Cara demikian sebenarnya sangat berisiko. Jika sampai play back-nya macet atau bahasa jadulnya ‘kasetnya kriwul alias nglokor’, maka jangan harap akan mendapatkan tepuk tangan yang meriah. Lemparan botol, sandal dan sorak cemoohan yang didapat.
Ekspose yang tidak merata
Sudah menjadi kodrat manusia untuk berbeda dengan yang lain. Meskipun sudah mengenakan seragam yang sama, model rambut yang sama, gerakan pun sama tetap saja akan ada satu dua yang berbeda. Entah karena kepribadiannya (murah senyum, banyak bicara, pendiam, jutek dan lain sebagainya) atau karena dituakan oleh teman-temannya, sehingga ditunjuk menjadi pimpinan atau juru bicara kelompok mereka. Kondisi ini akan membuat para juru warta sering menyorot, mewawancara, meminta konfirmasi, mewartakan atau meliput personil yang lebih menonjol tersebut. Akhirnya, meski dikenal sebagai sebuah grup akan selalu ada beberapa personil yang mendapat porsi pemberitaan lebih banyak dari personil yang lain, bahkan bisa jadi akan berimbas juga ke rejeki yang yang tidak merata.
Demikianlah, seperti kata-kata orang bijak bahwa mempertahankan sesuatu selalu lebih sulit daripada merebut atau membentuknya.
Dan bagi para penggemar boy band dan girl band, jangan khawatir, tren musik akan selalu berputar. Meski sekarang sedang sepi dari gempuran boy band dan girl band, suatu saat tren itu akan datang lagi.
Don’t worry be happy. There’s no business like show business.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H