Mohon tunggu...
Tohirin Sanmiharja
Tohirin Sanmiharja Mohon Tunggu... -

Tohirin Sanmiharja, Dosen al-Islam-Kemuhammadiyahan, Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA, Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Membangun Rumah Terakhir

14 Februari 2019   06:13 Diperbarui: 14 Februari 2019   06:23 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebut saja namanya Fulan. Profesinya sebagai tukang bangunan. Ia sudah cukup lama bekerja dengan dengan seorang pemborong. Pengalamannya bertahun-tahun membuatnya menjadi sangat mahir dalam membuat bangunan. Ia menjadi salah satu tukang andalan si Pemborong.

Sekian lama ia menjalani profesinya sebagai seorang tukang bangunan, kini sampailah dia pada titik jenuh. Ia merasa kurang adanya perkembangan atas dirinya. Ia ingin keluar dari tim si Pemborong tadi.

"Pak, mohon maaf, sudah sekian lama saya bekerja sebagai tukang. Rasanya sudah saatnya saya istirahat. Mohon ijin, saya ingin keluar dari pekerjaan ini," tutur Fulan di hadapan si Pemborong.

Pemborong itu tentu saja kaget. Apalagi Fulan adalah salah satu tukang andalannya. Tapi bagaimana pun ia tetap menghargai kemauan si Fulan.

"Pak Fulan, sebenarnya saya terkejut dan berat hati dengan permintaan Anda. Tapi... apa boleh buat, bagaimana pun saya bisa mengerti dan menghargai keinginan Pak Fulan. Baiklah, Pak Fulan boleh berhenti. Tapi dengan satu syarat."

"Apa syaratnya, Pak?" sambut Fulan cepat.

"Buatkan saya satu rumah terakhir."

"Oh, baik, Pak. Saya terima syarat itu."

Segera, keesokan harinya, setelah si Pemborong  menunjukkan di mana Fulan harus membangun rumah terakhir itu, Fulan langsung mengerjakan syarat itu.

Tak seperti biasanya, kali ini Fulan mengerjakan rumah itu tanpa memperhatikan kualitas bangunan sebagaimana yang biasa ia lakukan. Boleh dibilang ia mengerjakannnya asal-asalan. Pikirnya, toh ini untuk memenuhi syarat saja. Yang penting segera bisa keluar dari pekerjaan ini.

Tak berapa lama akhir rumah itu terselesaikan. Fulan merasa lega dan segera menghadap si Pemborong.

"Lapor Pak, alhamdulillah syarat sudah saya kerjakan. Satu rumah yang Bapak minta sudah saya bangun. Ini kuncinya, Pak."

Si Pemborong menatap Fulan dan berkata:

"Pak Fulan, kunci itu pegang saja. Rumah itu adalah hadiah dari saya untuk Anda karena sudah sekian lama bekerja dengan saya."

Fulan sangat kaget. Ia merasa begitu bersalah dan sangat menyesal. Andai saja ia tahu kalau rumah itu untuk dirinya. Tentu dia akan bangun sebaik mungkin. Bahkan lebih baik dari biasanya.[] Sumber: https://kuliahaika.com/membangun-rumah-terakhir

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun