Ini adalah debut nulis saya di Kompasiana, karena nya tulisan Merdeka Belajar Ala Pesantren adalah tulisan saya yang diambil dari blog pribadi waskhas.com. Seperti pada umumnya amatiran, saya mau cek ombak apakah tulisan saya bisa diterima oleh banyak orang atau tidak. Berikut adalah artikel perdana ku untuk kompasiana.
Mendikbud Nadiem Makarim membuat gebrakan baru dengan menghapus Ujian Nasional untuk tahun 2021, sehingga format Ujian Nasional 2020 akan menjadi yang terakhir di laksanakan.Â
Gebrakan ini menimbulkan perdebatan, sebagian kalangan ada yang setuju dengan Mas Nadiem sebaliknya di lain pihak ada yang menolak gebrakan baru ini. Terkait pro dan kontra penghapusan Ujian Nasional bukan kapasitas saya buat berkomentar, bagi saya apapun nanti yang akan terlaksana semoga bisa berjalan dengan baik dan bisa memajukan pendidikan Indonesia.
Seperti pada tulisan-tulisan saya sebelumnya, saya cuma mau bercerita. Cerita kali ini tidak jauh-jauh dari Mas Menteri Pendidikan Nadiem Makarim. Masih ingat dong, viral nya teks pidato Mendikbud untuk memperingati Hari Guru Nasional 2019 (25 November) khususnya di Twitter.Â
Banyak kalangan yang memuji atas apa yang dilakukan mantan bos Gojek ini, bahkan artis kenamaan Indonesia Dian Sastrowardoyo merespon teks pidato Mas Nadiem. Dalam teks pidato yang terlampir dua halaman, Mas Nadiem dengan jelas menggambarkan visi dan pemahaman beliau tentang kondisi guru saat ini di Indonesia. Selain itu Mas Menteri juga mengajak perubahan kecil untuk guru agar terlaksana di dalam kelas dengan cara :
- Ajaklah kelas berdiskusi, bukan hanya mendengar.
- Berikan kesempatan kepada murid untuk mengajar di kelas.
- Cetuskan proyek bakti sosial yang melibatkan seluruh kelas.
- Temukan suatu bakat dalam diri murid yang kurang percaya diri.
- Tawarkan bantuan kepada guru yang sedang mengalami kesulitan.
Mas Nadiem berharap dengan perubahan kecil yang dilakukan oleh guru di dalam kelas ini bisa membawa kapal besar bernama Indonesia untuk bergerak. Melihat dari lima point yang di cantumkan Mas Nadiem Makarim, sebenarnya sudah lama saya rasakan dipesantren.
Buat teman-teman yang pernah membaca postingan saya sebelumnya pasti sudah tahu kalo saya adalah seorang santri. Dari situ makanya saya mau bercerita tentang sistem pengajaran di pesantren, yang bila dicermati secara utuh sebenarnya sudah melaksanakan point-point yang ditulis Mas Menteri. Yang akan saya ceritakan ini adalah sistem pengajaran yang ada di pondok pesantren salaf yang berlokasi di Kediri.
Jam masuk madrasah dimulai pukul 07:30 WIB, biasanya santri sudah berangkat dari kamar masing-masing sekitar jam tujuh. Terlebih bagi mereka yang bertugas untuk menyiapkan ruangan belajar, seperti menyapu dan lainnya.Â
Saat kelas III Tsanawiyyah kebetulan saya selalu berangkat lebih awal karena memiliki tugas khusus untuk menyiapkan unju'an (bahasa jawa kromo alus : minuman) untuk guru saya. Oiya untuk jenjang pendidikan di pesantren saya ada 7 tingkatan kelas, dimulai dari kelas 1-3 Ibtidaiyyah dan 1-4 Tsanawiyyah.
Setelah masuk kelas, santri akan mengomandangkan lalaran (semacam hafalan nadzom kitab) bersama-sama dikelasnya masing-masing. Ustadz/Guru yang mengajar biasanya akan masuk kelas 30 menit setelah lalaran, yang artinya jam 8 pagi guru sudah siap untuk memulai pelajaran. Walaupun ada juga Guru yang datangnya lebih awal untuk mengawasi jalannya lalaran itu sendiri.Â
Pada umumnya Ustadz/Guru akan memulai pelajarannya dengan membacakan kitab/pelajaran sesuai jadwal hari itu. Akan tetapi bab atau materi yang dibacakan adalah materi yang akan dibahas untuk minggu depan atau pertemuan selanjutnya. Sedangkan santri akan menyimak bacaan Guru diserta memaknai kitab yang dibaca. "Memaknai" adalah istilah dunia pesantren; khususnya Jawa Timuran (tidak memiliki nama paten, karena setiap daerah berbeda) yang bisa diartikan menerjemahkan kitab dengan metode tertentu ala santri.
Setelah Ustadz/Guru selesai membacakan kitabnya, biasanya Sang Guru akan memanggil Santri/Murid untuk maju kedepan kelas untuk membacakan kitab dengan materi yang akan dibahas. Maksudnya adalah membacakan kembali bacaan kitab minggu lalu atau pertemuan sebelumnya yang pernah dibacakan Ustadz/Guru. Disinilah point untuk membangun kepercayaan diri dari Santri/Murid itu sendiri.
Perlu diketahui membaca kitab ala santri tidak sekedar membaca saja seperti kita membaca buku pelajaran sekoalah umum dengan Bahasa Indonesia. Kita ketahui sebelumnya kitab yang dikaji disini menggunakan Bahasa Arab yang pada awalnya tidak berharokat sama sekali sebelum Guru nya lah yang membacakan (sama seperti awal masuk kelas-Guru membaca kitab). Artinya santri yang maju kedepan untuk membaca kitab tersebut harus membaca dengan benar sesuai harokat dan makna yang sama dengan bacaan Ustadz/Guru minggu lalu atau pertemuan sebelumnya.
Ingat, salah harokat berarti salah makna. Apabila sudah salah makna, nantinya ketika di terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia akan mengandung arti yang salah. Salah makna akan berdampak salah penafsiran. Itulah pentingnya makna "memaknai" ala santri. Selain itu Santri yang sedang bertugas membaca akan selalu di tanya oleh Gurunya kedudukan setiap kata dalam bacaan kitabnya. Untuk mempermudah, maksud dari kedudukan kata seperti SPOK (Subjek Predikat Objek Keterangan) atau jika dibandingkan dengan pelajaran Bahasa Inggris berarti yang akan ditanyakan adalah Grammar nya. Kerena kitab disini adalah Bahasa Arab berarti yang tanyakan adalah Grammar Bahasa Arab.
Biasanya Ustadz/Guru akan memanggil Santrinya lebih dari satu orang untuk membaca, sehingga sebelum pelajaran dimulai Santri akan mempersiapkan bacaannya dan segala sesuatunya agar saat ditanya tidak diam saja. Santri/Murid dituntut untuk kreatif dalam memahami satu demi satu kata tiap kalimat yang dibaca.Â
Setelah tiga atau empat orang selesai membaca, selanjutnya Ustadz/Guru akan memanggil giliran kelompok yang bertugas menerangkan materi hari ini atau materi yang dibacakan minggu lalu.Â
Baik saya jelaskan sedikit, dalam setiap kelas akan dibagi beberapa kelompok kecil. Dimana setiap kelompok terdapat ketua dan wakilnya. Kelompok terdiri dari 5 sampai 6 orang tergantung jumlah Santri yang ada. Dari kelompok ini lah yang setiap harinya akan maju ke depan untuk menerangkan materi yang hari itu di jelaskan. Inilah point dari memberi kesempatan murid untuk mengajar dikelas.
Setiap kelompok bebas menunjuk siapa saja (tidak harus ketua atau wakil) yang akan membahas materi didepan kelas. Disitulah fungsi dari bacaan Ustadz/Guru di awal pertemuan, sehingga setiap Santri/Murid sudah mempunyai bahan dari diskusi untuk minggu depan atau pertemuan selanjutnya.Â
Malam hari sebelum kelas dimulai, waktu setelah Sholat Isya setiap kelompok akan berkumpul untuk mendiskusikan materi yang akan dibahas untuk ke esokan harinya. Jadi selain pembahas atau yang maju untuk menerangkan, kelompok lain juga sudah memiliki dasar dari materi pembahasan. Sehingga saat masuk kelas, rata-rata setiap Santri sudah memegang pengetahuan masing-masih. Inilah point dari ajarkan lah kelas untuk berdiskusi, bukan hanya mendengar.Â
Setelah kelompok pembahas selesai dengan meterinya, kelompok lain atau Santri lain akan mulai berdiskusi. Bahkan tak jarang, mereka akan membantah bahasan dari pemateri dengan membawa referensi lain. Diskusi akan lebih menarik ketika beberapa kelompok lain juga ikut tidak setuju atau malah membela pemateri dengan referinsi lain pula.
Dari diskusi itu Ustadz/Guru juga ikut berdiskusi atau kadang memancing dengan pertanyaan pertanyaan yang membuat diskusi Santri semakin hidup. Sampai ketika sudah menemukan kesimpulan lah pada akhirnya diskusi berhenti atau jika antar kelompok sudah sama-sama bingung hingga akhirnya Ustadz/Guru lah yang memberikan penjelasan.Â
Kelas berakhir maksimal adalah jam 12.00 WIB atau ketika suara lonceng berbunyi tanda Adzan Dzuhur tiba. Waktu pulang juga ditentukan dari pembahasan dikelas, kadang jam sebelas atau bahkan setengah sebelah siang pun sudah bisa pulang, setiap kelas berbeda waktu pulangnya. Satu hari itu, hanya satu pelajaran yang dibahas.
Begitulah sedikit cerita sistem pembelajran ala Pesantren saya yang kurang lebihnya sudah dapat memenuhi point-point dari Mas Menteri. Sistem ini sudah digunakan hampir puluhan tahun lalu dan terbukti efektif. Jadi sebelum rame dibahas, kami Santri sudah lama menggunakan sistem ini. Pada intinya semoga dengan Meteri baru Mas Nadiem Makarim sebagai Mendikbud bisa menjadikan pendidikan Indonesia menjadi lebih baik lagi. Terimakasih.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H