Mohon tunggu...
Masyita Crystallin
Masyita Crystallin Mohon Tunggu... Lainnya - Ekonom Senior dan Pakar Ekonomi Hijau

Masyita Crystallin adalah Partner at Systemiq and Head of Asia Pacific Sustainable Finance and Policy. Ia juga menjabat sebagai Co-chair Deputy of Coalition of Finance Minister for Climate Action. Berbekal pengalaman sebagai Staf Khusus Menteri Keuangan RI, Kepala Ekonom di Bank DBS Indonesia dan ekonom Bank Dunia, Masyita telah memainkan peran strategis dalam perumusan kebijakan fiskal dan makroekonomi, baik di tingkat nasional maupun internasional. Selain itu, ia juga berperan sebagai Dewan Komisaris Indonesia Financial Group (IFG) yang merupakan holding asuransi, penjaminan dan pasar modal. Masyita menyandang gelar PhD dari Claremont Graduate University. Ia ingin memberikan sumbangsih pada kebijakan ekonomi Indonesia termasuk ekonomi dan aksi iklim global.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menimbang Untung-Rugi Indonesia Gabung BRICS dari Sudut Pandang Ekonomi Hijau

2 November 2024   12:27 Diperbarui: 2 November 2024   12:36 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by totcmi02 from freepik.com

Dengan manfaat finansial, teknologi, dan perdagangan yang ditawarkan, forum ini dapat menjadi landasan bagi strategi ekonomi Indonesia dan selaras dengan tujuan ekonomi hijau. Indonesia perlu menentukan sikap tegas dalam memastikan bahwa keanggotaan BRICS+ mampu membawa kebaikan jangka panjang bagi kepentingan nasional, namun tetap berpegang pada Politik Bebas dan Aktif.

Kesempatan untuk membiayai pembangunan dan ekonomi hijau Indonesia melalui NDB dan AIIB ini adalah alternatif dari institusi-institusi Breeton Woods, seperti Bank Dunia dan IMF. Bagi negara-negara BRICS+, institusi-institusi tersebut didominasi oleh negara-negara kuat pasca-Perang Dunia (PD) II, seperti Amerika Serikat (AS), Uni Eropa dan Jepang.

Diversifikasi pengambilan keputusan di NDB dan AIIB ke negara-negara berkembang menunjukkan multipolarisme kepemimpinan global yang tidak hanya berpusat di negara-negara kuat pasca-PD II.

Hal ini amat baik bagi Indonesia karena berada di BRICS+ dan G-20 menunjukkan bahwa Indonesia benar-benar melaksanakan Politik Bebas Aktif. Negara besar ini dapat berteman dan merangkul semua pihak dalam tatanan kepemimpinan dunia.

Menggaungkan kembali semangat Politik Bebas Aktif dan Non-Blok sebagaimana spirit Konferensi Asia Afrika di Bandung 1955 adalah panggilan sejarah yang tak bisa diabaikan. Di konferensi itu, Indonesia dan negara-negara Asia-Afrika berdiri bersama, menyerukan dunia yang lebih adil dan berimbang. Bergabung dengan BRICS+ adalah kesempatan untuk menghidupkan kembali idealisme tersebut untuk menunjukkan bahwa negara-negara berkembang bisa bersatu dan berdaulat dalam menentukan masa depannya.

Bergabung dengan BRICS+ juga dapat menjadi langkah besar bagi Indonesia menuju ekonomi yang lebih hijau, lebih tangguh, dan beragam. Namun, keanggotaan ini mesti disokong oleh komitmen hijau yang kuat.

Dengan modal keanggotaan ini, Indonesia tidak hanya akan memperoleh keuntungan ekonomi, tetapi juga kesempatan untuk menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi bisa berjalan beriringan dengan agenda ekonomi berkelanjutan. Indonesia juga dapat memimpin dan menjadi model yang baik untuk hal ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun