Umumnya setiap pasangan yang baru menikah berharap agar segera hamil dan memiliki anak. Namun, ketika ditanya apa tujuan memiliki anak maka jawaban yang diberikan seringkali tidak mengarah pada tujuan hidup yang terperinci.
Tanpa tujuan yang jelas, pasangan suami istri sebenarnya hanya melakukan apa yang kebanyakan dilakukan orang, yaitu memiliki anak agar memiliki keturunan dan menjadi penurus orangtua.
Apakah alasan memiliki anak seperti diatas dianggap sudah ideal?
Menentukan Tujuan Sebelum Menikah
Konsep yang dibangun dengan matang sejatinya menghadirkan sebuah tujuan yang jelas. Tujuan yang sudah hadir dalam benak seseorang, khususnya bagi laki-laki memiliki peran krusial untuk mengarahkan pada tujuan yang terperinci.
Adapun ketika seorang laki-laki kemudian menikah dengan konsep berpikir yang matang, tujuan memiliki anak akan lebih terarah dengan pasangan yang dipilihnya. Hal yang sama berkalu pada wanita yang sudah memiliki sebuah tujuan sebelum menikah.
Saya banyak melihat perbedaan besar antara orang-orang yang menikah dengan sebuah tujuan dan mereka yang hanya sekedar menikah karena faktor umur atau pertimbangan keuangan yang sudah dianggap 'siap' atau karena desakan keluarga.
Banyak pasangan yang ketika menikah tidak memiliki tujuan yang jelas membesarkan anak tanpa kebersamaan, artinya asal anak bisa makan dan minum serta bisa sekolah maka ini dianggap sudah 'berhasil' menjadi orangtua.
Lalu, apa yang terjadi?
Anak tidak mendapatkan apa yang seharusnya mereka dapatkan ketika tumbuh kembang, yaitu kedekatan emosional dengan ayah dan ibunya. Mereka tetap tumbuh sehat, namun hati mereka pada dasarnya kosong dan haus akan kenyamanan.
Inilah yang sering dialami oleh anak-anak yang tidak dekat dengan orangtuanya. Mereka bisa memiliki segala jenis mainan atau sekolah termahal sekalipun, namun jauh dalam lubuk hati mereka mengalami kekosongan batin karena siraman kasih sayang yang kurang dari sosok ayah atau ibu.
Kehampaan yang mereka pendam pada umumnya tidak terlihat secara kasat mata. Pada saat umur anak sudah memasuki fase remaja menuju kedewasaan, mereka akan mengisi kekosongan ini dengan mencari pelampiasan di luar rumah.Â
Tanpa filter yang cukup, anak-anak yang haus kasih sayang mulai mengalihkan perhatiaannya dengan mencari sosok orang-orang yang bisa memberi mereka perhatian, akhirnya ada yang mencoba pacaran dan ada yang keblablasan sampai hamil.Â
Padahal, hal seperti ini bisa dihindari jauh-jauh hari dengan cara memberikan kenyamanan pada anak melalui kasih sayang yang nyata ketika membersamai anak saat kecil.Â
Membesarkan anak dengan Tujuan
Setiap orang mempunyai tujuan hidup, dan sebuah tujuan pada hakikatnya membentuk sebuah prioritas hidup. lalu, apakah seseorang yang menikah tanpa tujuan bisa mendidik anak dengan baik?
Porsi pendidikan anak terbesar ada dalam rumah, yaitu kedua orangtua (ayah dan ibu). Baru kemudian anak menyerap informasi sebagai sumber ilmu dari luar rumah (sekolah dan lingkungan).
Nah, tanpa tujuan jelas membesarkan anak maka orangtua tidak bisa menentukan prioritas. Kenapa? karena prioritas terbentuk dari sebuah tujuan, bukan sebaliknya.
Ketika seorang ayah memiliki tujuan membesarkan anak yang memiliki akhlak yang baik, maka prioritasnya adalah memperlihatkan contoh-contoh yang baik pada anak dengan akhlak yang baik pula.
Berbeda ketika seorang ayah tidak memiliki tujuan, prioritasnya akan tertuju pada yang lain, misalnya prioritas pada pekerjaan, mencari uang yang banyak untuk bisa menafkahi keluarganya.
Sedangkan menghabiskan waktu bersama keluarga, khususnya dengan anak tidak menjadi sebuah prioritas yang harus didahulukan ketimbang yang lainnnya.
Makanya, kita sering melihat orangtua yang menjadikan kerjaan sebagai prioritas karena pada awalnya tujuan membesarkan anak tidak dibicarakan dengan baik bersama pasangan.
Tidak kita pungkiri alasan paling utama adalah mencari uang untuk bisa menghidupi keluarga dan pastinya menyekolahkan anak. Meskipun demikian, sebuah tujuan yang dbangun dengan jelas jauh sebelum anak lahir akan melahirkan prioritas hidup yang lebih terarah.
Bukankah banyak keluarga yang juga bekerja tapi tetap menomorsatukan keluarga dengan prioritas berbeda? skala prioritas lebih mudah ditetapkan saat tujuan membesarkan anak sudah lebih dulu diperhitungkan.
Seorang ayah dan ibu yang lebih mempercayakan orang lain mengantarkan anak ke sekolah akan membentuk pengalaman berbeda pada anak dibanding mereka yang mengantar anak sendiri ke sekolah.
Begitupula orangtua yang hadir mengasuh anak dan terlibat setiap waktu membersamai anak akan meninggalkan sebuah kenangan yang jauh berbeda dari mereka yang besar tanpa rasa nyaman dari orangtua.Â
Kita semua tentu memiliki alasan masing-masing ketika memilih cara membesarkan anak, baik memberikan tanggung jawab kepada pembantu, keluarga terdekat atau memilih mengasuh anak sendiri tanpa perantara.
Akan tetapi, pernahkan kita bertanya apa tujuan memiliki anak? apakah hanya sekedar untuk memiliki keturunan semata ? ini adalah pertanyaan penting yang harus kita tanyakan kepada diri kita dan menjawabnya dengan jujur.
Jawaban yang kita berikan akan menentukan prioritas hidup yang kita bentuk. Jauh dari itu, sebuah tujuan yang kita tulis dengan jelas bersama pasangan tanpa kita sadari bisa mengarahkan kita untuk selalu mengalirkan kasih sayang yang dibutuhkan oleh anak-anak kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H