Mohon tunggu...
Masykur Mahmud
Masykur Mahmud Mohon Tunggu... Freelancer - A runner, an avid reader and a writer.

Harta Warisan Terbaik adalah Tulisan yang Bermanfaat. Contact: masykurten05@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pentingnya Kurikulum Darurat saat Pandemi

29 September 2021   10:06 Diperbarui: 29 September 2021   10:55 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar: www.ishn.com

Musibah tidak datang dengan undangan, tidak pula bisa diprediksi. Kalau mau memilih, semua tentu tidak berharap musibah datang. Tapi, dengan musibah banyak pelajaran berharga yang bisa diambil dan menjadi pelajaran berharga.

Kurikulum Darurat

Kedatangan virus Corona sangat memukul semua orang. Dari sisi pendidikan kita melihat betapa rentannya virus ini merobohkan pertahanan sekolah. Guru dan anak didik kelabakan menghadapi kondisi dimana sekolah diwajibkan tutup.

Solusi yang diberikan pemerintah melalui sekolah daring memunculkan stigma negatif. Walau tujuannya baik, namun pemerintah harus belajar dari pandemi kali ini. Satu hal yang sangat terlihat, pemerintah tidak memiliki strategi yang jelas.

Dalam kondisi musibah diterpa pandemi saat ini, pemerintah perlu menyiapkan kurikulum darurat yang memiliki GOAL yang berbeda. Pola pembelajaran harus dirubah total dan disesuaikan.

Yang terlihat saat ini pemerintah hanya mengganti ini dan itu, merubah jam belajar menjadi daring dan kelas tatap muka yang diperkecil. Sayangnya, pemerintah tidak berpikir lebih jauh bagaimana menyesuaikan materi dengan keadaan darurat.

Kurikulum darurat harus sudah dipersiapkan jauh-jauh hari sebelum musibah datang. Jangan pas musibah baru sibuk berpikir. Ini namanya living to die. Iya, hidup untuk mati.

Sederhanakan Bahan Ajar dan Cara mengajar

Saat pandemi seperti sekarang, guru seperti kehilangan arah dan tujuan. Kebijakan sekolah daring dari rumah bukan hanya membuat guru pusing tapi juga orangtua stres.

Betapa tidak, orangtua harus siap menjadi guru cadangan memfasilitasi anak dari rumah. Sementara orangtua juga harus bekerja diluar rumah. Ini namanya membuat masalah baru tanpa solusi. 

Pemerintah perlu berpikir sedikit smart, dengan cara menyederhanakan bahan ajar. Ini bisa membuat guru lebih terfokus dan terarah kepada materi yang perlu diajarkan. 

Penyederhanaan materi juga sangat penting guna meringankan beban psikologis anak yang harus belajar melalui laptop. Ini bukan sesuatu yang mudah. Kemampuan fokus melalui tatap muka sangat berbeda dengan tatap layar. Jadi, ini perlu dikaji dan dipikirkan.

Guru sebagai pemegang tombak perlu mendapatkan support secara emosional juga. Jangan guru malah disuruh tenggalam tanpa kemampuan berenang. Banyak guru yang sangat kewalahan mengajar secara dari karena memang TIDAK SIAP.

Wajar saja guru merasa terbebani karena mereka tidak dilatih atau dipersiapkan untuk mengajar tatap layar. Makanya, pemerintah perlu menyiapkan kurukulum darurat yang bisa dipakai kapan saja saat musibah datang.

Ibaratnya kondisi perang, tentara dan polisi mungkin siap tempur karena memang mereka sudah terlatih. kalau rakyat sipil disuruh berperang bagamina jadinya. 

Intinya, pemerintah harus berpikir 10 tahun kedepan, bukan 10 hari kedepan. Kalau seperti ini guru tidak bisa mengajar secara baik karena memang mereka tidak bisa memakai 'alat perang'. Jadi, output pembelajaran jelas tidak maksimal.

Dalam kondisi pandemi, beban mengajar harus dikurangi dengan GOAL bahan ajar yang terlebih dahulu dirampingkan. Fokus materi juga harus pada hal-hal penting saja. Yang tidak relevan itu langsung dibuang saja. Untuk apa materi banyak, hasil nihil.

Nah, proses belajar tatap muka yang sebenarnya harus dibenah. Kalau sebelumnya dalam kondisi normal sekolah setiap hari, cukup buat 3 hari saja dengan jumlah siswa lebih sedikit. 

Atau solusi lain, siswa belajar daring cukup 30 menit saja dan sisanya disekolah. Intinya, proses tatap muka tetap harus jalan namun disesuaikan. Siswa perkelas diperkecil, jam belajar juga dirubah. 

Project-based Learning

Rasanya saat keadaan seperti ini kurikulum  bisa diarahkan ke project-based. Artinya, proses pembelajaran mengarah ke mengerjakan hal-hal yang lebih produktif. Tentu disesuaikan dengan mata pelajaran.

Misalnya, di sekolah menengah pelajaran fisika, biologi dan kimia bisa digabung dan diaplikasikan ke pola mengerjakan proyek produktif. Ini lebih bermanfaat untuk melatih daya pikir siswa dan pastinya lebih produktif. 

Dari sisi proses belajar, guru juga lebih condong mengarahkan siswa dan memfasilitasi dengan membuat tutorial yang kemudian bisa dijelaskan baik melalui daring atau tatap muka.

Yang terjadi saat ini siswa seperti terombang ambing. Di rumah mereka tak tahu harus melakukan apa, akhirnya mengakses video melalui youtube yang menghabiskan waktu dan melalaikan. 

Jika proses belajar bisa diarahkan untuk menghasilkan melalui project-based, siswa akan lebih terarah harus melakukan apa dirumah. Selain itu mereka bisa bekerja dalam grup dan saling bekerja sama.

Ada banyak mata pelajaran yang sebenarnya bisa digabungkan dan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu. Kalau hanya belajar teori saja secara terpisah, rasanya siswa hanya berakhir sebagai penghafal.

Ada baiknya pada kondisi pandemi seperti ini pemerintah merobah total kurikulum menjadi lebih simpel, terarah namun lebih bermanfaat. Daripada melulu terfokus pada input, kenapa tidak arahkan ke output.

Kalau cuma ganti-ganti kurikulum saja tapi intinya memberatkan lebih baik tidak usah. Sekarang yang diperlukan guru itu kurikulum yang sederhana tapi lebih mengena dan bijaksana. Benar gak? hehe

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun