"I have worried about a lot of things in life, and most of them never happened."
Kutipan di atas adalah sebuah kalimat yang ditulis oleh Mark Twain. Kalimat tersebut bermakna, saya khawatir akan banyak hal dan kebanyakan tidak pernah terjadi.
Pernahkan anda merasa takut untuk mencoba? lalu, apa yang terjadi, apakah rasa takut itu berlalu dan pada kenyataannya hal yang dikhawatirkan tidak terjadi?
Cemas dan rasa takut memiliki dua keterkaitan yang saling mempengaruhi. Orang yang memiliki rasa takut untuk melakukan sesuatu hal dan tidak berani menghadapinya akan mudah mengalami cemas.
Dengan kata lain, rasa takut menyebabkan munculnya cemas dalam diri seseorang. Mereka yang mudah takut juga gampang merasa cemas.
Rasa takut yang hinggap pada seseorang sejatinya merupakan akumulasi dari pengalaman hidup, terkhusus pengalaman yang menakutkan pada masa kecil.
Mungkin kita tidak bisa mengingat banyak hal tentang kenangan masa kecil yang memunculkan rasa takut saat ini, atau ada beberapa yang kemungkinan bisa diingat namun tetap saja kita bertanya kenapa bisa berefek sampai dewasa.
Pada hakikatnya, rasa takut disimpan oleh otak lebih lama dan sangat sulit dihilangkan/dihapus. Kenapa? karena sesuatu yang melibatkan emosi tersimpan kuat dan rapi dalam otak manusia.
Inilah alasan mengapa ada banyak hal yang bisa menakutkan dan membuat cemas orang dewasa tapi sulit sekali mencari penyebabnya. Seringkali penyebab terbesar adalah memori masa kecil yang memicu rasa takut tersebut.
Rasa Takut dan Kerja Otak
Emosi yang muncul karena rasa takut disimpan oleh otak pada bagian Amygdala, sebuah struktur otak yang menyimpan pengalaman yang berhubungan dengan emosi dan menafsirkannya menjadi sebuah pesan.
Uniknya, Amygdala tidak bekerja sendiri dalam menafsirkan pesan yang masuk, ada bagian struktur otak lain yang juga terlibat. Contohnya, Hippocampus yang meyimpan memori eksplisit dan terhubung ke Amigdala.
Nah, rangkaian pesan yang masuk ke otak khususnya yang melibatkan emosi dideteksi oleh Amygdala, lalu bagian otak yang bernama prefrontal cortex mengambil kesimpulan dan menyebabkan munculnya sebuah reaksi tubuh.
Sebagai contoh, saat seseorang melihat rumah terbakar maka Amygdala akan bekerja mengirim sinyal ke prefrontal cortex yang kemudian menyebabkan Amygdalam merespon.
Mudah dipahami, dalam tubuh kita terdapat sebuah alarm yang bekerja otomatis untuk mengelola rasa takut dengan bijak dan terarah. Itulah dia fungsi Amygdala.
Sayangnya, respon yang muncul dari prefrontal cortex antar orang bisa berbeda. Ada yang takut berlebihan, ada yang biasa saja, malah ada yang tidak takut sama sekali.
Apa yang menyebabkan respon bisa berbeda antar orang?Â
Pengalamana hidup berupa pesan dan kesan dari seseorang sejak pertama kali terlahir ke dunia menyimpan jutaaan koneksi dalam otak. Nah, jika banyak koneksi negatif tersimpan di Amygdala, maka rasa takut akan dominan.
Terlebih, ketika masa kecil anak sering dimarahi, ditakut-takuti, dibanding-bandingkan, direndahkan, atau sering melihat ayah ibunya berteriak, saling bertengkar dan ribut, maka Amygdala akan merekam semua ini.
Inilah penyebabnya kenapa saat dewasa banyak yang gampang takut dan cemas tapi tidak memahami akar masalahnya. Akumulasi dari pengalaman negatif yang dilihat dan dialami menetap di pikiran bawah sadar (subconscious mind).
Ada sebuah penelitian yang dilakukan oleh ilmuan sebagai berikut:
Scientists did an experiment to find out how moms help their children deal with stress. Children (ages 4--10) and teenagers (ages 11--17) viewed emotional faces on a computer screen. Some of the faces showed negative emotions, like sadness or fear. Because seeing these negative emotional faces could be stressful, the amygdalas of the children and teenagers became active when these faces were viewed [2]. Children who had their mothers next to them as they viewed the faces showed lower amygdala activity (Figure 2).Â
These children also had more mature connections between the amygdala and prefrontal cortex when their mothers were nearby! This means that the children' prefrontal cortex was activating more and their amygdala was activating less, helping the children feel less stressed. When people, like the moms in this experiment, provide social support that helps regulate the stress response, it is called social bufferingBuffering means to protect or shield. In the experiment, we just talked about, the children's moms were buffering, or protecting the amygdala from too much activity. Social buffering that comes from mothers is called maternal buffering. Research has shown that moms and other caregivers (like dads and babysitters) help to lower the cortisol levels in babies and kids who have experienced a stressful situation.
Saya coba jelaskan inti penelitian ini. Para ilmuan melakukan sebuah eskperimen untuk mencari tahu bagaimana ibu membantu anak-anak mereka untuk menghadapi stres.Â
Subjek penelitian ini anak berumur 4-10 tahun dan remaja 11-17 tahun dimana mereka diperlihatkan wajah-wajah yang memilki ekspresi emosi di sebuah layar komputer.Â
Beberapa ekspresi wajah yang diperlihatkan mengandung unsur emosi negatif seperti sedih dan takut.
Saat melihat emosi negatif ini, bagian Amygdala dari anak-anak dan remaja ini menjadi aktif. Terdapat perbedaan yang mencolok pada bagian Amygdala anak dan remaja yang ibunya berada disamping.
Menariknya, bagian Amygdala pada anak dan remaja tersebut menujukkan reaksi menurun dan terjadi peningkatan pada bagian prefrontal cortex.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan fakta bahwa peran ibu sangat krusial dalam menurunkan aktfitas Amygdala dan meningkatkan peran prefrontal cortex.
Artinya apa? anak-anak dan remaja yang memiliki ibu/ayah/saudara yang menujukkan interaksi positif memiliki kemampuan menanggapi reaksi takut dengan baik.
Pada kondisi dimana anak mengalami takut/cemas hormon kortisol akan bekerja karena reaksi Amgdala. Saat anak berada di lingkungan supportive jumlah kortisol yang dikeluarkan tubuh bisa lebih sedikit sehingga reaksi tubuh akan lebih santai.
Inilah penyebab utama kenapa banyak anak-anak yang sulit mengontrol emosi, terlebih rasa takut dan cemas. Alasannya, karena aktifitas Amygdala lebih dominan ketimbang freefrontal cortex.
Penelitian saya beberapa tahun yang lalu tetang efek rasa cemas pada kemampuan presentasi juga memperlihatkan hal yang sama. Mereka yang mudah merasa cemas memiliki kesulitan untuk mempresentasikan ide di depan umum.
Jadi, saya bisa menarik satu kesimpulan bahwa orangtua punya peran penting untuk memberikan pengalaman positif pada anak sejak lahir. Efek pengalaman positif ini sangat membantu otak untuk bekerja secara terstruktur antara Amygdala, prefrontal cortex dan Hypothalamus.Â
Jika anak mendapat rangkaian pengalaman positif sejak lahir, rasa percaya diri mereka lebih tinggi dan ini menjadi penentu kesuksesan mereka dalam karir.
Referensi bacaan:
1. Have No Fear, the Brain is Here! How Your Brain Responds to StressÂ
2. THE AMYGDALA AND ITS ALLIES
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H