Memang benar tempat hiburan yang banyak membantu ekonomi secara global. Akan tetapi, pelampiasan hasrat juga bergeser dan secara tidak langsung berdampak pada menurunnya angka kelahiran.
Depopulasi
Bayangkan saja, Korea Selatan pada tahun 2020 memiliki jumlah penduduk 51 juta, sementara pada tahun 2030 diprediksi jumlah penduduk akan minus 0.07%.
Jepang dengan jumlah populasi penduduk 125 juta juga akan segera menyusul. Pada tahun 2030 jumlah penduduk jepang diproyeksikan turun ke angka minus 0.52%.
Ini bermakna bahwa kedepan jumlah orang tua bertambah, akan tetapi generasi muda menurun. Mau tidak mau, ketimpangan antara populasi muda dan tua akan menciptakan masalah baru.
Jumlah pekerja ahli pastinya akan menurun drastis sejalan dengan penurunan jumlah buruh kasar. Jenis pekerjaan nantinya akan berkurang seiring berkembangnya kecerdasan buatan atau yang lebih dikenal dengan Artificial Intelligence (AI).
Dari sisi ekonomi, ketergantungan pada manusia semakin berkurang sehingga jumlah pekerjaan juga tidak bisa mengakomodir total pekerja pada bidang yang berbeda.
Tingkat stres juga semakin meninggi, sementara peredam stres akan semakin sulit dijangkau. Sejatinya, aktifitas seksual melalui sebuah ikatan pernikahan adalah sebuah solusi terbaik.
Sayangnya, arah hidup remaja dan pola pikir akan nilai pernikahan juga semakin bergeser. Ya, jalan yang paling diminati adalah kenikmatan sesaat tanpa tanggung jawab.
Selain karena pergaulan yang semakin bebas, hal ini juga karena tuntutan sebuah ikatan pernikahan yang semakin mahal. Dari sisi material, menikah butuh uang yang lumayan untuk menjalin keseriusan antara kedua belah pihak.
Ujung-ujungnya, keinginan untuk menikah dan punya anak tidak lagi terbesit pada jiwa anak muda. Ini berdampak pada sisi psikologis dan beban mental yang harus ditanggung.