Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Haruskah WFH Dijadikan Budaya Kerja?

16 Januari 2023   22:02 Diperbarui: 16 Januari 2023   22:10 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bekerja dari rumah.www.freepik.com

Work from Home (WFH) sudah menjadi tren kerja saat ini. Bukan tanpa alasan, ini semua berawal dari munculnya ancaman Covid bagi para pekerja kantoran.

Dulunya orang harus berangkat pagi dan pulang malam hari, kini situasi sudah berbeda jauh. Banyak jenis pekerjaan yang tidak mengharuskan lagi para pekerja untuk hadir ke kantor.

Di satu sisi tentunya ini sebuah keberkahan bagi mereka yang sudah bekeluarga, banyak waktu yang bisa dihabiskan bersama anggota keluarga. Namun, di balik semua itu, ada sebuah musibah yang mengancam.

Semenjak aktivitas berpindah dari kantor ke rumah, orang tua juga harus menyiasati waktu bersama anak. Ya, memang ayah dan ibu bisa bertatap muka setiap jam, tapi di sisi lain mereka harus kejar tayang.

Aktivitas sekolah yang juga berpindah ke rumah membawa dilema dan juga trauma tersendiri bagi tidak sedikit orang tua. Betapa tidak, mereka dituntut untuk bisa siap bekerja sambil mengawasi anak belajar.

Akhirnya, istilah learning loss muncul ke permukaan. Selama Covid, waktu yang dihabiskan anak bersama smartphone lebih lama ketimbang bersama orang tua.

Idealnya, WFH bisa mempererat hubungan orang tua dan anak. Nyatanya tidak demikian. Semakin kesini, anak semakin sedikit berinteraksi dengan orang tua. Fisiknya ada, tapi secara psikologis mereka terpisah.

Milenial dan WFH

Tidak bisa dipungkiri, WFH telah merubah pola kerja yang juga memangkas biaya. Yang dulunya butuh waktu lama ke kantor, sekarang tinggal duduk dimana saja sambil buka laptop.

Sayangnya, WFH 'mempersempit' gerak sehingga secara tidak langsung berdampak pada kesehatan jika diterapkan dalam jangka waktu lama. Pola interaksi dan komunikasi atasan ke bawahan juga berimbas, ada nilai budaya yang bergeser jauh disini.

Kaum milenial mungkin tidak lagi menyerap nilai budaya yang melekat pada Work from Office (WFO). Seperti tatap muka saling tegur sapa dan beberapa hal positif lainnya.

WFO juga banyak membantu warga kurang mampu yang berjualan di kantin kantor demi menghidupi keluarga. Belum lagi ada nilai transaksi uang kecil dari para pekerja dengan para penjaja makanan.

Bagi sebagian orang ini tentunya hal kecil, toh tidak banyak merubah keadaan. Namun, tidak bagi mereka yang memang membutuhkan para pekerja kantoran untuk membawa pulang sesuap nasib bagi anak di rumah. Kecil nilainya, tapi besar manfaatnya.

Saya teringat kepada seorang warga Australia yang kebetulan saat itu saya membantu penelitian S3 nya. Kebetulan ia meneliti tentang bagaimana nilai pancasila diterapkan dalam kehidupan sehari-hari orang Indonesia.

Bahkan, tradisi orang berkumpul saat pesta perkawinan memiliki nilai keakraban dan juga transfer informasi yang tidak didapat dari pola acara pesta perkawinan saat ini.

Semua bertrasnformasi mengikuti kecanggihan teknologi. Segala sesuatu bisa menjadi mudah, tapi banyak yang lenyap dari sebuah peradaban, khususnya nilai budaya yang kian terkikis. 

Aplikasi seperti Zoom boleh saja mampu menghubungkan ragam jiwa manusia dari seluruh dunia, tapi kedekatan secara emosional tetap membutuhkan tatap muka dan tegur sapa.

WFH dan WFO memiliki kelebihan yang tidak bisa disamakan satu sama lain. Mudah tidak selamanya baik, begitu pula susah yang tidak selamanya buruk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun