Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Pentingnya Mengajari Adab Makan dan Minum pada Anak dalam Keluarga

18 Desember 2022   11:15 Diperbarui: 18 Desember 2022   16:12 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam budaya timur nilai kesopanan kerap diwarisi dalam keluarga turun temurun melalui tutur kata, nasehat, dan tata krama. Adapun saat ini, nilai kesopanan sudah mulai luntur dikarenakan kesadaran akan pentingnya tata krama tidak lagi menjadi prioritas dalam mendidik anak.

Warisan nilai kesopanan kini sedikit sudah bergeser memasuki pusaran budaya barat. Bukan hanya karena faktor tontonan anak yang kian bergeser, namun juga peran orang tua sebagai 'filter' juga semakin memburuk.

Semakin hari akses informasi anak semakin luas. Anak melihat banyak hal yang secara tidak disadari akan menjadi acuan hidup mereka. Buruknya lagi, orang tua dewasa ini juga condong menghabiskan waktu lebih banyak pada smartphone ketimbang membersamai anak.

Sistem pembentukan informasi pada otak anak didominasi input yang diperoleh dari smartphone, sementara apa yang mereka dapat dari orang tua tidaklah seberapa.

Dengan sistem seperti ini anak akan sangat sulit membangun pondasi kesopanan dan membentuk nilai tata krama yang benar sebagaimana orang tua dahulu kala.

Kepada ini penting untuk dibahas?

Kita tidak menyadari bahwa apa yang menjadi kebiasaan akan menjadi sebuah rujukan berpikir dan berpendapat. Bagaimanapun, database kesopanan dan tatakrama sebaiknya diperoleh anak dengan melihat dan mendengar langsung dari orang tua.

Apapun yang dilihat dan didengar oleh anak secara langsung akan menjadi pelajaran yang melekat erat dan terhubung dengan baik pada sistem kerja otak.

Sayangnya, anak-anak yang terlahir pada tahun 90-an ke atas tidak lagi mendapat kesempatan lebih besar untuk melihat contoh nilai kesopanan dengan intensitas yang cukup.

Rujukan nilai-nilai kesopanan dan tatakrama lebih banyak mereka dapatkan dari hasil tontotan. Selain karena akses informasi yang lebih mudah, ini juga disebabkan visi hidup keluarga yang tidak lagi sama seperti yang melekat pada generasi sebelumnya.

Misalnya, orang tua pada era di mana smartphone belum muncul, makan bersama adalah hal yang lumrah di kebanyakan keluarga. Anak lebih mudah belajar adab kesopanan karena langsung melihat cara makan dari rutinitas sehari-hari.

Coba bandingkan dengan anak-anak saat ini, mereka bahkan ada yang tidak mau makan kecuali sambil menonton. Lebih buruk lagi, anak remaja terbiasa dengan makan di kafe atau restauran sambil memegang smartphone.

Kebiasaan tanpa Panduan akan Menjadi Kewajaran

Kita boleh saja berpendapat itu hal yang wajar saja dilakukan karena memang tuntutan jaman. Tapi, ada harga yang harus dibayar di kemudian hari.

Regulasi emosi anak-anak saat ini semakin buruk. Ini terlihat dari kebiasaan mereka yang tidak sabaran. Apa penyebabnya? Jawabannya satu, akses pada smartphone yang bukan pada waktunya.

Percaya atau tidak, perkembangan otak menjadi tidak 'sehat' karena anak terbiasa larut dalam smartphone. Rangkaian input yang masuk ke dalam otak dipicu dengan cara yang tidak relevan, khususnya pada usia 1-3 tahun.

Orang tua semakin sibuk mencari uang di luar rumah dengan tujuan membayar biaya pendidikan anak yang semakin mahal, lalu dengan alasan ini mereka mudah 'membebaskan' anak untuk memegang smartphone.

Akhirnya, pada fase remaja menuju dewasa, anak memiliki pondasi yang sangat lemah akan panduan hidup yang benar. Khususnya pada rumusan nilai kesopanan, adab dan tatakrama, anak bahkan tidak lagi mengerti apa yang sebenarnya dianggap benar.

Makanya, saat ini kita dengan mudah menemukan anak-anak dan remaja yang makan dan minum sambil berjalan, berbicara, dan bahkan sambil berlari kesana kemari.

Ini tentunya tidak terjadi tanpa sebab, anak-anak belajar dari apa yang mereka lihat. Ada begitu banyak keluarga yang memang mencontohkan kepada anak cara makan dan minum yang salah.

Ada ayah yang minum sambil berdiri, ada ibu yang makan sambil berbicara dengan anak. Parahya lagi, ada ayah dan ibu yang sambil makan dan minum dengan santai menonton lewat smartphone di depan anak mereka yang masih sangat kecil.

Lagi-lagi, ini kembali pada bagaimana anggapan nilai kesopanan dan tatakrama yang dianggap wajar bagi setiap keluarga. Jika memang orang tua sendiri tidak mengetahui konteks adab kesopanan, maka anak juga tidak mewarisi hal yang benar.

Karena faktor kesibukan pula, rata-rata anak tidak lagi duduk di meja keluarga untuk makan bersama ayah dan ibu. Idealnya, dari meja makan anak bisa belajar nilai tata krama makan dan minum.

Jaman sudah berubah, gaya makan juga sudah bergeser. Tapi, nilai kesopanan jangan dihilangkan dalam kehidupan keluarga. Tata krama makan dan minum seharusnya tetap diwarisi orang tua kepada anak.

Jangan sampai generasi kedepan terlihat bangga ketika makan sambil berdiri atau bercakap-cakap. Ketika anak tidak lagi melihat contoh dari orang terdekat maka dengan sendirinya tata krama akan luntur layaknya cat yang mengelupas pada dinding bangunan.

Bagaimana Cara mengajari Anak tata krama makan minum?

Jadwalkan makan bersama di rumah: Sesibuk apapun orang tua, hendaknya tetap jadwalkan makan sehari sekali di ruang makan keluarga. Ajak anak duduk di kursi masing-masing. Perlihatkan kepada anak bagaimana seorang ibu memasak di dapur, menghidang makanan di meja makan, libatkan anak untuk membantu sesuai umur.

Berdo'a sebelum makan. Ayah juga harus mengajari konsep tata krama makan dan minum yang baik. Sebelum makan, ajarkan anak untuk terlebih dahulu mencuci makan, lalu duduk di kursi. Tidak memulai untuk makan minum sebelum orang tua mulai. Bimbing anak untuk berdo'a sebelum makan dan makan dalam posisi duduk.

Menghabiskan Makanan: Menghabiskan makanan juga perlu diajari pada anak sedini mungkin. Ayah dan ibu harus menanamkan nilai tidak mubazir alias makan secukupnya dan tidak berlebihan.

Oleh karena itu, anak perlu dibimbing untuk mengetahui takaran makanan yang tepat. Jadi, anak harus melihat orang tua makan dengan porsi yang wajar dan tidak berlebih.

Ini bermanfaat untuk mendidik anak konsep hidup sehat. Orang tua harus mulai untuk memperlihatkan porsi makanan yang baik untuk menanamkan cara hidup sehat melalui takaran makanan sesuai kebutuhan tubuh.

Ajarkan kepada anak bahwa berhenti sebelum kenyang adalah bagian dari tata krama makan. Artinya, anak perlu mengetahui bahwa esensi makan bukan untuk kenyang, namun untuk menjaga keseimbangan kerja organ tubuh.

Membersihkan alat makan dan sisa makanan: Anak-anak juga perlu diajarkan untuk memperlakukan makanan dengan baik. Misalnya, sisa makanan yang tidak habis mestinya tidak ditinggalkan begitu saja di piring.

Ibu punya pera untuk mendidik anak cara makan yang benar. Ajak anak untuk menampung sisa nasi, ikan atau sayuran pada tempat yang layak, bukan di tong sampah.

Sisa makanan tetap diletakkan pada wajan yang bagus untuk mendidik anak tentang menghargai jerih payah. Dengan cara ini anak akan membetuk mindset yang baik tentang menjaga makanan dan tidak dengan mudah membuang sisa makanan.

Anak juga perlu mendapat pemahaman tentang bagaimana cara menghargai orang tua yang bekerja demi memberi makan anak. Sehingga, anak tidak serta merta membuang sisa makanan dan meminta lagi ketika habis.

Menanamkan konsep tata krama yang baik tidak dimulai dari luar rumah. Orang tua punya peran penting menanamkan adab kesopanan ketika makan dan minum.

Cara yang paling efektif adalah dengan memperlihatkan secara langsung cara makan yang benar sesuai norma kesopanan ketimuran. 

Jika anak tidak melihat apa yang seharusnya dilihat langsung dari orang tua, maka akan sangat mudah bagi anak menyerap konsep makan dan minum yang salah dari apa yang mereka tonton.

Jika itu sudah terjadi, maka bersiaplah untuk kehilangan generasi yang paham tata krama makan dan minum. Ingat! kebiasaan buka semata-mata soal keseharian, lebih dari itu kebiasaan mengajarkan arti hidup dan mewarisi nilai yang akan dipegang teguh sebagai kepribadian.

Salam Kompasiana,

Masykur

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun