Apa yang ada dibenak teman-teman semua ketika mendengar kata “Internasional” atau “Sekolah Internasional’? Secara tidak sadar kita semua sering mengasosiasikan segala hal yang ditambahkan embel-embel internasional mestilah hal yang berbau barat. Setidaknya di Indonesia jika ada label internasional maka hal-hal yang tersebut mestilah ada unsur Inggris atau Baratnya.
Contoh kecil adalah “Sekolah Bertaraf Internasional”, program pemerintah yang dasar hukumnya dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi beberapa bulan silam. Sekolah yang bertaraf internasional adalah sekolah yang menggunakan Bahasa Inggris sebagai pengantar dan melakukan kerjasama dengan lembaga pendidikan yang ada di negara Eropa atau Amerika. Singkatnya, sekolah standar internasional itu letaknya ada di atas standar nasional karena bahasa pengantar adalah Bahasa Inggris dan karena melakukan kerjasama dengan lembaga pendidikan internasional maka level ijazahnya di atas ijazah nasional.
Masih kurang jelas? Coba kita tambahkan kata “internasional” setelah kata “kelas” alias “kelas internasional”. Apa yang terlintas dibenak kita ketika mendengar atau membaca pengumuman sebuah kampus yang membuka program “Kelas Internasional”. Bahasa Inggris dengan standar minimal skor TOEFL tertentu? Uang kuliah yang mahal? Ijazah yang diakui internasional? Segala hal yang berbau internasional selalu diasosiasiakan berada di atas level nasional, apalagi daerah. Betul kan?
Hal tersebut tidak begitu berlaku di Turki, atau setidaknya di Konya (provinsi yang wilayahnya paling luas di Turki). Negara ini meredefinisi makna “internasional”, terutama dalam pendidikannya. Jika di Indonesia pendidikan internasional dimaknai sebagai segala hal yang berbau Bahasa Inggris, mulai dari bahasa pengantar hingga pengajar harus ala Barat. Namun, di Turki semua hal tersebut tidak begitu berlaku.
Singkatnya Turki mendefinisikan pendidikan internasional dengan mengundang banyak pelajar dari negara lain untuk belajar di Turki dengan sistem pendidikan Turki, bahasa pengantar menggunakan bahasa Turki, literatur berbahasa Turki, dan yang pasti pengajarnya adalah orang Turki asli. Negara ini tidak begitu ambil pusing dengan istilah “bertaraf internasional” atau “standar internasional”.
Bahasa Inggris bagi orang Turki, sejauh yang saya pahami dan tahu, bukan indikator “internasional”. Mereka senang mempelajari banyak bahasa, namun mereka lebih senang ketika ada orang asing yang mempelajari bahasa mereka. Sebagai contoh, saat ini banyak pelajar Indonesia yang belajar di SMA Internasional Imam Hatip, semacam Madrasah Aliyah bertaraf internasional. Bahasa yang digunakan sebagai bahasa pengantar adalah Bahasa Turki dan bahkan mereka mempelajari sejarah Turki dengan baik.
[caption id="attachment_286490" align="aligncenter" width="549" caption="sumber: gercekkulis.com"][/caption]
Kita patut belajar terkait kebanggan orang Turki terhadap bahasanya. Rasa nasionalisme yang tinggi bangsa ini patut diapresiasi, meskipun kesan sebagai bangsa yang “tertutup” memang tidak bisa dihindari. Disini makna internasional mengalami pergesaran, bukan segala hal yang berbau kebarat-baratan. Internasional tidak melulu diasosiasikan dengan bahasa atau kebudayaan luar.
Mampukan bangsa Indonesia mendefinisikan ulang makna pendidikan internasional?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H