Jika anak sering dilarang melakukan hal-hal yang seharusnya memang mereka lakukan sebagai proses perkembangan fisik, maka mereka akan mendapat input yang sangat sedikit dan ini akan membuat perkembangan otak terhambat.Â
Pesan yang diberikan orangtua akan menjadi kesan yang mereka bawa saat besar. Rasa percaya diri anak tumbuh melalui cara orangtua menghadapi anak saat berkomunikasi. Orangtua dengan pola suka memarahi akan mewarisi rasa percaya diri yang buruk pada anak.
Sedangkan bagi orangtua yang kerap mendampingi anak dan berinteraksi dengan bahasa yang baik, maka mereka akan mewarisi rasa percaya diri yang sangat tinggi pada anaknya.
Mengapresiasi anak saat mereka melakukan sesuatu dengan ucapan yang baik dan positif juga sangat berpengaruh pada rasa percaya diri mereka saat dewasa.Â
Ucapan seperti "ayo coba, kamu pasti bisa", "ayah lihat dari sini ya, jangan khawatir pasti bisa" akan meninggalkan pesan postif pada anak.
Sedangkan ucapan seperti "jangan manjat nanti jatuh", "awas nanti bisa pecah", "sudah, pergi sana jangan ganggu adek" akan mengirin pesan buruk pada otak anak dan menjadi input yang melahirkan rasa percaya diri yang buruk pada anak.
Setiap orangtua punya pilihan, apakah ingin terus membiasakan anak dengan pola komunikasi yang buruk atau mulai merubah cara berkomunikasi kepada anak dengan bahasa yang lebih baik dan lembut.Â
Sebuah cermin yang bersih akan memantulkan cahaya dengan baik, sama halnya seperti orangtua yang baik akan memantulkan sifat yang baik pula dalam diri anak.Â
Ayo, perbaiki cara berkomunikasi dan berinteraksi dengan anak.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H