersikap defensive. 

Loh, apa bedanya? begini, bisnis yang defensive biasanya fokus pada membela produk dengan memaparkan keunggulan tapi menyembunyikan kekurangan. 

Sedangkan sebuah bisnis yang proactive lebih mengedepankan memberi solusi jauh sebelum masalah datang. Misalnya, keunggulan produk dijelaskan secara gamblang, namun kemungkinan kekurangan sebuah produk juga disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami. 

Bisnis yang Proactive memberi solusi yang memang dibutuhkan pelanggan atau calon pembeli, beda halnya dengan bisnis defensive yang memilih menyembunyikan kecacatan produk. 

Jika anda jeli, lihatlah perbedaan jenis produk yang memang fokus pada kualitas. Mereka menawarkan misalnya, jaminan kerusakan pada mesin, atau bagian tertentu yang memang bisa diklaim jika rusak sebelum waktunya. 

Pastinya, anda tidak menemukan ini pada produk kualitas dibawahnya. Dengan harga yang lebih murah, target pasarnya adalah mereka yang kurang memahami kelayakan sebuah produk. 

Bisnis yang proactive mampu menghipnotis pelanggan jangka panjang. Ini sebabnya kenapa produk-produk ternama lebih mudah menggait pasar secara turun temurun.

Pada kenyataannya, mereka mengikat emosi pembeli dengan cara meyakinkan kualitas produk, baik secara jaminan garansi atau kemungkinan kerusakan yang hampir tidak mungkin terjadi.

Mari kita mengambil satu contoh lain, yaitu produk Apple. Pasar Apple sangatlah luas, sama seperti beragamnya produk yang ditawarkan. Dari I-pod, I-Pad, I-Phone, Macbook, dll. Semuanya terbentuk dalam satu ekosistem. 

Kenapa Apple tetap bertahan sampai saat ini dan jarang tergoyangkan? produk yang mereka tawarkan memang beda. Bukan semata terletak pada kemewahan, namun mereka unggul secara fungsi dan kemampuan berinovasi. 

Tidak heran, saat perusahaan besar lainnya sedang melakukan PHK besar-besaran pada karyawan, Apple masih tetap mampu bertahan. Pangsa pasar yang luas membuat finansial Apple terjamin dalam waktu yang sudah diperhitungkan. 

Apple sangat proactive dalam menjaga pelanggan. Mereka tidak bersikap defensive pada pelanggan. Alhasil, loyalitas pelanggan juga ikut terjaga dengan baik. 

Pada hakikatnya, pembeli atau pelanggan punya hak untuk memprotes produk yang dibeli, baik karena faktor kecacatan atau kerusakan yang memang muncul dari produk yang dibeli. 

Kemampuan menangani pembeli atau pelanggan secara proactive inilah yang akan membuat perbedaan besar dalam sebuah bisnis. Selain itu, keberlangsungan sebuah bisnis sangat tergantung pada pelayanan pada pembeli.

Makanya, bisnis yang bersikap defensive lambat laun akan jatuh dan lenyap. Ciri-cirinya mudah dikenali, misalnya mereka tidak mau menerima komplain pembeli atau pelanggan dan hanya ingin mengeruk dompet mereka. 

Disisi lain, bisnis tipe defensive kerapkali melebih-lebihkan keunggulan produk dan menjatuhkan produk lainnya. Padahal, ketika ditanyakan lebih rinci, mereka tidak memiliki jawaban pasti akan kelemahan produknya. 

Oleh karenanya, membangun sebuah bisnis yang baik haruslah secara proactive dan menghindari cara defensive. Raih pelanggan dengan menciptakan produk yang buka hanya dibutuhkan pembeli namun juga terjamin secara mutu. 

Ini juga berlaku pada produk berupa jasa. Jasa privat misalnya, tidak cukup hanya mengandalkan kemampuan mengajar yang baik, tapi juga membangun kedekatan emosional yang baik dengan pelanggan itu tak kalah penting. 

Bersikap proactive pada siswa tentang kemungkinan kesulitan belajar lebih awal akan membangun kepercayaan lebih dini. Ketimbang mengiklankan keunggulan untuk mengajarkan siswa dalam beberapa pertemuan dan dijamin pandai.

Ya, membangun bisnis bukan hanya perkara keunggulan produk, namun bagaimana kesan yang diterima pelanggan dari sebuah produk. Kesan ini lebih bertahan lama dalam benak pelanggan ketimbang produk itu sendiri. 

Semoga bermanfaat!

[Masykur]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun