Saya tidak tahu persis berapa orang di Kompasiana ini yang punya minat, ketertarikan atau bakat di dunia seni lukis. Tapi, jika dilihat dari tulisan dan wallpaper profilnya, setidaknya ada tiga orang : mas Robby Gandamana, mbak Evi Erlinda dan saya sendiri.
Mas Robby, sudah tidak perlu diragukan lagi. Wallpaper profil dan tulisannya tentang tips untuk menjadi kartunis sudah mewakili, siapa mas Robby yang sebenarnya. Mbak Evi, dua tulisannya tentang lukisan van Gogh dan perpustakaan yang juga menyewakan lukisan juga sudah cukup mewakili ketertarikan mbak Evi terhadap seni lukis.
Saya sendiri, menurut pendapat kebanyakan orang, termasuk orang yang punya bakat melukis. Saya tidak membantahnya. Memang, saat sedang dalam masa puncak produktivitas dan kreativitas, saya bisa menghasilkan banyak lukisan. Tetapi untuk saat ini produktivitas dan kreativitas saya sedang berada dalam titik nadir, ditelan kesibukan sehari-hari.
Sebagai orang yang menaruh minat di dunia seni lukis, saya justru tidak memahami aliran-aliran yang ada di dunia seni lukis (yang diciptakan entah oleh siapa). Saya tidak paham apa itu aliran realism, surealisme, kubisme, impresionisme, ekspresionisme atau isme-isme yang lainnya. Saya tidak bisa atau kurang bisa memahami lukisan karya Pablo Picasso, Salvador Dali maupun Vincent van Gogh. Saya lebih bisa memahami lukisan Basuki Abdullah, Andreas Orpinas, Norman Rockwell atau paling rumitnya lukisan Dede Eri Supria.
Buat saya nama Norman Rockwell menjadi sedikit spesial. Perkenalan saya dengan Norman Rockwell adalah waktu masih duduk di bangku SMP. Saat itu saya tertarik dan membeli koleksi buku tulis dengan gambar sampul repro dari lukisan Norman Rockwell. Kemudian sempat melihat dan membaca sebuah buku khusus (hard cover) yang memuat koleksi lukisan Norman Rockwell, makin membuat saya tertarik dan menjadi pengagumnya.
Saya tidak akan membahas riwayat hidup Norman Rockwell, Anda bisa membacanya di sini. Bagi yang berminat berkunjung ke museum Norman Rockwell, bisa melangkahkan kaki ke Stockbridge, Massachusetts, Amerika Serikat (tanyakan saja ke polsek atau kantor pos terdekat, pasti tahu).
Ada beberapa hal yang membuat saya kagum dengan (lukisan) Norman Rockwell.
- Ide dan tema lukisan. Tema lukisan Norman Rockwell adalah kehidupan sehari-hari rakyat Amerika, namun demikian ada saja yang jadi ide lukisannya. Mulai kenakalan dan kelucuan anak-anak, kehidupan remaja, pramuka, prajurit dan lain sebagainya. Jarang ada lukisan wanita yang sangat cantik atau pria yang sangat ganteng. Semuanya dilukis apa adanya. Gendut, kurus, tua, ompong, gagah, gemulai, dll.
- Detail. Saya sangat kagum dengan detail lukisan Norman Rockwell. Tidak ada bagian yang dilukis asal-asalan.
- Kesan. Hampir semua lukisan Norman Rockwell meninggalkan kesan bagi yang melihatnya. Haru, romantis dan (kebanyakan) bahkan lucu.
Berikut ini beberapa lukisan Norman Rockwell yang saya kagumi.
- The Four Freedoms (1943)
Serial “The Four Freedoms” ini berisi empat buah lukisan yang menggambarkan kebebasan yang dicita-citakan rakyat Amerika khususnya dan dunia pada umumnya. Lukisan pertama berjudul “Freedom of Speech” (kebebasan berbicara). Ke dua berjudul “Freedom of Worship” (kebebasan berdo’a/beragama). Ke tiga berjudul “Freedom from Want” (bebas dari kelaparan). Ke empat berjudul “Freedom from Fear” (bebas dari rasa takut).
- Artist Facing Blank Canvas / Deadline (1938)
Lukisan ini adalah salah bentuk ‘kejahilan’ Norman Rockwell. Di saat sahabat baiknya (Ben Harris) kehabisan ide mau melukis apa (padahal sedang dikejar deadline), malah dijadikan obyek lukisan oleh Norman Rockwell.
- The Gossips (1948)
Lukisan ini memberi pelajaran kepada kita untuk tidak gampang mengumbar dan menyebar gossip, apalagi buat orang yang sudah cukup berumur alias sudah tua. Lihatlah ada 15 orang tua sedang ‘ngegosip’. Dari mana ujung dan berakhir di mana gossip tersebut, pasti akan membuat Anda terpingkal-pingkal.
- Triple Self Portrait (1960)
Lukisan ini adalah lukisan Norman Rockwell yang paling saya sukai dan kagumi. Pertama kali melihatnya saat membeli buku tulis dengan gambar sampul lukisan ini, saya langsung jatuh hati dengan ide, kreativitas dan detail Norman Rockwell.
Norman Rockwell boleh jadi pelukis yang saya kagumi, jadi idola saya. Dia boleh detail dan teliti dalam melukis, tetapi ada yang tidak bisa dia lakukan.
- Melukis kaligrafi
- Melukis Airbrush
- Melukis dengan teknik totol
- Melukis dengan teknik cross stitch atau kruistik
Media yang saya gunakan adalah kertas millimeter dan cat air.
Atma Jegug sendiri adalah seorang tukang kayu tua yang dulu pernah jadi tetangga saya dan kebetulan wajahnya mirip sekali dengan tokoh kharismatik asal India tersebut.
- Melukis dengan mesin ketik
Mesin ketik dipakai melukis? Jika Anda belum pernah melihat lukisan mesin ketik mungkin tidak percaya. Anda boleh percaya boleh tidak. Tidak mudah memang melukis dengan mesin ketik karena sangat terbatasnya ukuran dan jenis lukisan yang bisa ditampilkan.
Kekurangan mesin ketik sebagai media melukis, adalah :
- Ukuran lukisan terbatas pada kertas ukuran A4
- Hanya bisa satu warna, hitam saja.
- Tidak cocok untuk melukis obyek berukuran kecil atau yang membutuhkan detail
- Tidak cocok untuk melukis pemandangan alam
Kelebihan mesin ketik sebagai media melukis paling lukisan kelihatan unik dan pelukisnya dibilang pelukis yang kreatif, itu saja.
Melukis dengan mesin ketik memang membutuhkan ketelitian dan kesabaran ekstra serta melelahkan karena proses menekan tombol huruf yang sama ratusan bahkan mungkin ribuan kali. Baris demi baris. Jika ketikan sudah mencapai batas bawah kertas, kertas dimasukkan lagi dari atas, ketik lagi. Demikian seterusnya. Proses ini bisa berulang puluhan kali.
Salam kreativitas !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H