Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Eksistensi Nilai Adat dalam Sepasang Seragam, Efektif atau Tidak?

24 Oktober 2022   15:47 Diperbarui: 24 Oktober 2022   16:00 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi foto sebagai contoh saja: www.pixabay.com

Pro dan kontra seragam baju adat masih terus berlanjut. Pihak pro menilai peran baju adat sangatlah penting, sementara mereka yang masuk dalam kelompok kontra berujar pengadaan seragam akan memberatkan orang tua siswa. Mana yang harus didengar?

Dalam membuat kebijakan, pemerintah haruslah cermat dan bijak. Tidak sebatas membuat kebijakan sebagai unjuk gigi,  namun juga aspek visi dan misi harus diperjelas sejelas mungkin.

Apakah dengan seragam akan ada perubahan mindset?

Satu pertanyaan yang saya rasa penting untuk diajukan adalah, sejauhmana efek seragam baju adat mempengaruhi pola pikiran (mindset) anak didik secara khusus?

Dalam konteks tulisan ini, apa tujuan utama dibuat kebijakan baju adat, apakah untuk sebuah simbol semata atau identitas kebudayaan?

Baca juga :Peran baju adat sebagai identitas dan pagar budaya

Kita semua paham bahwa nilai adat istiadat dalam sebuah kebudayaan kini mulai memudar, bahkan kaum muda kini tidak lagi mewarisi nilai adat istiadat secara menyeluruh.

Ada banyak faktor penyebab, diantara pengaya teknologi yang secara tidak didasari mempengaruhi banyak aspek kehidupan, seperti munculnya media sosial yang menghilangkan waktu interaksi fisik orang tua dan anak.

Akibatnya, nilai adat istiadat tidak lagi diwarisi secara turun temurun melalui percakapan orang tua dan anak dan juga berubahnya konsep acara adat yang mulai menggabungkan adat lokal dan budaya luar dalam sebuah tradisi.

Tentunya, faktor media sosial dan tontonan tidak dapat dipungkiri menjadi penyebab bergesernya nilai entitas adat dalam kultur masyarakat secara menyeluruh.

Selain itu, gaya hidup yang bergerak maju umumnya perlahan mulai mengikis nilai adat yang seharusnya bisa dipertahankan. Misalnya, urbanisasi menyebabkan tradisi sebuah adat berubah untuk menyesuaikan dengan keadaan bentuk fisik bangunan setempat.

Contoh nyata, tradisi perkawinan di perkotaan yang dulunya mengusung adat saling membantu melalui gotong royong di perkampungan tentu tidak secara menyeluruh bisa diterapkan di perkotaan. Alasannya, komplek perumahan yang semakin padat tidak relevan untuk mengadakan acara di tempat.

Mau tidak mau, konsep acara harus di modifikasi dan pola acara memakai gedung juga menjadi alternatif paling efisien, setidaknya secara kerepotan sudah tereliminasi. Biaya bisa lebih mahal, tapi lebih mudah dan praktis.

Ya, itu memang jawaban praktis. Lebih dari itu, ada nilai adat istiadat yang sudah mulai terkikis disana, Bisa saja tiga generasi kedepan, pesta perkawinan cukup dengan zoom saja. Bukankah itu tidak mustahil akan terjadi.

Kembali ke topik tulisan, apakah dengan pemberlakuan seragam pola pikir berubah?

Target seragam adalah para siswa-siswi yang masih duduk di sekolah. Secara logika, mungkin targetnya tepat sasaran. Kenapa? karena umur mereka masih sangat muda dan membutuhkan arahan yang baik.

Standarisasi seragam dari Sabang sampai Merauke adalah pilihan yang boleh dikatakan bagus untuk posisi saat ini. Setidaknya, seragam baju adat dapat meningkatkan ketertarikan untuk mengetahui adat istiadat setempat.

Jadi, konteks penggunaan seragam jangan sampai berhenti pada simbol semata. Harus ada target khusus yang ingin dicapai dengan pemberlakuan seragam baju adat. Target ini harus terukur dan terarah.

Sebagai contoh, dengan memakai baju seragam dengan simbol adat daerah, sswa dan siswa diharapkan mampu mempelajari adat istiadat, memahami dan yang paling penting diarahkan untuk mengaplikasikan dengan konteks yang benar.

Caranya bagaimana? ya, ini harus terarah dan terukur. Pemerintah perlu membangun kesadaran publik (public awareness) berbentuk visualisas nilai adat.

Setiap baliho daerah wajib memasang poin-poin nilai adat setempat. Jika perlu, baliho rokok semuanya digantikan dengan baliho beriso nilai-nilai adat.

Siswa-siswa diwajibkan mengikuti pelajaran khusus tentang tradisi adat-istiadat daerah setempat. Buatlah kurikulum tentang adat istiadat dan di akhir buatlah kompetisi berbetuk proyek video atau buku adat.

Membuat aturan seragam untuk sekedar dipakai tidaklah cukup, pemerintah perlu membangun fondasi yang kuat akan kegunaan seragam baju adat secara kontekstual. Jangan cuma untuk pajangan saja lalu selesai.

Pertukaran Pelajar Antar Daerah

Nah, saya ada usulan nih untuk pemerintah. Coba sekali-kali buat beasiswa pertukaran pelajar antar daerah. Siswa dari satu provinsi ditukar dengan siswa dari provnisi lain selama 1-2 semester setiap tahunnya.

Apa tujuannya? agar semua siswa di Indonesia membangun pemahaman antar budaya satu sama lain. Berikan beasiswa khusus dengan biaya makan, akomodas dan uang jajan.

Namun demikian, siswa yang terpilih mengikuti program pertukaran pelajar ini diwajibkan menulis sebuah buku dengan standar tertentu untuk bisa dipublikasikan, atau mereka bisa diwajibkan membuat video yang mengandung nilai adat daerah setempat.

Program seperti ini dapat membangun kedekatan emosional antar siswa di berbagai daerah. Lebih lanjut, siswa dapat menelurkan karya tulis tentang adat istiadat d berbagai provinsi.

Bukahkan kita ingin menaikkan nilai literasi secara nasional? Ini adalah momen yang tepat jika ingin naik ke level internasional. Perlahan namun pasti, kemauan membaca akan meningkat seiring banyaknya buku-buku dari penulis muda.

Penulis-penulis berbakat dari hasil pertukaran pelajar ini dibentuk menjadi komunitas yang terus dibimbing dan dilatih untuk menjadi penulis buku adat secara profesional, dan jika mungkin jadikan peneliti adat istiadat dan budaya setingkat nasional.

Semoga seragam baju adat tidak hanya menjadi sebuah lambang yang yang hanya dikenakan, namun juga bisa menjadi sebuah identitas budaya bagi siswa dan siswi guna membangun pola pikir kedaerahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun