Dunia transportasi tanah air kembali berduka. Peristiwa tenggelamnya KMP Rafelia 2 di dekat Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Jum’at yang lalu (4 Maret 2016) makin menambah panjang daftar musibah atau tragedi transportasi di tanah air. Berapa jumlah penumpang dan kendaraan yang diangkut masih simpang siur, karena dari beberapa media yang saya baca memberikan informasi yang berbeda.
Berdasarkan keterangan salah satu ABK yang selamat, KMP Rafelia 2 diduga kelebihan muatan. Seperti yang dikutip oleh SoloPos.com,
“Saya waktu itu memang sedang istirahat, tidak bertugas. Tapi saya sempat mengetahui jika kondisi kapal kelebihan batas air di atas 2 meter”, ujar Martha Tri Handoko.
Betulkah KMP Rafelia 2 tenggelam karena kelebihan muatan ? Atau karena adanya kebocoran ? Biarlah KNKT yang akan menyelidiki dan menjelaskannya. Kita tidak perlu berspekulasi.
Jika sempat melihat KMP Rafelia 2 sedang dalam pelayaran normal atau sesaat setelah meninggalkan dermaga, saya bisa menduga kapal tersebut kelebihan muatan atau tidak. Bagaimana cara kita -yang awam ini- bisa menduga sebuah kapal kelebihan muatan atau tidak? Caranya adalah dengan melihat ‘draught maksimum’-nya. Sudah terlewati atau belum. Apa itu ‘draught maksimum’ ? Akan saya jelaskan nanti.
Dari situs marinetraffic.com saya dapatkan spesifikasi KMP Rafelia sbb :
1. Panjang = 65,68 m’
2. Lebar = 14,00 m’
3. Draught = 4,00 m’
4. GT = 1.108 ton
5. DWT = 246 ton
6. Thn Pembuatan = 1994
7. Rute = Surabaya - Ende
Saya langsung tertarik dengan rute yang tercatum, Surabaya – Ende. Benarkah KMP Rafelia 2 seharusnya melayani rute tersebut ? Kenapa sekarang berubah melayani penyeberangan Ketapang – Gilimanuk ? Jawabannya, mungkin karena kapal ini pernah mengalami musibah pada bulan Juli 2015 yang lalu. Seperti yang pernah ditulis kompasianer ini.
Dari data spesifikasi kapal seperti yang tercantum di atas, yang tidak banyak diketahui masyarakat pada umumnya adalah : draught, GT dan DWT.
Draught adalah jarak permukaan air dengan lunas kapal. Sehingga draught maksimum adalah jarak maksimum yang diijinkan antara permukaan air dengan lunas pada sebuah kapal. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar di bawah ini.
[caption caption="Skets pengertian 'draught' (gambar dari plato.is)"][/caption]
GT atau Gross Tonnage adalah volume seluruh ruangan di bawah geladak kapal ditambah dengan seluruh ruangan tertutup di atas geladak. Dinyatakan dalam satuan ‘ton’ yang setara dengan 2,83 meter kubik (m3).
DWT atau Deadweight Tonnage adalah berat maksimum yang bisa ditampung untuk ‘membenamkan’ kapal sampai batas draught yang diijinkan. DWT inilah yang perlu diperhatikan dalam menampung barang atau muatan ke dalam kapal. Karena tidak mungkin menimbang satu per satu barang yang dimuat untuk mengecek apakah DWT sudah terpenuhi, maka dibuatlah cara yang lebih sederhana dengan cara melihat garis draught kapal.
Tentunya tinggi draught setiap kapal berbeda, tergantung jenis kapal, ukuran kapal dan di perairan mana kapal akan berlayar. Untuk melihat apakah sebuah kapal sudah mencapai draught-nya atau belum, dibuatlah tanda dan angka di lambung kapal yang disebut dengan ‘plimsol mark’, seperti gambar di bawah ini.
[caption caption="Tanda 'Plimsol Mark' di lambung kapal (gambar dari rhiw.com)"]
Plimsol Mark biasanya dipasang di tengah lambung kapal. Untuk kapal-kapal besar, selain dipasang di tengah lambung kapal, angka penunjuk draught kapal juga dipasang di anjungan atau di buritan kapal. Bahkan untuk memudahkan, bagian kapal yang terendam sampai batas draught biasanya dicat dengan warna lain.
[caption caption="Tanda 'Plimsol Mark' di lambung kapal (gambar dari dreamstime.com)"]
[caption caption="Angka draught di anjungan kapal (gambar dari shop.photo4me.com)"]
[caption caption="Angka draught di buritan kapal (gambar dari depositphotos.com)"]
Mungkin menurut kita kapal tersebut kelebihan muatan karena berisi begitu banyak barang/kendaraan/penumpang. Tetapi sepanjang itu belum melewati batas draught-nya, kapal tersebut tidak bisa dikatakan ‘kelebihan muatan’. Begitu juga sebaliknya, jika baru diisi beberapa buah kendaraan saja permukaan air sudah mencapai draught maksimum kapal, maka kapal tersebut sudah bisa dikatakan ‘kelebihan muatan’.
Apa yang dikatakan salah satu ABK seperti yang dikutip di atas, bisa jadi benar tapi bisa juga salah. Air yang masuk ke kapal bisa akibat dari kebocoran. Bisa juga karena salah pengaturan muatan yang mengakibatkan kapal menjadi berat sebelah sehingga air bisa masuk ke kapal. Segala kemungkinan bisa terjadi. Biarlah KNKT yang menangani.
Terakhir, saya turut menyampaikan duka cita atas kejadian ini. Semoga di tahun-tahun yang akan datang tidak ada lagi berita yang menyedihkan seperti ini. Dan bagi Anda yang melakukan perjalanan, tetaplah waspada dan hati-hati. Keluarga menanti di rumah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H