Pola transfer ilmu jangan lagi sebatas memindahkan isi buku ke kepala siswa melalui papan tulis. Tapi, jadikan papan tulis sebagai sumber kreatifitas berpikir.Â
Anak murid di bawah asuhan guru penggerak hendaknya mampu berpikir kritis dengan menghubungkan teori dan masalah. Tujuannya, agar murid tidak hanya pulang ke rumah membawa masalah.
Selama ini, beban tugas yang dibawa pulang ke rumah menjadi masalah untuk orang tua. Banyak orang tua yang malah menjadi "pintar" berkat para guru.
Kedepan, bagaimana cara guru penggerak ini mampu mengerucutkan masalah siswa dan menggantinya menjadi sebuah pekerjaan berasaskan kolaborasi antar siswa.Â
Murid jangan lagi diarahkan untuk mengerjakan tugas secara individu, akan tetapi latih mereka untuk bekerja sama dan saling mendorong dalam kreatifitas.
Jika perlu, bangkitkan semangat penelitian pada siswa kelas menengah bawah dan atas. Tidak harus ribet, berikan mereka proyek kecil yang wajib diselesaikan bersama.
Guru penggerak bertugas menjadi mentor pada setiap proyek yang diberikan ke siswa. Siswa dengan minat yang sama bisa disatukan, diarahkan, dan dibekali skil produktif.
Undang para pakar untuk datang ke sekolah sebulan sekali untuk membuka wawasan para siswa. Siswa jangan hanya diajarkan teori kosong tanpa paham cara mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.Â
Guru penggerak harus mampu berpikir lebih jauh kedepan, bahkan memikirkan solusi yang tidak lazim dilakukan guru pada umumnya.Â
Kalau guru penggerak nantinya hanya duduk dan sibuk mengurus administrasi sekolah, maka pada hakikatnya mereka bukanlah agen penggerak.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H