Ini yang menjadi alasan kenapa anak-anak tidak mengalami masalah walaupun secara bersamaan mendengar tiga bahasa dalam keluarga. Anak-anak condong mendengar dan tidak menghafal, jadinya mereka tahu persis bunyi aslinya.
Nah, pembelajaran bahasa Inggris di sekolah kebanyakan tidak mengedepankan skill listening. Akibatnya, siswa memang tahu banyak kosakata tapi pengucapan banyak yang salah dan mereka mengerti grammar namun gagap ketika berbicara.
That makes sense! iya, masuk akal memang! tradisi belajar grammar di awal membuat siswa menghafal pola dan kemudian tidak berkembang. Bahasa Inggris mereka hanya sebatas untuk menjawab soal dan mengartikan kosakata.
Ini jelas tidak semuanya! Saya malah pernah mengajar di kelas inti sebuah sekolah top, ada sekitar lima siswa yang bahasa Inggrisnya level Intermediate bahkan mendekati Advance.
Ketika saya tanya darimana mereka belajar, tahu apa jawabannya? tontonan harian mereka adalah National Geographic, NHK, dan program mendidik siaran luar negeri.
Ya, jelas saja lah. Toh, salah satu dari orangtuanya memang aktif mengajak anak berbicara dalam bahasa Inggris secara rutin di rumah. That's pretty normal!
Pernah suatu ketika saat mengajar di kampus, saya mendapati seorang mahasiswa yang TOEFLnya mendekati perfect. Lalu, saya tanyakan apa kerjaannya setiap hari, jawabannya, nonton film dalam bahasa Inggris dan main games. No doubt!
Belajar Bahasa secara Menoton
Dalam hal mempelajari bahasa asing, perlu menggunakan pendekatan yang menyenangkan. Sekolah bukanlah tempat yang baik jika ingin lancar bahasa Inggris. Cara belajar seringnya hanya mengarah pada kosakata dan aturan penggunaaan (grammar).
Cara paling efektif adalah sama seperti cara saat kita belajar bahasa ibu ketika berumur 1-5 tahun. Memperbanyak mendengar terus menerus baru kemudian melafalkan bertahap.
Di sekolah, proses belajar bahasa tidak mengikuti tahapan yang benar. Misalnya, antara materi dan tingkat kemampuan siswa tidak relevan. Ini sangat tidak efektif untuk membentuk kemampuan berbahasa secara alami.