Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

3 Pendekatan Positif Orangtua agar Anak Belajar Nilai Kedisiplinan Sejak Kecil

12 September 2022   14:57 Diperbarui: 14 September 2022   01:00 904
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mendisiplinkan anak (Sumber: shutterstock)

Anak membangun kebiasaan dari apa yang mereka lihat, dimulai dari rumah, orang terdekat, lingkungan, dan lingkar pertemanan. Kebiasaan juga memiliki andil besar dalam membentuk kedisiplinan pada anak.

Bagaimana cara terbaik mendisiplinkan anak, apakah dengan menerapkan hukuman atau tanpa hukuman? Lantas, mana yang lebih efektif dan bermanfaat bagi anak? Mari kita bahasa dalam tulisan ini.

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan orangtua agar anak membangun nilai disiplin dengan baik dan benar.

1. Memperlihatkan Contoh dan Mengarahkan

Seringnya orangtua mulai mendisiplinkan anak dengan mengarahkan tanpa memperlihatkan contoh terlebih dahulu. Cara seperti tidak akan menetap lama dalam diri anak dan tidak efektif.

Anak menyerap informasi dari dua arah, MELIHAT dan MENDENGAR. Yang perlu dipahami orangtua, apa yang dilihat anak menetap lebih kuat di otak jika dibandingkan dengan apa yang didengar.

Anak akan merekam kuat memori orangtua dari apa yang sering ia lihat, dan melupakan dengan mudah apa yang ia dengar. Jadi, saat orangtua mendisiplinkan anak dengan mengarahkan terlebih dahulu, efek pada anak hanya sebentar.

Anak memang kelihatan menurut pada orangtua, namun itu hanya terjadi untuk beberapa kali, selebihnya mereka akan lupa dan tidak melanjutkan sebagaimana yang diarahkan orangtua.

Berbeda ketika orangtua memulai dengan memberi contoh. Pada awalnya anak tidak mengikuti namun lama-kelamaan apa yang ia lihat akan terekam dalam memori, lalu ketika orangtua mengarahkan maka dengan mudah anak akan mengikuti.

Nah, umur 1-2 tahun adalah masa terbaik orangtua memperlihatkan contoh positif pada anak. Apapun yang diinginkan orangtua pada anak bisa terbentuk di dua tahun ini. Pada tahun ketiga, mulailah dengan mengarahkan. 

Pesan yang masuk secara visual menetap sebagai memori jangka pendek pada awalnya, ketika terus dilihat memori ini berubah menjadi memori jangka panjang di otak. Ketika kemudian otak mendengar pesan sejalan dengan apa yang dilihat, maka informasinya dianggap relevan oleh otak.

Memberi contoh dan mengarahkan anak | freepik.com
Memberi contoh dan mengarahkan anak | freepik.com

Berbeda ketika seorang ayah menyuruh anaknya untuk buang sampah pada tempatnya, sementara anak melihat orangtua buang sampah sembarangan, antara informasi yang dilihat dan didengar tidak sinkron. Akibatnya, otak membangun persepsi yang berbeda.

Disiplin yang efektif haruslah diawali dengan contoh, baru kemudian diarahkan. Pada umumnya, banyak orangtua yang mengarahkan dan sedikit memberi contoh, akhirnya anak tidak membangun disiplin dengan konsep yang benar. 

2. Membuat Batasan

Pembiasaan kedua yang bermanfaat untuk membentuk kedisiplinan yaitu dengan membuat batasan yang jelas. Batasan di sini bermakna membuat aturan secara jelas dan konsisten menerapkannya sesuai umur anak.

Sebagai contoh, ketika orangtua memberikan HP kepada anak buatlah aturan yang jelas dan selalu konsisten dengan apa yang ditetapkan. Jika anak hanya boleh menonton 15 menit, maka orangtua tidak boleh mengubahnya.

Kenapa? Alasannya karena anak belajar dari kebiasaan yang ia dapat. Dalam kondisi anak dibiarkan tanpa aturan yang jelas dan dibolehkan untuk melanggar aturan, anak dengan sendirinya belajar disiplin dengan cara yang salah.

Ada orangtua yang kadang dengan mudah membiarkan anak menghabiskan waktu berjam-jam di depan HP. Hal ini karena aturan tidak dibangun dengan jelas dan tidak dijalankan secara konsisten.

Siapa yang dirugikan? Jawabannya jelas. Efek nyata akan dibawa anak selamanya. Jika saat kecil anak terbiasa hidup tanpa sekat pembatas, mereka akan membawa pemahaman hidup tanpa aturan.

Kenapa anak remaja sulit diatur? Salah satu penyebabnya adalah mereka tidak belajar batasan tertentu ketika kecil. Bisa jadi orangtua mereka membiarkan anak hidup apa adanya, tidur boleh kapan saja tanpa diarahkan dengan batasan.

3. Mengajarkan Konsekuensi dari Perbuatan

Sebab dan akibat juga dipelajari anak dengan pembiasaan. Orangtua yang condong fokus pada membiarkan anak tanpa mengajarkan akibat dari sebuah tindakan akan menghasilkan anak hidup tanpa membawa nilai disiplin.

Di saat anak bermain, apakah orangtua menjelaskan berapa lama anak boleh bermain dan memberitahu apa yang terjadi jika batasan waktu dilanggar?

Hal seperti ini terlihat simpel, akan tetapi membentuk kedisiplinan pada anak sejak kecil. 

Ada orangtua yang berkata, "Udah cukup mainnya ya", lalu anak merengek dan tidak mau berhenti. Orangtua menyerah dan anak dibiarkan bermain lagi.

Pola seperti ini membuat anak tidak memahami konsep waktu dan membawa kebiasaan yang tidak baik. Saat dewasa, jika sering dibiarkan tanpa memahami konsekuensi anak akan hidup tanpa tanggung jawab.

Seharusnya cara terbaik adalah, orangtua terlebih dahulu memberitahu anak total waktu yang akan dihabiskan untuk bermain. Misalnya 30 menit, beritahu anak dengan cara paling sederhana yang mereka pahami sesuai umur anak.

Anak akan merengek dan tidak mau meninggalkan mainannya jika seketika diminta orangtua. Ingatkan anak beberapa kali sebelum jatah waktu mainnya berakhir, tujuannya agar anak tidak kaget dan lebih gampang menerima kenyataan waktu bermain sudah selesai.

Saat anak tidak menuruti orangtua dan melewati batasan waktu bermain, ajarkan anak konsekuensi denga hal sederhana yang mudah dipahami. Contohnya, jika anak lanjut bermain, jatah kuenya berkurang atau jatah bermain keesokan harinya akan lebih sedikit.

Perlahan namun pasti jika anak diajarkan arti konsekuensi, mereka akan belajar akibat dari setiap perilaku. Efek positif dari pembiasaan konsekuensi adalah membangun kemampuan mengambil tindakan yang benar.

Ketika dewasa anak akan dengan mudah memahami akibat dari sebuah tindakan yang ia ambil. Dengan memahami konsekuensi anak juga terhindar dari berperilaku buruk yang merugikan diri sendiri dan juga nama baik orangtua. 

12 September, 2022

Penulis,

Masykur

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun