Selesai membaca, ibunya hanya berkata,
“Keras kepala!”
Dan langsung pergi meninggalkan surat itu begitu saja di atas meja. Dengan penuh rasa penasaran, Ratih pun membaca surat dari Pak Arif tersebut. Di surat itu hanya tertulis sebuah puisi,
Ren, mungkin aku memang terlarang untukmu
Tapi, jangan kau larang kedua bidadarimu mengunjungiku
Karena di mata mereka aku bisa melihat dan merasakan kehadiranmu
Ren, di matamu memang tidak ada aku
Tapi, di mataku akan selalu ada kamu
Tak lelah aku menunggu
Pegunungan Bintang, 26 Nopember 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H