Mohon tunggu...
Muchammad Syahril Mubarok
Muchammad Syahril Mubarok Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis

Suka dengan kopi hitam dan netflix

Selanjutnya

Tutup

Politik

Moderasi Politik Perspektif Al-Farabi dan Kiai Sahal Mahfudh

22 April 2024   13:14 Diperbarui: 22 April 2024   14:22 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konsep al-Madinah al-Fadhilah dari Al-Farabi dan "Kulturisasi Politik" Kiai Sahal masih relevan dengan kondisi politik terkini. Perbedaan pilihan politik yang seharusnya menjadi keanekaragaman konstruktif, justru menjadi destruktif seperti intoleransi dan hate speech. Masyarakat sudah seharusnya menentukan pilihan politiknya tanpa menjatuhkan pilihan satu sama lain.

Survei yang dilakukan oleh Setara Institute pada tahun 2017, terdapat lima kota urutan terbawah dengan tingkat toleransi terendah di antaranya DKI Jakarta, Banda Aceh, Bogor, Cilegon dan Depok. Begitu pula data tahun 2016, dari Wahid Foundation dan Lembaga Survei Indonesia (LSI), yang menunjukkan persentasi intoleran tinggi terhadap non-muslim dengan skor 38,4 persen. Hal ini diperkuat lagi dari temuan survei Center for Strategic and International Studies (CSIS) di tahun 2017. Menunjukkan ada kecenderungan generasi milenial untuk memilih pemimpin yang seagama dengan skor 53,7 persen.

Dari data di atas, menunjukkan tingkat intoleran yang cukup tinggi di berbagai wilayah di Indonesia. Penyebabnya antara lain sentimen agama dan pilihan politik. Kondisi ini mempertegas bahwa nilai-nilai kebangsaan sudah tergerus dalam pandangan warga negara. Perlu ada pedoman kuat untuk menghindari konflik-konflik antar anak bangsa yang berkepanjangan. 

Moderasi politik melalui filsafat Al-Farabi menunjukkan bagaimana ciri-ciri kehidupan negara menuju masyarakat yang harmonis. Penguatan dan pengamalan Pancasila sebagai ideologi menjadi titik awal untuk menjalankan kewarganegaraan. Lalu, sebagai makhluk Allah, kita juga dituntut memiliki integritas dan tidak keluar dari pakem. Yang terakhir, menerima hidup berdampingan dan terus bersosialisasi antar sesama manusia atau warga negara.

Kiai Sahal juga menganjurkan umat muslim ketika berpolitik untuk tidak berlawanan dengan moralitas Islam. Ia tidak setuju dengan cara-cara eksploitasi massa dengan menggunakan simbol-simbol Islam. Politik bukan sekadar soal menyalurkan aspirasi semata, melainkan persoalan tata kelola kehidupan yang lebih maslahat bagi umat.

_________________________

*REFERENSI

Al-Farabi. Ara' Ahlu al-Madinah al-Fadhilah. Beirut: Dar al-Masyriq, 1996.

Al-Shallabi, Ali Muhammad. al-Wasathiyyah fi al-Quran al-Karim. Kairo: Maktabah at-Tabi'in, 2001.

Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI. Moderasi Beragama. Cet. Pertama. Jakarta: Kementerian Agama RI, 2019.

Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun