Bahkan, banyak orangtua yang mengaku"sibuk" lebih memilih memberikan smartphone kepada anak sebagai bentuk Kasih sayang. Padahal, inilah awal masuknya I formasi yang tidak bisa dikontrol orangtua. Mungkin niat orangtua baik, tapi caranya salah. Alhasil, anak bebas menyerap apapun dari apa yang ditonton.Â
Lama kelamaan anak terbiasa dan menganggap apa yang ia lihat adalah hal benar. Jika yang mereka lihat baik, maka baiklah karakter mereka namun jika tontonan itu buruk maka sungguh ini menjadi database selamanya. Dan parahnya, apa yang melekat dari 1-7 tahun itu akan sangat sulit dihapus atau dipeovram ulang.Â
Dan jika kita melihat lebih jauh, akar masalah atau dalang dari buruknya karakter anak adalah dari apa yang mereka lihat. Bisa saja bukan dari smartphone, tapi dari kelakuan orangtuanya yang tidak mencerminkan karakter yang baik. Danau yang jernih tidak mungkin merusak ikan didalamnya. Begitupula orangtua dengan karakter baik tidak akan menghasilka anak dengan kepribadian buruk. Ingat! Setiap anak pada hakikatnya bersih dan orangtua lah yang memilih untuk menjaganya atau menelantarkannya.Â
Efek teknologi pada anak dibawah umur lebih besar membawa mudharat daripada manfaat jika tidak didasari ilmu. Tontonan diera layar sentuh tidak mengenal batas umur. Semua  bisa berujung pada degradasi moral jika tidak diawasi sejak dini. Jika sudah terjangkiti atau bahkan ternodai, maka tidak ada arti menangisi walau dengan niat tulus dari hati.Â
Membesarkan anak harus benar-benar menguasai ilmu sesuai masanya. Dulu saat Internet belum ada, orangtua tidak perlu risau karena sumber informasi lebih banyak dari aktifitas fisik yang lebih mudah dimontrol dan difilter. Berbeda dengan saat ini dimana sumber visual lebih mendominasi otak anak. Jadi, orangtua butuh ekstra hati-hati memberikan fasilitas seperti smartphone jika tidak mampu mengontrol secara bijak.Â
Saat ini kecanduan smartphone juga bisa menyebabkan anak menjadi malas, dan berdasarkan hasil penelitian juga berakibat buruk bagi perkembangan anak secara intelektual dan terlebih emosional. Anak yang condong aktif didepan smartphone akan mengalami masalah saat berinteraksi secara sosial. Sehingga mereka akan sulit be kerjasama secara tim saat dewasa kelak.Â
Yang perlu diperhatikan orangtua adalah membatasi smartphone pada anak sebaik mungkin. Bahkan untuk anak dibawah 7 tahun sebaiknya tidak dikenalkan terlebih dahulu dan Fokus pada aktifitas fisik untuk membentuk rangsangan pada saraf motorik. Memang ini adalah hal yang sulit apalagi jika sebagai orangtua kita tidak membatasi diri memakai smartphone didepan anak. Namun, jika ingin anak tumbuh normal secara intelektual dan emosional kita harus rela mengedepankan anak dari sekedar kebutuhan akan informasi.Â
Ringkasnya, Informasi yang paling banyak diserap anak secara visual akan membentuk sebuah konsep berpikir dalam diri anak sehingga berujung pada sebuah karakter dengan kepribadian tertentu. Informasi ini menetap di pikiran bawah sadar yang kemudian menjadi pola berpijak anak saat dewasa. Jika informasi ini bisa dipilih oleh orangtua saat anak masih kecil maka Kan menjadi fondasi yang membentuk karakter baik pada anak.Â
Komunikasi dan interaksi fisik orangtua dan anak adalah faktor yang sangat berkontribusi pada kecerdasan anak secara emosional. Hal ini tidak bisa diperoleh disekolah sebagaimana kecerdasan intelektual. Anak yang Cerdas secara emosional akan mudah berinteraksi dengan orang lain dan memiliki empati yang baik. Dan ini hanya terbentuk dari hubungan orangtua secara fisik bersama anak saat kecil.Â
Orangtua punya kesempatan dan pilihan untuk membentuk karakter anak yang diinginkan sejak sedari kecil, tentu bukan dari tontonan melainkan dari ketauladanan yang diperlihatkan. Yang dibutuhkan adalah kemauan untuk membersamai anak dengan aktifitas yang melibatkan anak secara emosional, bermain dan belajar bersama.Â
Jika orangtua tak mampu menginvestasi waktu bersama anak, maka mereka akan kehilangan segalanya saat anak dewasa. Secara kasatmata kecerdasan intelektual bisa diwarisi dengan berbagai sertifikat olimpiade atau sejenisnya, namun kecerdasan emosional akan melekat dalam hati orangtua saat nilai empati anak lebih besar dari rentetan prestasi.Â