Ijinkan saya memulai tulisan ini dengan memberikan dua ilustrasi cerita: Si A dan si B.
Si A memiliki seorang anak yang sangat pinter. Apapun kebutuhan anak kerap ia penuhi karena rasa sayangnya kepada anak. Suatu hari saat mengantar anaknya, sebuah motor melaju dengan kecepatan tinggi dan tanpa kendali menabrak sang anak.Â
Segera si A menelpon ambulan dan menemani anaknya ke rumah sakit. Ternyata, setelah menjalani beberapa pengecekan resmi dengan alat medis, sang dokter memvonis bahwa anak si A memiliki harapan hidup yang sangat tipis, kalaupun bisa hidup ia tidak bisa berjalan lagi seumur hidupnya.Â
Walau dalam keadaan yang begitu terpuruk, si B tidak sekalipun menuntut penabrak anaknya dan tetap fokus untuk merawat sang buah hati, bahkan ia rela mencari rumah sakit yang lebih baik untuk menemukan alternatif lain yang lebih baik untuk anaknya.Â
Cerita kedua
Si B adalah pengusaha sukses di kotanya. Suatu hari orang terdekatnya membawa kabur uang yang telah ia kumpulkan selama 20 tahun. Jumlahnya tentu saja tidak sedikit, total kerugian yang ia alami  setara dengan 90% aset yang selama ini ia kumpulkan. Lalu, ia menyalahkan dirinya karena percaya begitu saja kepada orang terdekat, akhirnya si B jatuh miskin dalam sekejap.Â
Anak-anaknya yang terbiasa hidup serba ada kini harus keluar dari rumah mewah dan mau tidak mau menetap di rumah kontrakan yang kecil. Setiap harinya si B terus menyalahkan keadaan dan mencari tahu keberadaan bawahannya yang membawa kabur uang miliknya.
Nah, dari dua cerita ini, kira-kira mana yang lebih baik, si A atau si B? siapakah diantara kedua orang ini yang lebih mudah memperbaiki keadaan?
Pikiran kita pada hakikatnya bisa membawa kita untuk fokus pada solusi atau terpenjara dalam masalah.Â
Cara kita mengarahkan pikiran akan membawa kita untuk menemukan solusi atau selamanya terfokus pada titik masalah. Keduanya ibarat sebuah kompas yang memberi petunjuk yang benar atau arah yang salah.
Kita terkadang tidak menyadari efek negatif yang muncul karena cara kita berpikir. Pada dua contoh diatas, si A mengarahkan pikirannya pada solusi, sementara si B condong fokus pada masalah.
Dua alur berpikir antara kedua orang ini memberikan efek yang berbeda. Si A lebih mudah menemukan cara untuk menyembuhkan anaknya karena ia mengontrol pikirannya pada penyembuhan.
Si B tanpa ia sadari menfokuskan arah pikirannya pada siapa yang membawa lari uangnya ketimbang mencari cara untuk membangun kembali bisnisnya yang sudah mulai hancur.
Kemana Energi Pikiran Tersalurkan?
Energi yang kita habiskan dari dua cara berpikir tentunya berdampak berbeda pada kondisi tubuh. Dalam konteks cerita di atas, si A akan lebih mudah mendapatkan solusi karena sisi positif arah pikiran yang ia hasilkan.
Sementara si B yang terus menerus fokus pada masalah akan lebih sulit mendapatkan solusi karena tubuhnya terperangkap pada putaran masalah.
Pikiran yang kita hasilkan sebagian besar berasal dari kebiasaan yang kita dapat saat kecil. Orangtua yang sering memarahi, menyalah-nyalahkan anak, membeda-bedakan anak dengan orang lain akan lebih mudah mewarisi cara berpikir negatif kepada anak.
Pikiran negatif sangat rentan pada depresi/stres yang menutup hadirnya solusi pada masalah. Ketika seseorang fokus pada masalah maka pikiran mengarahkan tubuh untuk mengedepankan sisi negatif ketimbang positif.
Misalnya, si B yang terus menerus menyalahkan diri karena percaya pada bawahannya menghabiskan energi tubuh yang sangat besar sehingga otak tidak membuka ruang untuk melihat sisi positif.
Dalam kondisi seperti ini, jikapun ada orang yang memberi nasihat untuk kembali memulai bisnisnya, si B tetap lebih memilih pada alur pikiranya ketimbang mencoba solusi yang ditawarkan orang lain.
Padahal, dengan mengarahkan pikiran kepada masalah, si B akan terperangkap pada keadaaan yang sama dan tidak akan merubah apa yang sudah terjadi. Sebaliknya, jika si B mengarahkan pikiran untuk kembali menata bisnisnya maka kemungkinan untuk bangkit lebih besar.
Semua kita punya pilihan untuk mengarahkan cara berpikir. Apakah condong pada masalah atau fokus pada solusi. Namun, kemampuan fokus pada solusi tidaklah mudah.
Cara terbaik yang bisa kita lakukan adalah memilah dan memilih pikiran yang baik bagi kita sebelum terperangkap dalam alur berpikir yang menjebak.
Jika mengalami suatu masalah, berpikirlah dengan jernih dengan menimbang sisi baik dan buruk, mana yang lebih besar kemungkinan akan terjadi.
Contohnya, ketika misalnya sebuah musibah datang seketika, latihlah pikiran untuk tidak mencari kesalahan, namun arahkan untuk mencari solusi.
Kita tidak bisa merubah apa yang sudah terjadi. Si A tidak bisa merubah kondisi anaknya dengan mencari penabrak dan kemudian memenjarakan tersangka. mungkin ia akan puas sesaat, akan tetapi keadaan anaknya akan tetap sama.
Adapun saat ia memutuskan untuk fokus merawat anaknya, berbagai macam solusi akan muncul. Bisa saja salah satu usaha yang ia lakukan bisa membawa keadaan lebih baik pada anaknya.
Dalam kasus si B, jika saja ia fokus untuk mencari cara memulihkan bisnisnya, keadaan dan kondisi keluarganya akan berangsur baik. Perlahan pintu-pintu solusi akan terbuka.
Akan tetapi, karena fokus pikiran diarahkan pada masalah, si B akan terus-terusan meratapi nasibnya dan menyalahkan keadaan. Apakah dengan menyalahkan kondiri hidupnya lantas akan berubah?. TIDAK!
Energi positif membawa kita pada keadaan positif, sebaliknya energi negatif mengantarkan kita pada lingkungan negatif. Layaknya sebuah magnet, ia bisa menarik apa yang ada disekitarnya.
Pikiran negatif seringkali mengundang masalah lebih banyak ketimbang solusi, hal ini pada dasarnya bersebab pada energi yang kita keluarkan mengundang sisi negatif dari sekitar.
Ini alasannya kenapa orang berpikiran negatif sulit sekali dirubah dan keadaan hidupnya akan berputar di tempat yang sama. Energi yang keluar dari tubuh orang-orang berpikiran negatif juga condong mengundang masalah kepada orang di sekitarnya.
Sementara orang-orang dengan pikiran positif lebih gampang menemukan solusi dan merubah keadaan. Energi yang keluar dari orang berpikiran positif mengundang orang dengan frekuensi yang sama.
Hindari Bergaul dengan Orang Berpikiran Negatif
Cara paling efektif untuk melatih cara berpikir adalah dengan menghabiskan waktu bersama orang-orang berpikiran positif. Sebaik mungkin, hindari duduk bersama mereka yang sering menyalah-nyalahkan keadaan.
Ini bukan berarti kita hanya berteman dengan orang-orang tertentu, tetapi lebih kepada membangun kebiasaan yang baik dengan bergaul bersama orang-orang yang lebih banyak berpikir positif.
Tanpa kita sadari, berteman dengan orang-orang yang berpikir positif membawa kita untuk lebih fokus pada solusi sehingga stres/depresi tidak gampang hinggap.
Secara teratur kita juga akan mampu berpikir positif ketika dihadapkan pada suatu masalah tertentu. Akhirnya, tubuh juga lebih sehat dan tidaj gampang sakit.
Ketika pikiran kita arahkan untuk berpikir negatif, imun tubuh kita akan menurun secara drastis dan kita akan rentan terserang penyakit. Saat pikiran positif, imun tubuh bekerja lebih maksimal dan berbagai jenis penyakit bisa terhindar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H