[caption caption="gambar dari google with editing"]
[/caption]PILKADA serentak yang akan digelar 9 Desember 2015 nanti, memang luar biasa. Banyak hal yang dapat kita ambil hikmah atau pelajarannya. Dari berbagai aksi masing-masing Calon, masing Tim Suksesnya. Aneka polah tingkah, dari yang begitu bikin simpati sampai benci setengah mati. Dari yang terhormat sampai yang terlaknat. Dari yang penuh manfaat, hingga banyak mudharat. Semua terekam menghiasi berbagai media. Baik media sosial, seperti facebook, twitter, google plus, path, dll. Media cetak, koran , majalah, tabloid, jurnal dll. Media elektronik, televisi, radio, baik tingkat nasional atau lokal.
PILKADA yang begitu banyak menghabis biaya. Entah berapa Trilyun, uang yang harus dikeluarkan untuk perhelatan akbar ini. Aku juga tidak tahu. Juga tidak ingin tahu persisnya berapa. Yang jelas sangat banyak, untuk seluruh Indonesia. Baik itu dari pihak pemerintah sendiri maupun dari masing-masing kandidat peserta.
Dana yang begitu besar, berharap dengan adanya pesta demokrasi atau ajang demokrasi. Tujuan yang hendak diwujudkan bersama adalah terbentuknya kedewasaan warga masyarakat dalam berpikir, bersikap dan bertindak.
Perlu disadari dengan sesadar-sadarnya, bahwa perbedaan itu akan selalu hadir ditengah-tengah kita. Perbedaan yang semestinya dimanfaatkan untuk saling melengkapi, tapi malah sering jadi penyebab permusuhan di sana sini. Kedewasaan yang diharapkan terbentuk, namun justru sifat kekanak-kanakan yang muncul. Walau sejatinya sangat beda. Sifat kekanak-kanakan dan sifat anak-anak di lapangan. Jika orang dewasa, bersifat kekanakan dan sudah bermusuhan, kadang sampai menjadi dendam abadi yang sulit padam. Tapi jika dunia anak-anak, saat ini berkelahi, sampai nangis, sampai terluka, namun sesaat kemudian telah akur dan rukun kembali. Seakan tak pernah terjadi apa-apa.
PILKADA, sebagai salah satu media demokrasi untuk memilih Pemimpin suatu wilayah. Masih banyak hal yang perlu dicatat dengan catatan yang tebal. Karena yang terpilih kadang belum sesuai harapan. Calon terbaik yang sebenarnya, kadang harus terjengkang dari kancah pertarungan karena tak mampu mengimbangi permainan kasar lawannya. Yang menggunakan jurus segala macam yang bersemboyan “sing penting menang”.
PILKADA, selain media demokrasi memilih Pemimpin. Juga sebagai ajang saling menebar peduli dan simpati. Saling berbagi dan saling menolong. Orang menjadi mendadak begitu baik. Orang mendadak begitu alim. Ada perubahan yang begitu dragtis. Tapi di sisi lain sifat arogan, ingin menang sendiri juga tumbuh subur. berkembangnya kecurangan. Saling teror dan intimidasi. Mengancam-ancam dan mengincim-incim.
PILKADA, Bukan Sekedar Coblosan
Itulah nyatanya. Bukan sekedar kita datang ke TPS kurang lebih 5 menit. Banyak hal yang harus kita pikirkan dan renungkan. Akan ada dampak besar untuk sebuah masa depan masyarakat. Berimbas pada bangsa dan negara. Akankah membawa kebaikan atau keburukan. Proses mencoblos yang berkisar 5 menit bahkan mungkin kurang, berdampak minimal 5 tahun ke depan, bahkan mungkin lebih. Berdampak terwujudnya masyarakat menjadi lebih baik atau makin terpuruk.
Maka dalam menghadapi PILKADA ini pun banyak sikap yang bermacam-macam. Ada yang begitu semangat karena berharap ada perubahan lebih baik. Ada pula yang bersikap cuek. Tidak peduli sama sekali. Kadang mereka pun berujar, “yang jadi siapa pun, tak ada perubahan pada dirinya.” Kata mereka, jika saat ini aku kuli yang ya tetap kuli, bekerja sendiri, mencukupi kebutuhan sendiri. Tukang ngarit , tetep ngarit. Tukang angon, tetep angon. Dan masih banyak sikap mereka. Artinya pilihan tak akan menguntungkan mereka dan tak mengubah nasib mereka. Sama saja.
Golput masih yahuud.....
Fenomena GOLPUT tetap menarik untuk dibahas. Baik GOLPUT versi terbaru yang tidak kita kenal sebelumnya ataupun GOLPUT versi lama yang sudah cukup kita kenal. GOLPUT versi terbaru ini, saya menyebutnya sebagai para pendukung KORUPTOR. GOLPUT yang merupakan singkatan dari GOLongan Penerima Uang Tunai. Teman dari GOLPUT versi ini pun ada semboyan yang lain. NPWP = Nomor Piro Wani Piro. Ora ongkos ora coblos. Ora udhu ora payu.