Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Zero Growth, Dilema Gaya Hidup atau Bertambahnya Beban Hidup?

19 Desember 2022   14:02 Diperbarui: 21 Desember 2022   15:35 1738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar.www.koridor.co.id

Istilah zero growth adalah sebuah dampak yang dialami satu kawasan dimana kelahiran bayi tidak bertambah atau bahkan menurun. Mungkin, saat ini gambaran dari kondisi seperti ini dikenal dengan resesi seks.

Apakah penurunan populasi ada kaitannya dengan aktifitas seksual? boleh jadi. Tapi, perlu dipahami dengan baik bahwa ada banyak faktor lain yang menjadi penyebab penurunan angka kelahiran di sebuah negara.

Bergesernya nilai kesenangan

Perbaikan ekonomi di suatu daerah menjadi hal positif yang diidamkan, namun kecendrungan akan pemuasan hasrat juga berubah seiring munculnya fasilitas hiburan baru.

Jika dulu orang condong memaknai pernikahan sebagai sebuah ikatan dan sarana melepas nafsu sesuai norma dan agama, kepercayaan ini tidak sepenuhnya dijalankan oleh anak muda dan remaja saat ini.

Alasannya simpel, ada banyak tempat hiburan untuk para remaja atau orang dewasa untuk melepas kepenatan hidup. Dengan perbaikan ekonomi, penghasilan yang mencukupi, menghabiskan waktu di tempat hiburan tentunya menjadi sarana rileksasi.

Negara Maju

Negara seperti Amerika, Jepang dan sebagian Eropa sudah lebih dahulu mengalami kondisi ini. Generasi muda sudah sangat lelah bekerja dan tempat hiburan menjadi sebuah alternatif penghilang jenuh.

Tuntutan hidup yang juga meninggi karena biaya hidup yang semakin naik juga berpengaruh pada keengganan untuk menikah. Akhirnya, pacara sewaan menjadi sebuah bisnis yang lazim di Jepang.

Remaja di Amerika juga banyak yang melakukan aktifitas seks jauh sebelum adanya ikatan. Alhasil, isu aborsi di Amerika bukanlah hal baru, bahkan kerap menjadi sebuah isu politik yang bisa menjadi senjata untuk membungkam lawan politik.

Memang benar tempat hiburan yang banyak membantu ekonomi secara global. Akan tetapi, pelampiasan hasrat juga bergeser dan secara tidak langsung berdampak pada menurunnya angka kelahiran.

Depopulasi

Bayangkan saja, Korea Selatan pada tahun 2020 memiliki jumlah penduduk 51 juta, sementara pada tahun 2030 diprediksi jumlah penduduk akan minus 0.07%.

Jepang dengan jumlah populasi penduduk 125 juta juga akan segera menyusul. Pada tahun 2030 jumlah penduduk jepang diproyeksikan turun ke angka minus 0.52%.

Ini bermakna bahwa kedepan jumlah orang tua bertambah, akan tetapi generasi muda menurun. Mau tidak mau, ketimpangan antara populasi muda dan tua akan menciptakan masalah baru.

Jumlah pekerja ahli pastinya akan menurun drastis sejalan dengan penurunan jumlah buruh kasar. Jenis pekerjaan nantinya akan berkurang seiring berkembangnya kecerdasan buatan atau yang lebih dikenal dengan Artificial Intelligence (AI).

Dari sisi ekonomi, ketergantungan pada manusia semakin berkurang sehingga jumlah pekerjaan juga tidak bisa mengakomodir total pekerja pada bidang yang berbeda.

Tingkat stres juga semakin meninggi, sementara peredam stres akan semakin sulit dijangkau. Sejatinya, aktifitas seksual melalui sebuah ikatan pernikahan adalah sebuah solusi terbaik.

Sayangnya, arah hidup remaja dan pola pikir akan nilai pernikahan juga semakin bergeser. Ya, jalan yang paling diminati adalah kenikmatan sesaat tanpa tanggung jawab.

Selain karena pergaulan yang semakin bebas, hal ini juga karena tuntutan sebuah ikatan pernikahan yang semakin mahal. Dari sisi material, menikah butuh uang yang lumayan untuk menjalin keseriusan antara kedua belah pihak.

Ujung-ujungnya, keinginan untuk menikah dan punya anak tidak lagi terbesit pada jiwa anak muda. Ini berdampak pada sisi psikologis dan beban mental yang harus ditanggung.

Lantas, apa solusi agar Indonesia tidak mengalami resesi seks?

Ada baiknya pemerintah menyediakan lapangan kerja yang merata di setiap provinsi. Jenis pekerjaan bisa disesuaikan dengan sumber daya alam yang dimiliki oleh kawasan tersebut.

Untuk menekan perpindahan penduduk ke kawasan kota, taman dan tempat rekreasi semestinya dibangun dan juga harus diimbangi dengan jumlah penduduk.

Universitas dan sekolah juga bisa diarahkan untuk menciptakan jenis jurusan yang fokus pada jenis keahlian yang dibutuhkan dan sebaik mungkin melatih ketrampilan yang memang diperlukan untuk menghadirkan inovasi berkelanjutan.

Kebijakan untuk memudahkan pernikahan secara legal sesuai norma dan agama perlu dirancang. Misalnya, adanya gedung yang bisa digunakan oleh calon pengantin secara gratis atau ada potongan khusus untuk acara disesuaikan dengan kemampuan.

Walaupun tuntutan hidup semakin meroket, ini bukan berarti pernikahan harus dihindari. Dari sisi psikologis ataupun medis, aktifitas seksual dalam sebuah ikatan mempunyai efek yang lebih positif untuk menyalurkan hasrat secara alami.

Jikapun pasangan memilih untuk tidak memiliki anak, maka itu kembali pada keinginan pribadi. Setidaknya, jalur seks tetap berada pada relnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun