Mohon tunggu...
Mustopa
Mustopa Mohon Tunggu... Petani - Petani

Bercerita dari desa

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pantaskah Guru Disamakan dengan Tukang Ojek?

31 Juli 2023   21:23 Diperbarui: 31 Juli 2023   21:28 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disisi lain, anggapan guru sebagai profesi yang penting belum diimbangi dengan memperhatikan nasib kehidupan mereka. Kondisi tersebut tentunya harus segera mendapat perhatian khusus yang menjamin kehidupan mereka dengan lebih baik lagi. 

Dengan menimbang berbagai fakta diatas, menurut hemat saya, marketplace guru merupakan baik yang patut untuk dicoba. Kendati demikian, dengan munculnya pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat, implementasi ide tersebut seyogyanya harus memperhatikan beberapa catatan.

Pertama, Mendikbud Ristek semestinya mendengarkan pendapat para guru honorer. Sebab, merekalah yang nantinya akan terdampak langsung kebijakan tersebut. Dengan demikian, ada win win solution antara pembuat kebijakan dan yang terdampak keberadaan kebijakan tersebut.

Kedua, apalah arti sebuah nama kata pepatah. Namun, nama bukan berarti tidak penting. Istilah marketplace yang berkonotasi dengan bisnis patut untuk dihindari agar inovasi ini tidak dipandang hanya sebagai upaya untuk memperdagangkan guru yang selama ini dianggap profesi yang suci seperti yang saya sampaikan sebelumnya.

Ketiga, marketplace guru -atau yang nantinya disebut dengan nama lain- semestinya mampu menyelenggarakan sistem penilaian guru yang fair dan objektif. Maksud dari sistem yang adil ini agar setiap guru yang terdaftar dalam platform tersebut mendapat kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan. 

Keempat, seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) menjadi wabah yang menggerogoti bangsa ini. Dalam platform tersebut menurut hemat saya masih memberikan celah untuk melakukan tindakan amoral itu. Sebagai contoh, pihak sekolah bisa saja memilih guru yang telah memberikan uang sogokan, atau guru yang memiliki kedekatan kekeluargaan maupun kelompok tertentu. Jadi, persoalan ini semestinya mampu diantisipasi sedini mungkin.

Kelima, salah satu tujuan inovasi itu adalah untuk mensejahterakan guru. Berbagai kabar mengatakan jika upah akan ditanggung oleh negara dan disampaikan melalui sekolah terkait. Metode ini barangkali juga masih memberikan celah kepada instansi sekolah untuk menyelewengkan hak guru tersebut. Oleh karenanya ada baiknya jika upah tersebut disampaikan langsung kepada guru yang bersangkutan seperti halnya dalam sistem pembayaran Gojek.

Keenam, pengangkatan guru memiliki dokumen perjanjian kerja yang pasti dan mendapat perlindungan hukum. Dengan demikian, pihak sekolah tidak dapat berlaku sewenang-wenang untuk memberhentikan guru yang telah mereka pilih.

Ketujuh, guru merupakan pionir dalam meningkatkan mutu pendidikan bangsa. Pengalaman saya di sekolah dulu, tidak semua guru bertanggung jawab penuh atas profesinya. Oleh karenanya inovasi yang direncanakan oleh pemerintah ini juga seharusnya diimbangi dengan niatan tulus para calon guru agar senantiasa meningkatkan mutu pribadi agar mampu meningkatkan mutu pendidikan di negeri ini.

Dengan usia bangsa yang sebentar lagi menginjak usia 78 tahun, pendidikan di negeri ini dapat dikatakan masih tertinggal dari negara-negara lain. Inovasi-inovasi baru sudah semestinya terus dilakukan agar kondisi pendidikan semakin membaik. Ide semacam platform marketplace guru meski kini menuai anggapan yang kurang baik, namun barangkali menjadi langkah awal untuk semakin mencerdaskan bangsa ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun