Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

PLTD Apung, Saksi Bisu Sejarah Tsunami Aceh 26 Desember 2004

27 Desember 2022   20:26 Diperbarui: 27 Desember 2022   20:42 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PLTD Apung tampak depan. Dokpri

Pagi ini saya menyempatkan diri mengunjungi sebuah monumen di kawasan Banda Aceh, tepatnya di desa Punge Blang Cut. Sebagaimana tampak di gambar, ini adalah Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Apung yang terhempas sejauh 5 KM dari laut pada saat tsunami menerjang Aceh 26 desember 2004.

Berat kapal ini adalah 2600 ton dengan panjang 63 meter. Coba bayangkan gelombang seperti apa yang mampu memindahkan kapal seberat ini sejauh 5 KM? beginilah gambaran kedahsyatan tsunami di Aceh 18 tahun silam.

Saat kejadian, saya dan keluarga berada di rumah hendak menuju laut. Kami sudah berencana menghabiskan waktu di laut di hari minggu tersebut. Nasib baik masih berpihak pada kami, entah kenapa rencana tersebut batal.

Rumah saya sendiri hanya berjarak 3 KM dari lokasi kapal Apung yang sudah menjadi monumen bersejarah. Jika saja gelombang tsunami bergerak lebih jauh, tentu saja kami sekeluarga sudah terseret dalam gelombang ganas tersebut.

PLTD Apung dari depan. Dokpri
PLTD Apung dari depan. Dokpri

Pagi itu jam 8 pagi gempa berskala 9.0 berhasil menghacurkan banyak bangunan di kawasa Banda Aceh. Kami sekeluarga berlarian keluar rumah dan menyaksikan pagar dan bangunan bergorang layaknya sebatang lidi yang berayun ke kiri dan kanan.

Sekitar 15-20 menit setelah gempa, banyak orang yang berlarian tepat di depan rumah kami sambil berteriak "air laut naikkkk". Tentu saja kami tidak megindahkannya karena dalam hati ada sedikit keraguan.

Seiring waktu, masa semakin banyak memenuhi jalan. Mobil dan motor saling berlomba untuk menyelamatkan diri. Seorang teman yang saat itu sedang lari marathon tiba-tiba muncul dan berkata "air laut naik".

Tanpa menunggu lama, kami pun segera menaiki mobil dan secepat mungkin menyelamatkan apa yang bisa kami bawa. Dalam perjalanan mobil tidak bisa melaju cepat karena saling berdesakan. Ada diantaranya yang bertabrakan sesama pengendara, namun masing-masing fokus untuk menyelamatkan diri.

Setibanya di kawasan Lambaro perbatasan Banda Aceh dan Aceh Besar, disana sudah tersusun beberapa mayat yang berhasil dibawa dari tempat kejadian tsunami. Kami pun tiba di Aceh Besar tempat saudara dan beristirahat sejenak.

Sore harinya kami kembali menuju Banda Aceh dan betapa terkejutnya saat menyaksikan kawasan kota yang sudah hancur diterjang gelombang laut. Bahkan dari jarak 5 KM jelas terlihat pesisir laut karena bangunan 90% sudah rata ke tanah.

Manyat-manyat bergatungan di pagar, pohon, bangunan, reruntuhan dan bahkan tergeletak dimana-mana. Sebuah pemandangan yang sangat mengerikan saat itu. 

Kami juga memiliki sanak saudara yang tinggal hanya 200 meter dari kawasan pantai. Semua anggota keluarga mereka tidak satupun ditemukan karena lokasi rumah yang sama sekali tidak bisa ditelusuri.

Kapal PLTD Apung sebenarnya baru berlabuh di Aceh Juli 2003. Sebelumnya PLTD Apung berada di Pontianak tahun 2001. Memang kerusakan pada kapal tidak terlalu parah dan direncanakan untuk dikembalikan ke laut untuk kembali memasok listrik.

Meskipun demikian, berat 2600 ton tentunya tidak mudah untuk dipidahkan dari darat sejauh 5 KM ke arah laut. Oleh karenanya, pemerintah setempat meminta pihak PLN untuk menjadikan PLTD Apung sebagai tempat wisata.

Ada beberapa rumah penduduk yang harus dibebaskan lahannya karena sebelumnya kawasan ini adalah pemukiman penduduk. Di depannya kini juga sudah berdiri sebuah mesjid yang megah.

Bagian dalam PLTD Apung
Bagian dalam PLTD Apung

Pada bagian dalam kapal terdapat papan informasi yang menjelaskan tentang sejarah kapal Apung dan kronologi kejadian saat tsunami melanda Aceh. Ada 12 kru kapal saat itu yang sedang bertugas di dalam kapal.

Setelah gempa, air laut surut sejauh 1 KM ke tengah laut. Setelah itu ada tiga ledakan besar terdengar keras dari arah laut dan seketika gelombang tinggi sekitar 20 meter menyapu kawasan daratan Banda Aceh.

Kapal PLTD Apung pun terhempas sejauh 5 KM ke desa Punge Blang Cut menghancurkan banyak rumah penduduk yang dilewatinya. Kru berhasil melarikan diri ke darat tepat setelah gempa.

Kapal tampak dari samping.Dokpri
Kapal tampak dari samping.Dokpri

Terlihat jelas ketinggian badan kapal 3.4 meter. Ini baru bagian bawah kapal saja, ada bagian atas yang masih bisa dinaiki yang kini dijadikan tempat edukasi bagi pengunjung. 

Dari beberapa korban selamat saya mendapati berbagai macam cerita tentang betapa dahsyatnya gelombang tsunami saat itu. Warna air sangat hitam pekat dan beberapa korban yang tanpa sengaja meminum air harus dioperasi agar nyawanya bisa diselamatkan.

Sumber tsunami dari dasar laut membuat warna air sangat pekat dan air terasa panas. Banyak korban yang tenggelam terserat arus terpaksa meminum air beberapa kali, ada sebagian yang terhempas ke bangunan dan berhasil menyelamatkan diri ke atap bangunan yang lebih tinggi.

Gelombang tsunami tidak datang satu kali, ada setidaknya dua gelombang lain yang datang silih berganti. Sebagian saksi hidup yang tenggelam dalam air mengutarakan betapa kuatnya hempasan dan tarikan air dikala itu.

Helikopter Asing mendarat untuk memberi bantuan.Dokpri
Helikopter Asing mendarat untuk memberi bantuan.Dokpri

Karena video tsunami yang berhasil menjangkau negara asing, banyak bantuan yang datang beberapa hari setelah kejadian. Akses jalan yang terputus menyebabkan bala bantuan terhenti di beberapa titik perjalanan.

Helikopter dan pesawat dari luar negeri diijinkan mendarat di Bandara domestik Iskandar Muda tanpa harus melalui pusat. Beberapa helikopter bahkan langsung mendarat di tempat kejadian untuk memberi bantuan pada korban yang saat itu kelaparan.

Kejadian tsunami 26 desember 2004 setidaknya meninggalkan trauma tersendiri bagi para korban. Lebih dari 230 ribu nyawa meninggal saat kejadian, sementara ada ribuan jasad yang tidak berhasil diketemukan. 

18 tahun sudah berlalu, ada kenangan yang masih kuat menyapa. Beberapa bangunan masih berdiri tegap menjadi saksi bisu tsunami 2004, termasuk kapal PLTD Apung. Para korban yang selamat kini sudah memulai hidup baru dan mencoba melupakan trauma masa lalu.

Setiap tahunnya, pemerintah Aceh selalu memperingati hari tsunami dengan do'a bersama untuk para korban. Adapun mereka yang selamat dari kejadian akan selalu merekam kuat kejadian ini untuk dikisahkan pada generasi selanjutnya.

Masykur

Banda Aceh 27 Desember 2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun