Pada hakikatnya, pembeli atau pelanggan punya hak untuk memprotes produk yang dibeli, baik karena faktor kecacatan atau kerusakan yang memang muncul dari produk yang dibeli.Â
Kemampuan menangani pembeli atau pelanggan secara proactive inilah yang akan membuat perbedaan besar dalam sebuah bisnis. Selain itu, keberlangsungan sebuah bisnis sangat tergantung pada pelayanan pada pembeli.
Makanya, bisnis yang bersikap defensive lambat laun akan jatuh dan lenyap. Ciri-cirinya mudah dikenali, misalnya mereka tidak mau menerima komplain pembeli atau pelanggan dan hanya ingin mengeruk dompet mereka.Â
Disisi lain, bisnis tipe defensive kerapkali melebih-lebihkan keunggulan produk dan menjatuhkan produk lainnya. Padahal, ketika ditanyakan lebih rinci, mereka tidak memiliki jawaban pasti akan kelemahan produknya.Â
Oleh karenanya, membangun sebuah bisnis yang baik haruslah secara proactive dan menghindari cara defensive. Raih pelanggan dengan menciptakan produk yang buka hanya dibutuhkan pembeli namun juga terjamin secara mutu.Â
Ini juga berlaku pada produk berupa jasa. Jasa privat misalnya, tidak cukup hanya mengandalkan kemampuan mengajar yang baik, tapi juga membangun kedekatan emosional yang baik dengan pelanggan itu tak kalah penting.Â
Bersikap proactive pada siswa tentang kemungkinan kesulitan belajar lebih awal akan membangun kepercayaan lebih dini. Ketimbang mengiklankan keunggulan untuk mengajarkan siswa dalam beberapa pertemuan dan dijamin pandai.
Ya, membangun bisnis bukan hanya perkara keunggulan produk, namun bagaimana kesan yang diterima pelanggan dari sebuah produk. Kesan ini lebih bertahan lama dalam benak pelanggan ketimbang produk itu sendiri.Â
Semoga bermanfaat!
[Masykur]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H