Orang dengan kemampuan bahasa lebih dari dua dipercaya lebih pintar. Benarkan demikian? mari kita bedah di tulisan ini.
Bilingual menjadi sebutan populer bagi mereka yang mampu menguasai dua bahasa dengan lancar. Sedangkan, monolingual adalah sebutan untuk mereka yang hanya bisa berbicara satu bahasa saja.Â
Sisi Kreativitas
Bilingual sering dianggap lebih kreatif dari monolingual. Kreatifitas tidak hadir dengan sendirinya. Bahasa adalah salah satu sumber penghasil kreativitas. Keuntungan positif menguasai dua bahasa yaitu otak mampu berpikir lebih kreatif.
Kira-kira anda percaya tidak ya? coba tanyakan sebuah pertanyaan yang sama kepada dua orang: satu bilingual dan satunya lagi monolingual. Perhatikan jawaban jenis jawaban yang mereka utarakan.
Misalnya, tanyakan sebuah botol yang kosong bisa digunakan untuk apa saja? bagi monolingual, jawabannya condong mengarah kepada mengisi air ke dalam botol, akan tetapi bilingual mampu berpikir lebih dalam, mereka bisa memberi jawaban berbeda, seperti mengisi pasir.
Nah, berdasarkan hasil penelitian, saat monolingual dan bilingual dihadapkan dengan pertanyaan seperti diatas, bilingual jauh lebih unggul dan kreatif dari sisi jawaban yang mereka berikan.Â
Jadi, bilingual bisa unggul dari sisi kreativitas. Mereka mampu berpikir out of the box ketimbang memberikan jawaban yang umum diberikan orang banyak.Â
Metalinguistic Awareness
Apa itu metalinguistic awareness? pernah lihat orang yang mudah memahami candaan atau jenis candaan yang berasal dari permainan kata? Nah, di sinilah peran metalinguistic awareness.
Bilingual memiliki kemampuan memahami candaan lebih baik ketimbang monolingual. Bukan hanya itu, metalinguistic awareness juga dibutuhkan seseorang untuk mampu belajar membaca.Â
Hasil penelitian membuktikan bahwa bilingual lebih mudah dan cepat belajar membaca jika dibandingkan dengan bilingual, hal ini disebabkan sisi metalinguistic awareness mereka lebih unggul.
Dari sisi akademik, kemampuan metalinguistic awareness sangatlah dibutuhkan untuk memahami cara kerja sebuah bahasa, sehingga mereka yang bilingual lebih sedikit mengalami kesulitan saat diharuskan mengikuti tes yang menuntut fokus.
Namun, perlu dipahami bahwa kelebihan yang saya sebut diatas hanya berlaku pada bilingual yang memang mampu menguasai dua bahasa dengan lancar saat kecil.
Umumnya, di Indonesia rata-rata dalam keluarga anak diajarkan dua bahasa: daerah dan bahasa Indonesia. Sayangnya, saat ini minat orangtua mengajarkan anak bahasa daerah sudah jauh berkurang. Padahal, jika dilihat manfaatnya jauh lebih besar.Â
Apakah Anak Belajar Bahasa Lebih Cepat?
Jika merujuk pada penelitian bahasa jawabannya iya, namun ini bukan berarti anak-anak yang belajar bahasa kedua ketika melewati masa pubertas akan lebih sulit.Â
Anak-anak memiliki keistimewaan belajar bahasa lebih cepat karena ada bagian otak yang hanya berfungsi maksimal saat kecil. Di sisi lain, anak-anak belajar bahasa tanpa rasa cemas, berbeda dengan orang dewasa.Â
Ketika anak-anak belajar bahasa lain selain bahasa ibu, mereka tidak pernah memikirkan kesalahan, semuanya berjalan secara alamiah. Dengan pola seperti ini otak lebih cepat merekam input yang masuk.
Kemampuan berbahasa pada anak lebih mudah terjadi karena faktor kesempatan. Lingkungan keluarga yang menguasai dua bahasa sangat membantu anak-anak menguasai logat dan kosakata dengan cepat.
Ada dua istilah berbeda ketika belajar bahasa :speed of learning dan the ultimate level of success. Apa yang menjadikan kedua istilah ini berbeda?
Speed of learning identik dengan cara belajar bahasa orang dewasa, dimana ada aspek tertentu seperti tata bahasa (grammar) yang lebih cepat dikuasai oleh orang dewasa, namun lebih lama dipahami oleh anak-anak.
Sedangkan the ultimate level of success mengarah pada FLUENCY, dimana anak-anak lebih mudah berada di posisi ini. Hal ini bisa terlihat  pada aksen yang terbawa pada anak.Â
Anak-anak lebih cepat menguasai aksen suatu bahasa karena cara belajar mereka bukanlah seperti orang dewasa yang fokus pada ACCURACY. Bagi orang dewasa berbicara benar dianggap lebih baik.Â
Faktor inilah yang membuat orang dewasa lebih lama menguasai sebuah bahasa kedua. Kesalahan berbicara karena grammar yang salah lebih menakutkan bagi orang dewasa, sedangkan anak-anak tidak terlalu ambil pusing akan grammar.
Mengoreksi Kesalahan Berbahasa Anak
Suatu waktu saya pernah membahas hal ini dengan seorang teman asal Amerika. Teman saya berpendapat bahwa mengajarkan anak bahasa kedua, misalnya bahasa Inggris, perlu dilakukan dengan benar.
Menegur atau memperbaiki kesalahan berbahasa anak secara langsung memiliki efek negatif bagi anak. Anak-anak memiliki cara belajar unik yang sulit dipahami orang dewasa.
Memperbaiki kesalahan grammar, kosakata atau pengucapan secara langsung tidak selamanya tepat dilakukan. Pada beberapa kasus memang kesalahan yang dibuat anak bisa berasal dari bahasa ibu.
Sebagai contoh, dalam bahasa Indonesia kita tidak mengenal "the" dan "a/an" , namun dalam bahasa Inggris "the" dan "a/an" dianggap penting. Bagi orang Amerika, ketika berbicara mereka selalu memperjelas sesuatu dengan memakai "the" dan berbicara hal umum dengan memakai "a/an".
Bagi anak-anak yang belajar bahasa Inggris tentunya butuh waktu untuk memahami konteks pemakaian "the" dan "a/an" dengan tepat. Semakin sering didengar maka semakin mudah dipahami.
Nah, sebenarnya saat anak menyebutkan kata yang tidak tepat atau mengucapkannya tidak benar, itu adalah bagian dari proses belajar  dikenal dengan istilah stages or routes of development yang harus diapresiasi.
Jika harus membetulkan, pilihlah waktu yang tepat dan dengan cara yang baik. Jangan menegur kesalahan berbahasa anak secara terus menerus karena akan membuat anak jengkel dan rasa percaya dirinya bisa menurun.
Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI