Alangkah lucunya persahabatanku dengan lelaki kurus berkumis tipis yang bertempat tinggal di sudut kota Jakarta, Karet. Parman namanya, tiga tahun masa-masa indah ku di SMAN 32 Jakarta ini ku habiskan bersamanya, tak lewat seharipun kisah lucu tanpa dirinya. Sampai di suatu siang pada saat pulang sekolah, seperti biasa Parman pulang bersamaku karena jarak rumah kami sangat dekat.
Bel sekolah telah berbunyi, menandakan waktu pulang seluruh siswa SMAN 32 Jakarta. “Man, seperti biasa bareng yak.” “Iya, selau aja Har.” “Eh tapi lewat DosQ bae yak. Males gua muter-muter” “Iya, gua ngikut bae udah.” Langkah demi langkah ku hentakkan kaki ini bersama karibku Parman.
Tiba-tiba sekelompok pelajar mengenakan seragam SMK Muhammadiyah 8 mengahalang perjalanan kami "Hey! Ini nih ada anak 32 yang tadi, udah abisin lagi aja!" Kami pun seketika terkejut dan aku yang berada di belakang Parman memutar balikkan tubuh ku dan langsung berlari sekencang tenaga menjauhi kelompok tersebut tanpa memikirkan karibku.
Keesekoan harinya dikelas tak ku lihat sesosok lelaki kurus berkumis tipis yang biasa duduk di samping bangku ku "Jo! Parman mana? Dia ga masuk?" Tanya ku pada Paijo sepupu Parman yang juga menuntut ilmu di Sparatiz (sebutan SMAN 32 Jakarta di kalangan pelajar) "Dia kemaren keciduk warga gara-gara bentrok sama anak DosQ" (sebutan SMK Muhammadiyah 8 Jakarta) Dalam hati aku merasa bersalah karena meninggalkan sobat karibku "Loh? Kok bisa? Emang dia ngapain?"
Nampaknya Paijo tak mengetahui bahwa aku tadinya berada di tkp "Iya jadi tuh kemaren DosQ kalah bola sama Sparatiz, dikiranya Parman ikutan maen terus abis dha ama bocah DosQ eh ada warga yang lapor ke polisi abis itu keciduk dha tu bocah. Tau-tau bapaknya dapet telpon bae dari polisi". Mendengar cerita Paijo makin berat rasa bersalah di hati ini "Oh gitu Jo, yaudah dha nanti pulang gua tengokkin tu bocah" Pulang sekolah kan ku jenguk dia sekaligus membawa bakso bang Mamat kesukaan kami sebagai permohonan maaf kejadian kemarin.
Sesampai ku di rumah Parman ku lihat wajah lelaki kurus itu sudah hancur lebur layaknya bubur yang telah di aduk-aduk "Oy Man! Gimana kabarmu? Makin ganteng aja itu muka? Nih ku bawakan bakso bang Mamat kesukaanmu, gapake daun bawang kan?" "Ganteng... ganteng... memang teman benar kamu Har! Kabur ga ngajak-ngajak, aku nengok kebelakang udah jauh lari kau. Sahabat macam apa kamu?" "Aduh maap banget Man, ga maksud apa-apa nih. Tapi kaki ku lari sendiri menjauhi anak DosQ. Yaudah nih makan dulu bakso bang Mamatnya mumpung masih anget" "Iya makasih Har kamu memang tau banget apa yang aku butuhin" "Jadi udah sembuh kan nih? Besok masuk lah, gabisa seharipun hidup tanpa ngeliat wajah kau yang ganteng itu Man" “Iya iya inshaallah kalo aku udah baikkan aku langsung masuk kok”.
Seketika Ibu Parman keluar dari dapur sembari membawakan aku es teh manis dan sepiring biskuit “Waduh repot-repot aja nih tante hehe” “Ga repot kok Har, kan kasian kamu udah jauh-jauh bawain Parman bakso pula. Makasih ya Har” “Bukan apa-apa kok tante” Sesudah menengok keadaan karibku, ku tuntun tubuh ini untuk kembali ker rumah yang tidak jauh jaraknya dari rumah Parman. “Har! Parman katanya keciduk yak?” Tanya kakakku Delima wanita cantik yang merawat ku semenjak aku merantau dari tanah kelahiranku Palembang, Sumatra Selatan. “Iya keciduk dia. Ini aku baru pulang nengokkin, udah babak belur aja mukanya.” “Waduh kasihan juga si Parman. Yaudah mandi lah kau sudah tu makan, sudah ku masakkan makanan kesukaan kau” “Iya ka”.
Keesokkan harinya sesampai aku di sekolah, sudah ku lihat lelaki kurus berkumis tipis yang masih ada lebam di wajahnya yang duduk di kursi sebelahku. Melihat Parman yang sudah kembali bersekolah melukiskan senyuman lega di wajah ku “Weh Man! Udah masuk aja kamu” “Iyalah aku paksain ini demi kamu. Aku tau kamu tak bisa hidup sehari pun tanpa melihat wajahku” “Walah bisa aja kamu Man, tapi bener juga sih.”
Setelah bel sekolah berbunyi 3x aku dan Parman segera pulang “Jadi lewat mana nih? DosQ lagi kah?” “Yeu, gila kamu Har. Tapi kali ini gantian, aku yang kabur kamu yang babak belur ya.” “Haha jangan lah kasian tampangku yang ganteng ini” Ketika perjalanan pulang ke rumah tak sengaja kami satu angkutan dengan primadona Sparatiz, Vita namanya. Paras cantik, kulit seputih susu, dan rambut hitam panjang terurai mengalihkan padangan mataku ini “Har! Ngeliatin siapa kamu?” “Tuh liat Man, Vita… Indah benar memang ciptaan Tuhan” Vita adalah wanita cantik yang duduk di kelas 12 IPA 1, wanita idaman para pria ini tak hanya paras cantik menghiasi wajahnya, otak pintar pun juga ia kantongi. “Kapan yak Vita jadi pacarku?” “Wah mimpi kamu Har! Aku yang gantengnya macam Brad Pitt ini aja belum tentu bisa memiliki Vita” “Prettt… Brad Pitt dari Hongkong”
“Kiri bang” Suara Vita meberhentikan angkut dengan suara lembut nan halus. Tak sengaja dompetnya terjatuh saat ia mengeluarkan uang kecil dari dompetnya. Seketika tangan ini meraih dompet berwarna pink yang telah tergeletak di lantai angkut “Vit, maaf nih dompetnya jatuh” Kejar ku keluar angkut “Wah iya. Makasih ya. Eh kamu anak Sparatiz juga?” “Iya aku Anhar 12 IPA 3” “Oh, salam kenal ya Anhar” “Eh kita belom sampe, balik lu sini Har!” Teriak Parman dari dalam angkut “Aku balik ke angkut ya Vit” “Eh iya har, makasih ya sekali lagi”. Aku kembali ke dalam angkut dan disambut dengan ucapan Parman “Wah udah nyolong start duluan kamu Har” “Iyalah, mana ada celah ada kesempatan tuk dapatkan hatinya” “Ya kau boleh saja nanti jadi pacarnya, tapi aku bakal jadi suaminya Har. Haha” “Enak saja, langkahi dulu mayatku”.
Sesampaiku dirumah, tercium wangi ayam goreng khas Kak Delima “Nyomot ah satu.” “Eh! Cuci tangan dulu Har” “Eh iya ka” “Ka tau ga? Tadi aku berbicara dengan bidadari” “Ini juga kamu lagi bicara dengan bidadari Har, hehehe” “Ih kaka aku serius. Ini bidadarinya baru turun dari khayangan” “Siapa sih memang? Kasih tau kaka dong. Kan kaka juga penasaran sama perempuan yang bisa bikin adik kaka mabuk kepayang macam ni” “Vita kak namanya, primadona Sparatiz dia” “Oh Vita… dari namanya sih udah cantik” “Iyalah apalagi wajahnya ka… beeh” “Bawa lah anaknya, biar kaka liat. Cocok ga jadi adik ipar kakak” “Ih si kaka ngomongnya udah jauh banget.” “Ya gapapa dong, udah cepet abisin makannya trus mandi” “Siap kaa”.
Detik berganti menit, menit berganti jam, jam berganti hari. Tak pernah lepas mataku menatap wanita cantik berambut panjang nan halus itu. Baik di sekolah, angkut, maupun di sudut-sudut jalan tak pernah lepas pandanganku padanya. Sampai suatu hari kubulatkan keberanianku untuk berbicara lagi dengan bidadari yang satu ini. “Udah ajak ngomong aja dia. Dari pada aku yang ngomong nih” Ucapan Parman semakin mendorongku untuk mengajaknya berbicara “Vit, masih inget aku kan?” “Iya? Anhar kan? Yang nemuin dompet aku waktu itu?” “Iya betul banget, aku kira kamu udah lupa hehe” “Mana mungkin aku lupa sama pahlawan penyelamat dompetku” Mendengar kata-katanya ingin terbang rasanya “Kamu kalau pulang sekolah selalu naik angkutan ini ya? Emang rumahmu dimana Vit? “Rumahku di benhil Har, tau kan?” “Oh tau kok tau deket Karet kan itu” “Iyak betul banget” “Kiri bang” Teriak Vita dengan suara lembutnya sambil menghentikkan jarinya kea tap angkut “Har aku turun disini ya, duluan ya Har” “Eh iya Vit, hati-hati yak” Senyum Vita membalas ucapanku “Nian benar senyummannya ya Har” Ucap Parman menatap wanitaku.
Lima tahun telah berlalu, kini aku bekerja di salah satu Bank Konvensional di ibu kota Jakarta. Banyak orang bilang bahwa “Masa SMA adalah masa terindah dalam hidup” Ya, aku merasakannya. Selulus aku dari SMAN 32 Jakarta tak pernah terdengar lagi nama Parman, karibku yang harus melanjutkan gelar S1 nya di negeri paman Sam. Siapa sangka lelaki kurus berkumis tipis yang menemani 3 tahun ku di SMA mendapatkan beasiswa di Amerika Serikat. Vita pun primadona Sparatiz tidak terdengar lagi namanya di telingaku, ada yang bilang ia telah menikah dan ada pula yang bilang ia melanjutkan S2 nya di negeri kincir angin Belanda. Tapi yang pasti ku tahu, siapapun yang mendapatkan hati wanita berparas cantik kulit seputih susu dan rambut hitam panjang halus pasti ia sangat beruntung.
Pagi ini ku buka kotak surat didepan rumahku, surat demi surat ku balik. Sampai satu surat undangan pernikahan yang membuat aku terpana yang bertuliskan “Parman Arifin, B.E, M.R.E dan Vita Pramesti Sari, B.E” Kubuka lembar demi lembar isi undangan itu, siapa sangka lelaki kurus yang sering bertingkah konyol ini bisa mendapatkan wanita cantik nan ayu, gelar magister pendidikan agama pun telah dimilikinya. Seminggu lagi pernikahannya dilaksanakan, perasaan campur aduk ini membayangiku. Antara percaya tidak percaya “Masa iya? Parman? Vita?” Tanda tanya besar tertuliskan di dalam pikiranku “Bagaimana bisa?”
Kubuat secangkir kopi dan kuambil sebungkus biskuit untuk menenangkan fikiran ku. Semenjak kepergian kakakku Delima, segala sesuatunya harus aku lakukan seorang diri. Kini aku tinggal seorang diri di sudut ibu kota Jakarta, Karet. Memang nasib hidup seseorang tiada yang tahu. Kalau difikir-fikir memang tidak masuk akal, tapi kita hanyalah pelakon dari mahakarya Sang Pencipta.
Satu minggu telah kulalui, rasa tak sabar ini terus mengantui hatiku. Aku penasaran bagaimana rupa lelaki kurus berkumis tipis yang dahulu selalu menemani manis pahitnya SMA ku, aku penasaran bagaimana rupa primadona Sparatiz yang berparas cantik berkulit seputih susu rambut hitam halus terurai itu.
Di undangan tertulis waktu resepsi di mulai pukul 7 malam, jam dinding di sudut kamar ku sudah menunjukkan pukul 6 sore. Sudah sepantasnya aku melaksanakan shalat maghrib dan segera bersiap-siap memenuhi undangan pernikahan karibku ini. Setelan kemeja putih dan dasi hitam yang dibalut dengan jas hitam serta celana hitam panjang dan sepatu kulit yang telah disemir telah ku kenakkan, aku juga ingin terlihat tampan didepan sahabat lamaku dengan pengantinnya yang dulunya adalah wanita idamanku.
Sepanjang perjalanan ke hotel Shangrila tempat mereka melangsungkan pernikahan, jantung ini berdegub begitu kencang, kedua tanganku yang memegang stir mobil pun ikut bergetar. “Kenapa aku gugup begini? Yang mau nikah kan parman bukan aku” Menit demi menit telah ku lalui di perjalanan, akhirnya sampai juga di hotel mewah berbintang ini. Ku berhentikkan mobilku di depan pintu utama dan memberikan kunci mobil ku ke valet yang telah berbaris rapih di pintu utama menunggu mobil-mobil untuk di parkirkan di basement.
Ku langkahkan kaki-kaki ku ini untuk masuk ke ball room tempat pernikahan mereka dilaksanakan. Perempuan-perempuan cantik yang duduk di depan ruangan menyambutku dengan ramah saat aku mengisi daftar undangan. Tiba-tiba salah seorang perempuan berkebaya emas menyapaku dengan lembut “Ka Anhar ya?” Aku menoleh dan yang kulihat ialah gadis cantik bertubuh semampai “Iya, siapa ya?” Ribuan pertanyaan melintas di pikiran ku siapa gadis cantik ini “Ih ini aku ka, masa lupa. Neli, adik mas Parman. Dulu kan kaka sering main kerumah masa lupa sih” Aku tercengang melihat gadis kecil yang dulu duduk di bangku smp kini telah tumbuh menjadi gadis dewasa yang independen “Oalah Neli, pangling kaka abisan. Udah 5tahunan kan gaketemu semenjak keluargamu pindah dan masmu ke amrik. Wah Neli udah besar ya sekarang” “Iya yah ka udah 5 tahun, udah besar lah masa kecil mulu sih hehe. Mari ka aku temani menemui mas Parman dan mba Vitanya” “Waduh boleh-boleh tuh”
Sepanjang langkah kami menemui sang pengantin, mataku di manjakan dengan foto-foto pre-wedding mereka yang terletak di sudut-sudut ruangan, dengan nuansa warna emas dan merah semakin memberikan kesan mewah acara ini. Antrian demi antrian kami lalui, berbagai pembicaraan pun telah aku utarakan dengan Neli, semakin lama kami berbincang semakin aku takjub dan kagum dengan gadis ini. Tak hanya tubuh semampai, wawasannya pun luas.
Setiba kami di panggung, ku lihat sosok laki-laki gemuk yang berjenggot tebal dengan mempelainya wanita cantik yang kini telah terbalut rambut hitam indahnya dengan lembaran kain yang menghiasi kepalanya. “Oy Har! Ini nih yang aku tunggu-tunggu, datang juga kamu” Ucap Parman sambil merangkul tubuhku “Wah! Selamat sahabatku Parman! Ga nyangka sama sekali aku, aku kira undangan itu boongan. Hebat kamu Man! Hebat! Selamat ya sekali lagi, semoga pernikahan kalian selalu bahagia sampai ajal memisahkan” “Aamiin, Aamiin terimakasih banyak Har! Maaf nih ya aku colong wanita idamanmu haha” tertawa Parman dengan suara besarnya yang kini telah berubah “haha iya gapapa kan abis ini aku sama Neli, yak an Nel? Senyum Neli dan Vita mendengar perkataanku “Wets.. wets.. nanti dulu tunggu gelar adik kesayanganku ini turun dulu” “Siap-siap aku tunggu sampe S3 kalau perlu” “Iya iya silahkan makan silahkan makan kita harus nongkrong bareng nanti mumpun aku disini, bulan depan aku balik ke amrik dan tinggal disana” “Iya atur aja atur pak bos”.
Lega rasanya bertemu dengan karibku yang satu ini, kehidupannya penuh dengan kejutan. Satu hal yang ku sesali ialah tak hadirnya diriku disampingnya di saat-saat ia mencapai keberhasilannya. Tapi melihatnya malam ini bersanding dengan wanita idamanku, begitu lega dan bahagia rasanya.
“Kak, apa yang tadi kaka omongin sama mas Parman beneran?” Tanya Neli padaku saat kami mengambil makanan “Ehm, becanda Nel. Emangnya kalau beneran kamu mau? Haha” Tawaku sambil menyendokkan nasi di hadapanku “Ya Neli sih mau aja, kebetulan Neli belum ada calon hehe” “Yaudah urusan gampang itu. Nanti bisa diomongin lagi kok, yang penting sekarang kita makan dulu” “Ehm iya kaa”.
Waktu di jam tangan kiri ku sudah menunjukkan pukul 9 malam, sudah saatnya aku pulang dan berpamit deng Parman dan Vita. Aku kembali menemui mereka untuk pamit pulang ditemani Neli adik Parman. “Man, Vit aku pulang dulu ya, terimakasih banyak sudah mengundangku malam ini” “Iya sama-sama Har, makasih banyak juga ya udah datang. Secepatnya kita nongkrong bareng lagi ya. Neli, kasih nomer hp mas ke ka Anhar ya” “Iya ka” Jawab Neli yang sedang berdiri di sampingku” “Yaudah pulang dulu ya Man, Vit, semoga bahagia selalu sakinah, mawadah, dan warohmah. Semoga cepet dapet momongan juga” “Aamiin makasih banyak ya Har” Balas Vita dengan senyuman lembut di bibirnya.
Sesudah pamit dengan kedua mempelai pengantin, kini giliran ku berpamitan dengan adik Parman, Neli. Yang nampaknya memiliki ketertarikan denganku yang ia tunjukan sepanjang malam ini selama menemaniku di pernikahan kakak tercintanya. “Nel aku pulang dulu ya” “Iya ka, eh ini nomer mas Parman” Sambil menyodorkan hpnya ke arahku yang telah tertuliskan 12 digit angka di layarnya “Eh iya sampe lupa, nomor mas mu doang nih Nel, nomor kamu ga sekalian? Hehe” Candaku sambil menyali nomor yang tertera di hp Neli “Oh iya ka, boleh kok boleh hehe. Nomor masnya udah kan? Nih nomor hp ku ka. Di sms ya, jangan Cuma di simpen. Hehe” “Iya Nel, ku telfon malah siang malam kalau perlu. Yasudah udah semua kan? Ka Anhar pulang dulu yaa. Assalamualaikum” “Waalaikumsalam, sampai ketemu lagi ya ka” Balas Neli sambil melambaikan tangannya dan tersenyum manis ke arahku.”
Sepanjang perjalanan ku kembali ke rumah hanya senyuman yang terhias di wajahku. Memikirkan kejadian hari ini lagi dan lagi membuatku bersyukur bisa kenal dengan lelaki kurus berkumis tipis yang dulunya tinggal di sudut kota Jakarta, Karet. Tiga tahun pengalaman hidup yang tidak pernah ku lupakan dalam hidupku, ribuan pelajaran yang telah ia ajarkan pada ku membuat aku menyadari betapa indah dan lucunya hidup ini.
Mengenal sosok Parman Arifin, B.E, M.R.E bukan lah suatu ketidak sengajaan, bukan juga kecelakaan, namun merupaka tulisan indah yang telah direncanakan oleh Sang Maha Kuasa. Kini ia telah tumbuh menjadi lelaki dewasa yang pintar dan mapan. Tubuh kurusnya telah tergantikan dengan banyaknya lemak dalam tubuhnya yang menunjukkan kesuksesan dalam hidupnya. Kumis tipis di wajahnya telah tergantikan dengan jenggot tebal pada dagunya yang menunjukkan betapa taatnya ia mengamalkan sunnah Rasul. Wanita cantik, pintar, dan sholehah telah ia gandeng untuk menemani sisa hidupnya. Tak banyak yang bisa aku balas atas pelajaran hidup yang telah ia berikan padaku. Hanya harapan agar ia senantiasa bahagia di kehidupan ia selanjutnya. Kini saatnya aku memulai kehidupanku dengan Neli, adik Parman. Jodoh siapa yang tahu?
SELESAI
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI