"Semoga Universitas ini semakin maju. Karena dosennya bisa 100 persen mengabdi, sedang kita kan cuma 50 persen."
***
Hari yang tak ditunggu itu pun tiba. Di lokerku ada sebuah undangan dari yayasan dan rektorat. Kubaca acaranya. Di sana tertulis: Sertijab. Aku lipat kertas undangan itu dan aku masukkan ke saku celanaku. Ya, saat itu telah tiba. Jabatanku, yang kuraih dengan kerja keras, mencurahkan tenaga dan pikiran mulai dari merintis sampai akreditasi harus aku serahkan kepada penggantiku, dosen baru yang tak merasakan suka duka mendirikan prodi ini. Dia tinggal meneruskan dan menjalankan saja.
Dengan tetap tersenyum aku berangkat ke aula sertijab.
"Bagaimana siap jadi dosen biasa?" tanya rekan dari fakultas lain.
"Siap saja. Biar tidak dosen tetap asal tetap dosen," jawabku.
"Hahaha," tawa kami meledak.
Menertawakan diri sendiri memang paling mudah untuk sekedar menghibur diri. Beberapa undangan terusik dengan tawa kami. Mungkin heran. Tapi kami cuek saja. Tertawalah selagi bisa.
***
Sertijab berlangsung cepat karena acara dilanjutkan dengan rapat pembagian jam perkuliahan.
Pada rapat seperti ini sebelumnya aku duduk di depan dan memimpin rapat bersama sekretaris prodi. Namun, sekarang aku hanya dosen biasa. Duduk di belakang.