Perusahaan atau tempat kerja dengan kultur kerja seperti ini biasanya berakhir pada lingkungan kerja yang sama sekali tidak produktif. Kalaupun karyawan bekerja, mereka hanya terdorong karena uang saja, selebihnya biarkan saja seadanya.
Jika keadaan ini terus berlanjut, hanya ada satu solusi: pekerja berhenti atau perusahaan memberhentikan. Kalau perusahaan tidak mempunyai perhitungan yang baik di awal, para pekerja bisa tersudutkan dengan kebijakan pemberhentian sepihak.
Baik quiet quitting ataupun quiet firing, keduanya seperti koin dengan dua arah atau sebilah pedang bermata dua. Masing-masing memiliki argumen dengan sudut pandang sendiri.Â
Intinya, keduanya bisa menghadirkan manfaat atau juga mengundang malapetaka jika diterapkan pada konteks yang tidak benar. Para pekerja yang melakukan quiet quitting bisa berakhir buruk tanpa pertimbangan jelas di awal.
Begitu pula dengan perusahaan yang melakukan quite firing tanpa analisa kualitas kerja karyawan dengan tertruktur. Alangkah baiknya lagi jika perusahaan memiliki standar kerja yang jelas, beban kerja yang terukur dan gaji yang relevan.
Kultur kerja yang baik dalam sebuah perusahaan/organisasi atau apapun bisa menghilangkan kedua istilah yang saya bahas di tulisan ini. Â
Pertanyaannya? siapkah kita bekerja dengan baik untuk melayani atau kita lebih suka untuk dilayani? hmmm.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H