Coba bandingkan pengalaman saat memasuki toko kelontong dan minimarket sejenis Alfamart/Indomaret, setiap kali kita kembali membeli di minimarket serupa mata kita akan diarahkan para rak-rak pajangan yang memiliki setting penempatan yang sama.Â
Hal ini sangat sulit terjadi pada toko kelontong, bersebab peletakan jenis barang yang tidak beraturan dan terkesan acak-acakan. Padahal, dengan sedikit memahami konsep planogram, toko kelontong bisa menaikkan omset penjualan dalam waktu singkat.
Tidak hanya itu, konsep lain yang diaplikasikan adalah visual appeal, tujuannya agar pembeli mendapatkan pengalaman menyenangkan saat membeli produk.Â
Cara yang diterapkan adalah meletakkan jenis barang dengan warna berbeda, ukuran dan tekstur yang bervariasi pada deretan yang sama. Efek visual yang ditimbulkan membuat konsumen menetap di rak yang sama dengan waktu lebih lama. Alhasil, ada saja barang yang 'terbeli'.
Selain itu, minimarket sejenis juga menerapkan prinsip cross selling dimana ini bertujuan untuk mengarahkan konsumen untuk membeli jenis produk yang serupa, misalnya letak tepung kue berseblahan dengan baking soda, bola lampu disamping kabel listrik, atau deterjen berseblahan dengan pewangi.
Cara seperti ini dinilai efektif untuk menaikkan volume belanja. Berbeda saat peletakan barang amburadul, niat untuk membeli produk tertentu tidak akan terbesit karena visualisasinya tidak terpancing.
Lantas, jika hendak membeli katakanlah barang sejenis Baygon, lalu tiba-tiba disampingnya ada Indomie goreng. Kira-kira apa yang terlintas di pikiran pembeli? apakah ingin membunuh diri sambil makan indomie? hehe.Â
Referensi bacaan: (1), (2), (3), (4)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H