* PENGERTIAN ANGER
Anger atau marah bisa diartikan menjadi ekspresi wajah yang berhubungan dengan pola perilaku yang ditandai dengan ketegangan tubuh, punggung melengkung, alis berkerut, & bentuk ekspresi persegi (Alessandri, Sullivan, & Lewis, 1990; Izard, 1977). Ketika perasaan marah tadi terjadi dalam anak maka ekspresi  diri marah bisa diartikan secara luas menjadi dampak berdasarkan gangguan psikis atau fisik pada kegiatan yg bersangkutan. Perspektif fungsionalis emosional ini mempunyai tujuan supaya beliau bisa mengatasi masalahnya buat mencapai apa yg diinginkannya. Dengan adanya perasaan marah anak bisa memotivasi dirinya sendiri sebagai akibatnya bisa lebih dekat menggunakan asal kemarahannya terbukti bahwa menaruh hal tersebut peningkatan perilaku & motivasi penghargaan (Carver & Harmon-Jones, 2009; Harmon-Jones , 2007; Harmon-Jones, Harmon-Jones, Abramson, & Peterson, 2009; Van Honk, 2009). , Harmon-Jones, Morgan & Schutter, 2010). Harmon-Jones & Allen (1998) menemukan bahwa kemarahan dikaitkan menggunakan peningkatan kegiatan lobus frontal kiri, & penurunan kegiatan lobus frontal kanan selama istirahat basal pula bisa dikaitkan menggunakan konduite pendekatan secara umum.
*FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGER
- FAKTOR BIOLOGIS
Faktor-faktor ini bisa dikendalikan menggunakan beberapa macam cara termasuk genetik, saraf, kardiovaskular atau disparitas individu terkait penyakit pada ekspresi & kemarahan. Bahwa dampak fisiologis dalam orang menggunakan pola yg tidak sama berdasarkan kegiatan saraf terkait kemarahan sudah ditunjukkan menggunakan pendekatan kemarahan & motivasi yg terkait menggunakan peningkatan kegiatan korteks frontal kiri & penurunan kegiatan korteks frontal kanan (Harmon-Jones & Allen, 1998; Harmon-Jones & Sigelman, 2001).
Faktor kemarahan secara genetik ditentukan sang kuatnya dampak sifat ayah atau ibu dalam anak. Oleh karenanya sifat marah ini lebih ditentukan ayah daripada ibu . Meniru kemarahan ibu membantu anak mengendalikan amarahnya sedangkan meniru kemarahan ayah menciptakan anak sulit mengendalikan amarahnya. Di depan anak-anak apabila ayah mempunyai kepribadian yg pemarah maka umumnya dia menerapkan pola asuh yg otoriter. Di sini anak-anak wajib mematuhi anggaran yg ditetapkan & dieksekusi apabila mereka mematuhinya. Pendidikan semacam ini jelek buat anak lantaran mengakibatkan kurangnya rasa percaya diri. Sama misalnya anak mini yg melampiaskan amarahnya dalam hal-hal pada sekitarnya.
- FAKTOR LINGKUNGAN
Faktor lingkungan tadi bisa mempengaruhi  perkembangan emosi anak semenjak dini hal ini bisa ditimbulkan karena lingkungan tempat tinggal & keluarga, sekolah, & masyarakat. periode perkembangan lebih gampang buat ditiru. Orang tua, menjadi peran penting yg  dibicarakan pada komunitas pendidikan, keterlibatan orang tua & guru memudahkan pada mengatur dorongan yg sempurna buat perkembangan anak.
* FUNGSI ANGER
- Perilaku Eksternalisasi
- Menginternaisasi Perilaku
- Penyesuaian Akademik
- Kesehatan fisik
* PEKEMBANGAN ANGER PADA ANAKÂ
Pada tahap perkembangan ini, anak belum mampu mengendalikan atau mengekspresikan kemarahannya, dan kemarahan ini relatif rendah pada masa kanak-kanak, tetapi kemudian memuncak pada masa kanak-kanak dan dewasa awal, meningkat di kemudian hari dan di tahun kedua kehidupan. sebelum mencapai usia 20 tahun (Braungart-Rieker) et al., 2010; Denham et al., 1995. Putnam dkk., 2006). Anak-anak sering membuat ulah ketika tidak mendapatkan apa yang diinginkan, seperti ketika anak yang marah mencoba untuk mendapatkan mainan yang dicuri teman dari mereka, kemampuan untuk mengekspresikan kemarahan yang berkurang dalam frekuensi, durasi, dan intensitas sejak masa bayi. ke anak usia dini. Rata-rata tingkat kemarahan tidak berubah selama pertengahan masa bayi, tetapi meningkat lagi selama pra atau remaja. Misalnya, dianggap normatif bagi remaja yang sering menampilkan ekspresi marah seperti marah, benci, dan tantrum, terutama bagi orang tua yang perlu menenangkan amarahnya.
Â
* PENGERTIAN FEAR
Takut merupakan respons afektif terhadap ancaman yg akan segera terjadi (Delgado, Olsson, & Phelps, 2006; Ferrari, 1986). Keadaan emosi dasar misalnya rasa takut akan membentuk seperangkat stereotip yg sempit tanggapan yg sangat saling terkait & unik berdasarkan emosi lainnya. Pada bayi & anak-anak, rangkaian tanggapan ini termasuk ketakutan ekspresi diri wajah (misalnya, mengangkat alis & kelopak mata, lisan menganga terbuka), menangis atau negatif vokalisasi, perubahan fisiologis misalnya detak jantung yg dipercepat, & penghindaran perilaku (Izard, 2007).
*PEKEMBANGANFEAR PADA ANAK
Mengambil perspektif yg terakhir, muncul, buat mendeskripsikan perkembangan perilaku ketakutan, beropini bahwa data perkembangan biasanya mendukung gagasan bahwa ketakutan merupakan sistem multikomponen yg membutuhkan langkah-langkah konvergen buat secara seksama mengenali. Memang, nir terdapat satu pun konduite yg ditemukan secara tangguh & niscaya memberitahuakn kehadiran rasa takut dalam spesies apapun (Marks, 1987), & penelitian sebelumnya hanya mendukung hubungan yg lemah antara konduite, fisiologis, &, dalam orang dewasa, berukuran laporan diri kategori emosi, termasuk ketakutan (Barrett, 2006; Lewis, Brooks, & Haviland, 1978).
Lang (1968) mengemukakan bahwa emosi termasuk ketakutan terdiri berdasarkan 3 respon utama:
sistem, termasuk perasaan subjektif & kognisi (respon ekspresi atau kognitif), konduite perubahan (penghindaran & efek negatif), & perubahan fisiologis. Dalam evaluasi ketakutan spesial yg didesain buat bayi & anak kecil, ketakutan acapkalikali dicermati menjadi profil tanggapan yg meliputi tindakan aktualisasi diri paras negatif (baik kehadiran & intensitas), perindikasi-perindikasi ketakutan tubuh (misalnya, tegang otot, beku, gemetar), respon kaget,vokalisasi kesusahan (misalnya, rewel, menangis), & mencoba melarikan diri.