Mohon tunggu...
Faathir
Faathir Mohon Tunggu... -

"Genggamlah bumi sebelum bumi menggengam anda, pijaklah bumi sebelum bumi memijak anda,maka perjuangkanlah hidup ini sebelum anda memasuki perut bumi"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Yang Terlupakan; Falsafah Jawa Kuno

17 Februari 2016   12:16 Diperbarui: 17 Februari 2016   12:49 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Digdoyo tanpo aji

Nglurug tanpo bolo

Menang tanpo ngasoraké

Sugih tanpo bondo

Wéwéh tanpo kalong

Sungguh kuat dan harmonis kehidupan di dunia ini andai semua orang di dunia mengamalkan dan menjunjung tinggi salah satu falsafah jawa ini. Manusia adalah makhluk social yang tidak bisa hidup sendirian. Kita semua saling membutuhkan satu sama lain. Bukan hanya sesama manusia, melainkan kepada seluruh makhluk hidup yang diciptakan oleh tuhan yang maha kuasa.

Dulu, Indonesia adalah Negara yang penuh dengan masyarakat yang sangat harmonis dan hidup rukun juga damai satu sama lain. Mengapa dewasa ini Indonesia sangat jauh berbeda? Salah satu pengaruhnya adalah budaya yang “sembarangan” dan tidak mampu atau tidak ada kesadaran oleh masyarakat khususnya remaja untuk menyaring dan memilah, mana yang patut dicontoh dan harus dibuang jauh-jauh.

Kemarin, selasa sore tepatnya, ketika saya tengah duduk tegap dan serius di kelas mengikuti mata pelajaran hubungan internasional (HI), dosen HI saya mengajarkan sebuah Falsafah Jawa, falsafah yang begitu bagus dan bermanfaat. Sewaktu beliau membacakan falsafah tersebut, saya tidak mengerti sama sekali, namanya juga falsafah jawa, jadi kata-katanya dibacakan dengan bahasa jawa to’. Saya lupa memperkenalkan bahwa saya berasal dari Makassar yang sedang menuntut ilmu di pulau jawa. Sampai pada akhirnya seorang teman kelas saya memberitahu saya artinya dalam bahasa Indonesia;

Kuat tanpa senjata,

Menyerang tanpa pasukan,

Menang tanpa merendahkan,

Kaya tanpa harta,

Memberi tanpa berkurang.

Bulu kuduk saya seketika berdiri mendengar falsafah tersebut. Terbayang di benak saya bahwa sungguh hebat dan cerdas orang-orang dulu menyusun kata yang begitu inspiratif seperti ini. Memang sangat menyedihkan melihan keadaan anak muda kita jaman sekarang yang lebih sibuk dengan percintaan mereka yang memilukan, dimana-mana galau karena cinta, buta akan sejarah dan budaya sendiri, padahal jika mereka lebih mengamalkan falsafah falsafah seperti ini salah satunya ketimbang puisi puisi cinta bulshit mereka, betapa cerahnya kehidupan generasi kita kelak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun