Dalam serial Tom & Jerry, Jerry merupakan nama seekor tikus yang cerdik. Ia selalu dapat melepaskan diri dari kejaran Tom, si kucing. Aksi kejar-kejaran yang terkadang terlihat brutal itu merupakan pertunjukan lucu dan menggemaskan. Oleh karena itu tidak mengherankan jika serial ini begitu disukai oleh anak-anak, termasuk anak saya. Bahkan, saya pun termasuk penggemar yang selalu turut terpingkal-pingkal ketika menemani anak saya menyaksikan serial tersebut.
Idola anak saya dalam serial itu adalah Jerry, si cerdik. Namun dalam kehidupan nyata ia menyukai kucing yang mulai kami pelihara saat ia berusia setahun. Entah mengapa, anak saya memberinya nama Jerry. Mungkin ia berharap agar kucing berwarna putih itu secerdik Jerry dalam serial kesayangannya. Nama Jerry itu hingga kini masih tersemat untuk memanggil kucing tersebut.
Pada mulanya Jerry merupakan kucing penurut, tak sekalipun ia mencuri. Nampaknya ia juga menyayangi anak saya. Ketika anak saya sakit, Jerry selalu menunggunya di bawah ranjang. Pun begitu saat namanya dipanggil, ia begitu sigap mendatangi anak saya. Namun Jerry tidak pernah menjadi kucing cerdik seperti yang diharapkan anak saya. Ia tak pandai menangkap tikus atau binatang-binatang kecil lain. Oleh karena itu, jika kami tak memberikan makan ia pun terus mengeong sepanjang hari.
Alasan kami tak rutin memberinya makan karena Jerry memiliki kebiasaan baru. Ia suka berkelana, berkeliling kampung dari ujung utara hingga selatan. Namun begitu, ia tetap saja menjadi kucing bodoh yang tak mampu menangkap tikus.
Akhirnya, untuk mencukupi kebutuhan makan, ia pun mencuri. Kadang mencuri daging ayam atau ikan lauk anak saya. Di waktu yang lain ia mencuri tahu atau tempe milik Ibu atau adik saya. Parahnya, ia juga mencuri makanan di rumah tetangga.
Kebiasaan Jerry itu membuat kami jengkel ketika mencuri makanan di rumah. Sedangkan ketika ia ketahuan mencuri makanan di rumah tetangga, kami malu bukan main. Kami malu dikatakan tak becus dalam mengurus binatang piaraan. Untungnya tetangga kami pun memaklumi hal tersebut.
“Jenenge wae kewan, nyolong kui wis biasa” (Namanya juga binatang, mencuri sudah menjadi hal yang lumrah), komentar seorang tetangga menghibur kami.
“Kucing kui cen ngono kui, ningomah ngalim, tapi nang wek tonggone nyolongan” (Perilaku kucing memang seperti itu, di rumah alim, tapi di rumah tetangga pekerjaannya mencuri), kata tetangga saya yang lain.
Di kampung saya, kucing jantan yang telah menua seperti Jerry ini dikenal sudah hilang insting kucing rumahannya. Menurut para tetangga saya itu, kucing jantan yang telah menua biasanya akan pergi dari rumah, berkelana tak tau arah. Ia akan berubah menjadi jahat. Kadang ada yang sampai memakan ayam piaraan masyarakat. Oleh karena itulah kucing jantan tua tersebut diberi nama baru, yakni kuwuk.
Mengenai Jerry yang kini telah menjadi kuwuk itu, kami sekeluarga pun pasrah. Membiarkan semaunya, dan kalau pulang kami tetap memberinya makan. Meski membuat kami jengkel, namun kami tak tega jika harus membuang atau bahkan membunuhnya. Namun begitu, terkadang saya mengusirnya ketika pulang ke rumah. Sebab ia mulai mengencingi barang-barang yang ada di rumah.
Seperti yang tetangga saya katakan, Jerry tetaplah seekor binatang, seekor kucing. Ia tentu tak berakal selayaknya kita, manusia. Saya yakin ia juga tak belajar agama yang penuh dengan ajaran moral dan spiritual itu.
Perbuatan buruknya itu harus dimaklumi, karena ia tak paham dan tak akan mampu memahaminya. Oleh karena itu, meskipun perbuatannya tersebut jika di dunia manusia melanggar hukum, namun untuk seekor kucing tidak sekalipun dapat dituntut secara hukum, baik hukum dunia maupun hukum akhirat.
Menurut hemat saya, perilaku buruk Jerry merupakan penyakit –mungkin penyakit mental– bangsa kucing. Hal tersebut sesuai dengan keterangan para tetangga bahwa kucing tua akan berperilaku seperti Jerry seperti yang telah saya sampaikan sebelumnya. Karena penyakit maka kemungkinan tidak menjangkiti semua kucing yang ada di dunia ini. Jika Anda memiliki kucing yang seumuran, tentu tak perlu khawatir.
Namun, akhir-akhir ini saya curiga bahwa penyakit kucing itu telah menular. Bukan kepada kucing lain, namun kepada manusia. Jika kita melihat asal muasal Covid-19 hal ini tentu bukan menjadi hal yang aneh lagi. Bahkan saya juga merasa bahwa penyakit itu telah menjadi pandemi. Di sekitar saya dan Anda pun jika diamati ada banyak orang yang memiliki gejala yang sama.
Kini memang ada banyak orang yang bersikap alim pada saat bertemu. Kemudian ia pun seolah menyayangi dan menghormati kita. Namun pada akhirnya mereka mencuri, merampok, dan menghianati kita. Contoh mudahnya adalah para koruptor pencuri uang rakyat itu. Jika di kampung saya kemudian dinamakan kuwuk, maka manusia-manusia ini sepertinya pantas dinamakan kucing garong.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI