Obrolan memanas saya dengan beberapa sahabat, setelah ucapan Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia di acara pra-kongres BEM PTNU di Jakarta.
Dalam sambutannya, ia berucap akan memberi konsesi tambang kepada Nahdlatul Ulama sebagai organisasi keagamaan. Pernyataan itu juga setelah Presiden Jokowi meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 yang merupakan perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Bagi kami kalangan Nahdliyyin Grassroot, apakah ini suatu hadiah yang "spesial" atau suatu bencana bagi organisasi kami? Obrolan ini masih akan terus menjadi topik berbagai kalangan beberapa bulan ke depan.
Pertanyaan-pertanyaan yang akan muncul juga pasti tidak akan selesai dengan jawaban-jawaban parsial. Ya intinya belum menyeluruh untuk menjawab pertanyaan ke depan. Misalnya, manfaat bagi ormas akan pengelolaan tambang, dampak tambang setelah dikelola ormas, dan lain-lain.
Akhi 'R' Pemimpin Perusahaan yang Salafi
Saya mendapat cerita dari sahabat yang mengelola atau manage aset bernilai ratusan milyar. Ia mengenal salah satu dari sekian pimpinan perusahaan yang berpaham salafi-wahabi.
Mereka memiliki grup khusus. Anggota-anggota mereka berpakaian celana cingkrang dan berjenggot. Mereka menamai kumpulannya dengan "Masyarakat Anti Riba".
Diperkirakan anggota komunitas Masyarakat Anti Riba ini berjumlah ribuan. Dengan berbagai macam bisnis yang mereka kelola, total omset per tahun bisa sampai puluhan bahkan ratusan milyar.
Sahabat kami menceritakan satu diantaranya. Sebut saja Bapak 'R' (atau akhi 'R'). Kesehariannya memang berbisnis. Jika ia menyapa pun pasti memakai sapaan berbahasa Arab, seperti antum (anda), akhi (sapaan kepada laki-laki), ikhwati (sapaan kepada perempuan).
Akhi 'R' ini --kata sahabat saya-- biasa maintenance perusahaannya per tahun senilai kurang lebih seratus milyar! Uniknya, ia tidak menyimpan uangnya di bank konvensional atau bank syariah. Hanya untuk transaksi saja jika berhubungan dengan bank. Kalau katanya: "ana kagak mau sama orang kapir!"
Ia juga memberi perhatian bagi karyawan-karyawannya. Contohnya memberi menu makan siang di jam istirahat. Dan yang menjadi pembeda ialah ada jam khusus bagi karyawan untuk mengikuti kajian. Kajian itu digelar oleh pimpinan perusahaan dengan menghadirkan ustadz-ustadz dari kalangan mereka.
Fix ini dunia dapet, akhirat juga dapet!
NU Perlu Belajar Bisnis
Polemik PP Nomor 25 Tahun 2024, semakin menjadi. NU mulai dibandingkan dengan Muhammadiyah atau ormas keagamaan lain. Intinya, ada pihak-pihak yang sengaja mengadu domba antar ormas-ormas tersebut.
Menurut keterangan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Gus Yahya, NU memang butuh atas afirmasi pemerintah atas organisasi keagamaan. Lebih lanjut, Gus Yahya mengatakan modal sumber daya komunitas atau organisasi sudah mulai tidak mencukupi.
Tanpa mengurangi sikap takzim, saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepada Gus Yahya. Bagaimana cara NU mengelola revenue atas konsesi itu? Apakah NU siap dalam hal sistem atau kemampuan manajerial di bidang itu? Apakah hasil itu dapat menyejahterakan warga NU sampai pelosok kampung?
Pengalaman yang sudah-sudah, NU memang kalah dari Muhammadiyah dalam aspek tata kelola ekonomi keumatan. Saya tidak menyalahkan PBNU, tetapi memang ada individu yang tidak kompeten dan memperkaya diri sendiri.
Sengaja saya menulis ini untuk mengingatkan kita semua pengurus NU mulai dari pengurus besar sampai tingkat ranting. Karena KH. Wahab Hasbullah pernah dawuh: "Hidupkan NU ini, namun jangan sekali-kali mencari hidup di NU."
Saya masih optimis, andai saja PBNU memberi perhatian di setiap PCNU (Pengurus NU tingkat kabupaten/kota) agar menciptakan sumber daya yang komprehensif sampai ke warga NU di kampung/pedesaan.
Belajar dari akhi 'R' yang mampu mengelola perusahaan dengan omset cukup besar, rasanya NU sangat perlu belajar darinya. Andaikan modal bisnis itu dapat menumbuhkan ekonomi keumatan, maka warga NU sampai tingkat ranting akan sejahtera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H