Mohon tunggu...
Mustopa
Mustopa Mohon Tunggu... Petani - Petani

Bercerita dari desa

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Polisi, dari Masyarakat untuk Masyarakat

29 Mei 2023   19:31 Diperbarui: 29 Mei 2023   19:41 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : mobil polisi. Sumber: Pixabay

Seorang kawan saya pernah begitu ketakutan karena melihat patung polisi yang dikira sebagai polisi sungguhan. Ceritanya ia waktu itu akan jalan-jalan ke kota. Lalu ketika tiba di suatu tempat ia berteriak bahwa ada polisi. 

Tanpa berpikir panjang ia pun langsung balik arah dan mengurungkan niatnya untuk jalan-jalan ke kota. Itulah sedikit cerita yang berkaitan dengan polisi serta orang-orang di sekitar saya. Bagi sebagian besar orang-orang disekitar saya, polisi merupakan sesuatu yang menakutkan. 

Ketakutan mereka itu, sebagian besar karena urusan lalu lintas dari Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan kelengkapan berkendara lainnya.

Bagi sebagian besar orang-orang disekitar saya, perihal peraturan lalu lintas menjadi salah satu faktor penilaian terhadap polisi. Seringkali ada yang mengatakan bahwa mereka harus membayar uang-uang dalam jumlah tertentu ketika tidak lengkap dalam berkendara. Oleh karena itu mereka begitu takut kepada instansi kepolisian. 

Melihat hal tersebut saya berpendapat bahwa cara pandang orang-orang disekitar mereka tersebut tidak sepenuhnya kesalahan polisi. Sebab ketakutan tersebut bersumber dari kesalahan mereka, sedangkan kepolisian merupakan instansi yang mengemban tugas untuk menjaga ketertiban. 

Namun begitu, beberapa polisi nakal yang meminta uang sebagai jaminan keamanan agar tidak sidang tilang tentunya tidak bisa dibenarkan. Perilaku tersebut menurut hemat saya sangat memberikan citra buruk bagi kepolisian.

Selain dalam hal lalu lintas, perihal uang jaminan tertentu –saya rasa bukan uang resmi dan mungkin bisa disebut pungli– juga pernah saya dengar dalam hal-hal lain. Pernah di desa saya beberapa anak muda tertangkap karena obat-obatan terlarang. Setelah tertangkap, orang-orang tua dan pihak pemerintah desa pun dikabari. 

Lantas sejumlah uang pun harus dibayarkan untuk menebus mereka agar tidak dipenjarakan. Uang tersebut harus dibayarkan dalam jangka waktu tertentu. Orang-orang tua mereka pun begitu kebingungan, berbagai upaya pun mereka lakukan. Ada yang menjual kambing dan ada pula yang berhutang untuk membayar uang jaminan tersebut. Setelah dibayarkan uang tersebut, anak-anak tersebut pun kemudian dibebaskan.

Perihal persoalan yang kedua di atas memang jarang terdengar, karena kasus kriminal maupun obat-obatan terlarang itu jarang terjadi disekitar saya. Namun dalam berbagai obrolan diantara masyarakat hal tersebut –membayar uang untuk menebus orang yang tertangkap polisi– sudah menjadi rahasia umum. 

Orang Jawa menyebutnya dengan salah kaprah, yakni perbuatan salah yang dibenarkan. Masyarakat meski menilai perbuatan polisi itu salah, namun rasanya berat jika keluarganya harus masuk penjara. Oleh karena itulah mereka tidak akan pikir panjang meskipun harus mengeluarkan uang sogokan yang tidak dapat dibenarkan itu.

Mengenai uang sogokan itu, rupanya tidak hanya sebatas jika seseorang tertangkap polisi saja. Menurut kabar yang beredar diantara masyarakat, kini untuk menjadi polisi pun harus merogoh kocek yang dalam. 

Pers masyarakat itu seringkali mengabarkan bahwasanya si anu menjadi polisi setelah menjual sawah atau kebun. Benar atau salahnya kabar tersebut, saya sendiri tidak mengetahuinya dengan pasti. Namun saya merasa bahwa kabar ini juga merupakan objek penilaian masyarakat mengenai citra kepolisian.


Beberapa persoalan di atas merupakan merupakan objek penilaian masyarakat –di sekitar saya– yang saya rasa merupakan persoalan yang dibicarakan hampir sepanjang waktu. Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, persoalan salah kaprah dan rahasia umum yang ada di tengah-tengah masyarakat. Tahun lalu ketika ada kasus Ferdy Sambo, bagi masyarakat seolah memberikan pembenaran bahwa dunia kepolisian tidak berpihak kepada mereka. 

Hampir setiap hari –ketika ada forum-forum tertentu– saya mendengar update cerita sidang Ferdy Sambo tersebut. Rupanya mereka menonton sidang-sidang yang disiarkan di televisi itu. 

Saya rasa memang benar jika kasus tersebut turut memperburuk citra kepolisian. Namun kini setelah kasus itu usai dengan hukuman mati bagi Ferdy Sambo, masyarakat pun dapat melihat sedikit keadilan di negeri ini.

Pada dasarnya masyarakat membutuhkan kenyamanan dan keamanan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan tugas tersebut saat ini menjadi beban pihak instansi kepolisian yang ada di negeri ini.

Baik buruknya instansi tersebut saya rasa menjadi salah satu faktor penting bagi kehidupan masyarakat. Namun begitu, kesadaran masyarakat tentu menjadi faktor yang sama pentingnya. 

Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat –setidaknya mengenai hal-hal salah kaprah– seiring berjalannya waktu, instansi kepolisian di negeri ini pun menurut hemat saya akan membaik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun