Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pelajari Jenis Gaya Asuh yang Membangun Rasa Percaya Diri Anak

3 Februari 2022   10:13 Diperbarui: 3 Februari 2022   19:15 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika pada tulisan sebelumnya saya pernah membahas tentang Authoritarian (gaya asuh yang otoriter),  kali ini saya akan menjabarkan sedikit mengenai Authoritative parenting.

Apa itu Authoritative parenting?

Authoritative parenting adalah pola asuh yang memberikan dukungan positif bagi anak dan juga mengarahkan anak dengan tujuan yang lebih terukur. Berbeda dengan authoritarian yang hanya fokus pada pencapaian, orangtua dengan authoritative parenting condong mendukung anak dan menawarkan bantuan.

Psychologists say that authoritative parents raise children who are well-adjusted, confident, and social. 

Psikolog memandang gaya asuh authoritative dapat membangun rasa percaya diri anak, mudah beradapdasi, dan juga mudah bersosialisi. Hal ini disebabkan orangtua tidak mengekang anak, melainkan memberikan kelonggaran bagi anak dengan dukungan orangtua.

Gaya asuh yang bagaimana yang menyebabkan anak memiliki rasa percaya diri yang rendah?

Ternyata orangtua yang tidak terlibat mengasuh anak menyebabkan anak tumbuh dengan rasa percaya diri yang buruk. Tidak terlibat disini bermakna tidak merespon, tidak berada di sekitar anak dan mengabaikan anak. 

Anak di bawah umur 1 tahun harus memiliki kedekatan secara emosional dengan orangtua. Umur 0-12 bulan adalah waktu paling baik untuk membangun kedekatan secara emosional melalui GPS (Gendongan,Pelukan, Sentuhan).

Percaya atau tidak jika orangtua aktif melakukan GPS pada anak di umur 0-12 bulan maka anak akan tumbu dengan rasa percaya diri yang baik. Kenapa bisa demikian?

Aktivitas menggendong, memeluk, dan menyentuh memberikan kenyamanan bagi anak. Ketiga hal ini sangat dibutuhkan anak dimasa awal kelahiran. 

Berdasarkan fakta keilmuan, saat bayi disentuh saraf dibawah kulit mengirim sinyal ke otak sehingga mengaktifkan bagian otak yang dikenal dengan social brain. 

 Gentle, nurturing touch, which is sensed by nerve endings beneath the skin, stimulate areas of the brain associated with social and emotional development -- the "social brain"  

Ilustrasi gambar:www.kidspot.com
Ilustrasi gambar:www.kidspot.com

Apa yang terjadi pada bayi yang jarang atau tidak disentuh? Bagian social brain tidak berkembang dengan baik. Area otak ini memiliki fungsi dasar untuk bisa mengenali orang lain. Makanya bayi jarang disentuh oleh orangtuanya akan tidak memiliki ikatan bathin yang kuat.

Mengelola emosi dan stres

Bayi yang jarang disentuh juga condong mudah stres dan sulit mengatur emosi. Sebaliknya, anak yang sering mendapat sentuhan orangtua akan mudah menenangkan diri dan tidak mudah stres.

Saat seorang bayi umur 0-12 bulan menangis, pada hakikatnya mereka mencari perhatian melalui sentuhan orangtua. Makanya, saat digendong, dipeluk, dan disentuh bayi akan sangat mudah diam karena bagian kulitnya merespon dengan mengirim sinyal ke otak.

Sedangkan bayi yang dibiarkan menangis dan tidak mendapat sentuhan fisik tidak bisa menenangkan diri sendiri. Jika dibiarkan terus menerus ini malah akan menyebabkan bagian social brain  tidak mendapat rangsangan yang dibutuhkan. 

Kadang ada orangtua yang 'malas' atau mungkin ogah menyentuh atau memeluk anak dan membiarkan anak menangis. Ini akan berakibat buruk pada rasa percaya diri anak. Anak akan tumbuh menjadi pribadi yang memiliki rasa percaya diri rendah karena sering diabaikan orangtua.

Sentuhan fisik bagi anak khususnya umur 1-3 tahun bukan hanya membantu otak berkembang dengan baik, namun juga akan menjadikan anak membangun rasa empati pada orang lain dengan sangat baik.

Apa hubungannya rasa empati dan pelukan?

Baik, begini penjelasan ilmiahnya. Saat anak disentuh, saraf merespon dengan mengirim sinyal ke otak, lalu otak akan menerjemahkan sentuhan sebagai sebuah ketenangan dan kenyamanan.

Menangis adalah hal alamiah yang dilakukan bayi untuk berkomunikasi, jika tidak nyaman seorang bayi juga akan menangis. Sentuhan orangtua dapat menenangkan perasaan bayi sehingga otak membangun kemampuan untuk memahami cara menenangkan diri.

Bayi atau anak yang sering dipeluk atau disentuh akan mudah menenangkan diri saat emosi mereka negatif. Kemampuan ini berefek pada kemampuan untuk mengenali emosi orang lain, yang membuat seseorang lebih mudah berempati.

Coba perhatikan anak-anak yang condong cuek saat melihat anak yang lain menangis atau sedih, kemungkinan besar mereka sangat jarang dipeluk dan disentuh oleh orangtuanya.

Malah orang dewasa yang tidak memiliki rasa empati memiliki masalah pada bagian otak yang disebut social brain. Bisa saja saat bayi mereka jarang dibelai dengan sentuhan kasih sayang oleh orangtua sehingga gagal memahami cara mengatur emosi.

Sebuah studi menyimpulkan bahwa anak-anak yang sering dipeluk oleh ibunya akan mudah peduli kepada orang lain (one study found that children whose mothers more often hugged them when they were upset were more concerned and caring about others (Narvaez et al. 2019). 

Ini adalah sebuah hal penting yang perlu diperhatikan oleh orangtua. Banyak sekali orangtua yang menganggap pelukan bukanlah hal penting, nyatanya kemampuan otak membangun rasa peduli dimulai dari sentuhan orangtua kepada anak.

Sebuah pertanyaan yang mesti dijawab oleh orangtua di rumah? Apakah kita sebagai orangtua berharap anak untuk mudah berempati kepada oranglain dna memiliki rasa percaya diri yang tinggi? atau Mungkinkah kita menginginkan anak tumbuh menjadi pribadi yang abai dan mudah putus asa?

Jawaban ada pada diri kita masing-masing. Tentu dengan sentuhan fisik melalui pelukan dan sentuhan, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang mudah mengontrol emosi dan memiliki rasa percaya diri yang baik. 

referensi bacaan:

1. Physical touch (baca disini)

2. Social brain (baca disini)

3. parenting style (baca disini)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun